De Express
De Express adalah surat kabar yang terbit pertama kali pada 1 Maret 1912. Surat kabar ini merupakan salah satu media perjuangan yang menyuarakan pemikiran politik dan kebangsaan Tiga Serangkai, yakni E.F.E. Douwes Dekker (1879-1950), Cipto Mangunkusumo (1886-1943) dan Ki Hajar Dewantara (1889-1959). Selain De Express, Douwes Dekker juga mendirikan majalah dwi mingguan bernama Tijdschrift untuk menyuarakan gagasannya (Anwar 2009: 28).
Harian berbahasa belanda ini dibanderol seharga enam gulden bagi pelanggan dalam negeri dan tujuh setengah gulden bagi pelanggan luar negeri setiap empat bulan. Douwes Dekker sendiri menjadi redakturnya dengan dibantu H.C. Kakebeeke. Melalui surat kabar ini, Douwes Dekker mengumpulkan dukungan golongan Indo dan Pribumi untuk mendirikan Indische Partij pada 5 Oktober 1912. Para anggotanya setuju menggunakan istilah yang dipopulerkan oleh Douwes Dekker dalam De Express, yakni “Kaum Hindia” atau “Indonesier” yang menunjukkan kesetaraan antara kaum Indo dan Pribumi. Kata “Indonesier” rupanya dianggap tabu oleh pemerintah kolonial, dan karena itu mereka memasukkan De Express ke dalam daftar surat kabar terlarang bagi para pegawai negeri, bahkan melarang perusahan swasta menerima pegawai yang berlangganan surat kabar itu (Rahzen dkk, 2008: 80-81).
Surat kabar ini kemudian semakin terkenal, terutama setelah memuat artikel tulisan Ki Hajar Dewantara yang berjudul Als ik Een Nederlander Was yang berarti andaikan aku seorang Belanda (Tempo 2017: 101). Tulisan itu berisi sindiran kepada pemerintah kolonial yang akan mengadakan peringatan seratus tahun pembebasan negeri Belanda dari penjajahan Perancis di tanah jajahannya sendiri (Sudiyo dkk, 1997: 36). Tulisan yang dimuat pada 13 Juni 1913 itu hanya mengisi satu kolom dalam De Express namun telah menimbulkan kehebohan. Salah satu paragrafnya berbunyi:
“….Andaikata aku seorang Belanda, aku tidak akan merayakan perayaan itu di dalam negeri yang sedang kami jajah. Pertama, kami harus memberikan kemerdekaan kepada rakyat yang kami jajah, kemudian baru memperingati kemerdekaan kami sendiri…” (Wiryopranoto dkk 2017: 92).
Tulisan itu kemudian menimbulkan kemarahan para pejabat pemerintah dan digambarkan sebagai “keterlaluan, menusuk perasaan dan penuh ejekan”. Pada tanggal 20 Juli 1913 pemerintah memusnahkan semua brosur yang berisi tulisan tersebut. Pada tanggal 28 Juli 1913, De Express masih memuat tulisan sanggahan Ki Hajar Dewantara yang berjudul Een voor Allen, Allen voor een (Satu untuk semua, semua untuk satu) yang berisi pendapatnya bahwa tulisannya tersebut adalah perwakilan dari perasaan kaum pribumi (Wiryopranoto dkk 2017: 95).
Pada 30 Juli 1913, polisi tiba-tiba datang mengepung rumah serta menangkap Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo. Preanger Bode mengabarkan bahwa penulis artikel Als Ik een Nederlander Was bersama dengan empat orang lainnya telah dipanggil dan ditahan atas dakwaan menghasut dan meresahkan masyarakat (Preanger Bode, 31 Juli 1913). Menanggapi penangkapan itu, dalam tulisannya Douwes Dekker dalam De Express tertanggal 1 Agustus 1913 menyebut mereka berdua sebagai pahlawan (Wiryopranoto dkk 2017: 96). Alhasil, empat hari setelahnya Douwes Dekker juga turut ditangkap dengan alasan tidak mengindahkan peringatan pemerintah untuk tidak melakukan provokasi politik (Rahzen dkk, 2008: 82). Akhirnya pada 18 Agustus 1913 Gubernur Jenderal Idenburg mengeluarkan surat keputusan untuk mengasingkan ketiganya. Cipto ke pulau Banda, Ki Hajar ke Pulau Bangka, dan Douwes Dekker ke Kupang, namun pengadilan juga memberi mereka pilihan tempat pembuangan di negeri Belanda. Mereka pun memilih dibuang ke negeri Belanda (Tempo 2017: 102)
Dengan dibuangnya Tiga Serangkai ke Belanda, masa depan De Express semakin suram. Surat kabar ini masih sempat memuat tulisan Douwes Dekker saat mendapatkan penginapan di Den Haag untuk melanjutkan tulisannya tentang Hindia Belanda. Kala itu Tiga Serangkai masih tercatat sebagai editor De Express di Belanda (Kompas 2017: 106). Posisi Douwes Dekker sebagai redaktur digantikan oleh H.C. Kakebeeke pada 1 September 1913 dan surat kabar ini berusaha tetap konsisten dalam pemberitaan, namun usaha mereka akhirnya tidak berhasil. Setelah sebelumnya hendak mencari pengganti dari Tiga Serangkai untuk menjamin semangat mereka, penerbit De Express mengumumkan bahwa akan menutup surat kabar ini pada 22 Juli 1914 (De Express, 22 Juli 1914).
Penulis: Muhamad Mulki Mulyadi Noor
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Dr. Bondan Kanumoyoso
Referensi
De Express, 22 Juli 1914
Preanger Bode, “Toelichting” 31 Juli 1913
Anwar, Rosihan (2009) Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Jilid 3 cetakan I. Jakarta: Kompas
Rahzen, Taufik dkk (2008) Seabad Pers Kebangsaan 1907 – 2007. Jakarta: Iboekoe
Seri Buku Tempo (2017) Douwes Dekker Sang Inspirator Revolusi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sudiyo dkk (1997), Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia: Dari Budi Utomo sampai dengan Pengakuan Kedaulatan. Jakarta: DEPDIKBUD-MUSKITNAS
Wiryopranoto, Suhartono dkk. (2017) Ki Hajar Dewantara: pemikiran dan perjuangannya. Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional