Tiga Serangkai

From Ensiklopedia

Tiga Serangkai adalah tiga orang tokoh pergerakan nasional yang terdiri atas Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo. Dekker lahir di Pasuruan pada 8 Oktober 1879. Dia adalah cucu kemenakan dari Eduard Douwes Dekker, penulis terkenal yang menyebut dirinya Multatuli (Niwandhono 2011: 112).  Sejak muda ia menyerukan penyematan identitas Indiër (orang Hindia) terutama kepada warga Indo-Eropa di Hindia Belanda. Menurutnya, masyarakat Hindia akan terbentuk dengan adanya asosiasi kelompok orang Indo-Eropa dengan orang Indonesia, bukan sebaliknya (Niwandhono 2011: 113-118). Soewardi lahir pada 2 Mei 1889 dari keluarga aristokrasi di Yogyakarta, Pakualaman (Scherer 2012: 37-73; Ricklefs 2001: 222; Niwandhono 2011: 119-120). Dia  tergolong sebagai priyayi Jawa konservatif, namun memiliki visi dan perjuangan untuk membebaskan bangsanya dari kolonialisme dan sub-ordinasi bangsa lain. Semula dia menyerukan politik sebagai alat pembaruan sosial. Namun sekembalinya dia dari pengasingannya di Belanda dia menggeser orientasinya pada perjuangan di bidang kebudayaan. Di masa pengasingannya di Belanda, Soewardi mendapatkan ijazah guru. Dalam suatu Kongres Pendidikan Kolonial di Belanda juga, dia mengusulkan pendidikan nasional untuk orang Indonesia. Pada 3 Juli 1922 dia mendirikan sekolah Taman Siswa.  Tjipto Mangoenkoesoemo lahir di Jepara tahun 1896, putera seorang guru Bahasa Melayu di sekolah dasar pribumi, Holllands Inlandshe School (HIS) (Scherer 2012: 75-139; Ricklefs 2001:209; Niwandhono 2011: 120). Dia adalah lulusan yang menonjol  dari sekolah pendidikan guru pribumi (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, STOVIA). Pengabdian kepada bangsanya sudah tampak pada kesediaannya dalam menanggulangi wabah pes di Malang tahun 1910-1911. Meskipun tergolong sebagai priyayi Jawa, Tjipto sangat menentang feodalisme. Konsukensi dari sikapnya tersebut, Tjipto tidak mendapatkan di tempat di kalangan priyayi mapan sekaligus pelindung mereka, penguasa kolonial Belanda.  Kedua priyayi Jawa ini semula aktif dalam organisasi modern yang berorientasi Jawa, Boedi Oetomo (BO). Kedua priyayi ini termasuk sejumlah kelompok muda yang memisahkan diri dari BO karena organisasi ini dianggap berhaluan moderat dan tidak memperjuangkan bangsa Indonesia secara menyeluruh. Soewardi dan Tjpto kemudian bergabung dengan Dekker membentuk Tiga Serangkai  (Ricklefs 2001: 228; Niwandhono 2011: 120). Pada tanggal 25 Desember 1912, mereka mendirikan sebuah organisasi untuk kalangan Indo Belanda yang memiliki semangat ke-Indonesiaan yang diberi nama Indische Partij (IP). Tujuan organisasi ini ialah kemerdekaan bangsa Indonesia yang di dalamnya termasuk kalangan Indo-Eropa. Pada akhir tahun 1912, pemerintah kolonial Belanda menilai IP sebagai organisasi radikal dan melarang keberadaannya. Pada  bulan Agustus 1913, Soewardi dan Tjipto dituduh menghasut rakyat untuk memboikot peryaan 100 tahun kemerdekaan Belanda (Scherer 2012: 70; Niwandhono 2011: 122). Soewardi dianggap menghasut melalui artikelnya yang berjudul Als ik een Nederlander was (Seandainya saya seorang Belanda). Dalam karya yang juga tersebar dalam bahasa Melayu tersebut, dia mempertanyakan dan memprotes perayaan kemerdekaan Belanda di Hindia Belanda. Tjipto bersama dengan Soewardi, Abdoel Moeis dan Wignjasastra melalui Komite Boemi Poetra yang didirikan pada tahun 1913, dimana Tjipto sebagai ketua dan Soewardi sebagai sekretaris, mengkampanyekan boikot terhadap perayaan tersebut. Sementara Dekker dianggap sebagai dalang di balik penghasutan tersebut. Oleh karenanya, ketiganya dihukum dengan mengasingkan mereka secara terpisah. Tjipto diasingkan ke Banda, dan Soewardi diasingkan ke Bangka, dan Dekker diasingkan ke Timor. Atas permintaan mereka, pengasingan kemudian dialihkan ke Belanda.

Penulis: Johny Alfian Khusyairi
Instansi: Universitas Airlangga
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Niwandhono, Pradipto. 2011. Yang ter(di)lupakan, kaum Indo dan benih nasionalisme     Indonesia, Yogyakarta: Djaman Baroe.

Ricklefs, M. C. 2001. A history of modern Indonesia since c. 1200, Hampshire: Palgrave.

Scherer, Savitri. 2012. Keselarasan dan kejanggalan: pemikiran priyayi nasionalis Jawa awal    abad XX, Jakarta: Komunitas Bambu.