Ferry Sonneville (Ferdinand Alexander Sonneville)
Ferdinand Alexander Sonneville, atau yang akrab dipanggil Ferry, adalah seorang atlet yang mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan bulu tangkis Indonesia. Ferry lahir pada 3 Januari 1931 dari pasangan penggemar tenis dan bulu tangkis, Dirk Jan Sonneville—Leoni Elizabeth. Jakarta menjadi tempat seorang Ferry Sonneville menuntaskan pendidikan dasar hingga menengah. Sebelum Jepang menduduki Hindia-Belanda, selagi ia menempuh pendidikan dasar di sekolah Santo Yosef Kramat Jaya pada 1937-1942, Ferry telah rutin berlatih bulu tangkis. Agaknya kegemaran terhadap olahraga ini diwariskan oleh Leoni Elizabeth, ibunya. Bahkan pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), Ferry tetap menempatkan latihan bulu tangkis sebagai prioritas. Setelah mengenal taktik dan teknik dasar badminton, ia bergabung dengan SUS (Satu Untuk Semua/Semua Untuk Satu), sebuah organisasi persatuan bulu tangkis (Subagyo, 1985: 7-8).
Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia 1945, Ferry melanjutkan studi ke pendidikan menengah di Hogere Burger School (HBS) Nassau Boulevard, Menteng, Jakarta Pusat (1946-1951). Kala itu, pamor bulu tangkis melesat pesat seiring dengan perkembangan Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) cabang bulu tangkis. Salah satu prestasi Ferry yang menakjubkan ialah ketika ia bersama para atlet pilihan PORI Bulu Tangkis bertandang melawan regu bulu tangkis Malaya (Penang) pada tahun 1949. Hanya Ferry seorang dari perwakilan PORI yang mampu meraih kemenangan setelah mengalahkan Cheah Thien Kioe (Subagyo, 1985: 12-13).
Saat studinya di HBS selesai, Ferry mendaftarkan diri ke Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Selain menekuni olahraga bulu tangkis, Ferry juga tertarik pada seni bela diri jujitsu dan judo. Bahkan, ia memprakarsai berdirinya Jujitsu Club Indonesia dan Persatuan Judo Seluruh Indonesia sekaligus. Pada 1953-1955, Ferry aktif dalam kepengurusan PBSI Jaya saat ia merintis berdirinya organisasi KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) sejak 1951. Di tengah kesibukannya sebagai pengurus organisasi, Ferry merajai kejuaraan di Selangor pada 1954 dan tahun 1955 di Malaya (Subagyo, 1985: 14-15).
Saat studinya di Fakultas Kedokteran tidak dapat diselesaikan, lantas Ferry bermanuver mengambil jurusan ekonomi di Nederlandsche Economische Hoogeschool (NEH) Rotterdam, Belanda. Selama di Belanda, ia mengikuti sejumlah pertandingan bulu tangkis di beberapa negara Eropa (1956, 1958, 1960) dan tampil sebagai juara. Dengan prestasi yang gemilang di benua Eropa, Indonesia memanggilnya pulang untuk memperkuat tim bulu tangkis nasional dalam pertandingan memperebutkan Thomas Cup di Singapura. Berkat andilnya, Indonesia berhasil memenangi kejuaraan Thomas Cup untuk pertama kalinya pada tahun 1958 (Subagyo, 1985: 16).
Setelah menyelesaikan kuliahnya di Belanda, pada 1963 Ferry kembali ke Indonesia dan sempat bekerja di bidang perbankan dan pendidikan. Namun, pekerjaan itu ditanggalkannya agar dapat berfokus pada kegiatan bulu tangkis yang telah lama ia tekuni. Atas dedikasinya, Ferry terpilih menduduki kursi kepemimpinan IBF (International Badminton Federation) pada 1972-1975 di London. Ia tercatat dalam sejarah sebagai orang Indonesia pertama yang memangku jabatan penting dalam dunia bulu tangkis dunia. Selanjutnya, pada 1981 jabatan Ketua Umum PBSI pun dipercayakan kepadanya dengan pertimbangan bahwa ia berperan penting dalam terbentuknya citra positif bulu tangkis Indonesia di mata dunia. Sepanjang kepemimpinan Ferry Sonneville, Indonesia berhasil merebut kembali Piala Thomas pada 1984, setelah pada tahun-tahun sebelumnya dikuasai oleh Republik Rakyat Cina. Atas perjuangan, prestasi, dan metode pembinaan yang telah mengharumkan nama Indonesia melalui cabang olahraga bulu tangkis, namanya diabadikan dalam daftar nama Pahlawan Piala Thomas (Subagyo, 23-26).
Penulis: Florentinus Galih Adi Utama
Instansi: Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.
Referensi
Subagyo, Wisnu (1985). Ferry Sonneville: Karya dan Pengabdiannya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.