Front Nasional

From Ensiklopedia

Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang dibentuk oleh Presiden Sukarno pada tanggal 31 Desember 1959 berdasarkan Peraturan Presiden No. 13 Tahun 1959. Diketuai oleh Sukarno, tugas pokok lembaga yang terdiri atas Front Nasional Pusat dan Front Nasional Daerah ini ialah untuk memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita UUD 1945.

Pembentukan Front Nasional menandai meningkatnya kekuasaan Presiden Sukarno ketika ia menerapkan Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Kehadiran front ini juga menunjukkan adanya ketegangan antara partai-partai politik besar yang ingin memperluas pengaruh mereka, dengan Presiden Sukarno yang berniat membangun sebuah organisasi massa skala nasional yang berada di bawah kepemimpinannya (Bourchier 2015: 114).

Pembentukan Front Nasional erat kaitannya dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang mengawali kemunculan Demokrasi Terpimpin. Dekrit ini mendorong lahirnya beberapa lembaga baru untuk menjalankan program-program Presiden Sukarno, seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), Kabinet Kerja dan Front Nasional.

Front Nasional diposisikan sebagai alat bagi Demokrasi Terpimpin dan memiliki tiga tujuan, yakni: 1) Penyelesaian Revolusi Nasional Indonesia, b) Melaksanakan Pembangunan Semesta Nasional, dan 3) Mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah RI. Ada dua tugas utama Front Nasional, yaitu 1) Menghimpun dan mempersatukan kekuatan-kekuatan revolusioner dalam masyarakat, serta memimpin gerak masyarakat untuk menyelesaikan Revolusi Nasional dalam bidang pembangunan semesta, kesejahteraan sosial, pertahanan keamanan, dan 2) Menyelenggarakan kerja sama yang seerat-eratnya dengan pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya (Notosusanto [ed] 1985: 108).

Mengingat basis massa yang ditargetkannya amat besar, Front Nasional dianggap sebagai badan utama yang didirikan oleh Sukarno untuk melakukan mobilisasi massa secara nasional. Di samping itu, front ini juga dimaksudkan untuk menggantikan sebuah front populer yang telah eksis sejak 1958 dan didukung oleh kalangan tentara, Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB) (Mortimer 2006: 100). Front Nasional memiliki cabang hingga ke pedesaan.

Basis keanggotaannya yang melintasi batas ideologi membuat Front Nasional berpotensi untuk menggalang dukungan massa yang luas. Namun, keterbukaan tersebut membuat curiga sekaligus cemas berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) dan partai politik, yang menduga bahwa front itu bertujuan untuk mengendalikan mereka. Muhammadiyah khawatir dengan rencana Front Nasional untuk menyederhanakan ormas-ormas sehingga mereka mengutus ketua umumnya, K.H. Ahmad Badawi, untuk berkomunikasi dengan Sukarno dan memperkuat soliditas internalnya (Jurdi, et. al. [ed.] 2010: 188).

Partai Komunis Indonesia (PKI) juga mengkritik Front Nasional. Pemimpin PKI, Aidit, pada 1960 beberapa kali menekankan agar Front Nasional bertindak secara demokratis dan agar badan itu menyadari bahwa pembentukannya bertujuan sebagai wadah kerjasama berbagai kelompok dan bukan untuk menghapus keberadaan partai-partai politik. Ia bahkan menolak bila Front Nasional ditujukan sebagai partai tunggal negara, terutama oleh mereka yang ia sebut sebagai ‘fasis dan petualang’. Sejarawan Rex Mortimer (2006: 101) mengemukakan bahwa mungkin yang Aidit maksudkan di sini adalah para pejabat militer dan kelompok Murba yang beroposisi dengan PKI.

Belakangan, PKI bergabung dengan Front Nasional. Partai ini bersaing dengan tentara untuk menguasai Front Nasional (Porter 2002: 33). Unsur PKI cukup terwakili di dalam Front Nasional dan kemudian justru mendominasi badan ini, termasuk dalam hal dukungan keanggotaan maupun pengaruh di dalam kepemimpinan front ini (Mortimer 2006: 101-102).

Penulis: Muhammad Yuanda Zara
Instansi: Universitas Negeri Yogyakarta
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.


Referensi

Bourchier, David (2015). Illiberal Democracy in Indonesia: The Ideology of the Family State. London & New York: Routledge.

Jurdi, Syarifuddin, et. al. (ed.) (2010). 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Mortimer, Rex (2006 [pertama kali terbit tahun 1974]). Indonesian Communism Under Sukarno: Ideology and Politics, 1959-1965. Singapore: Equinox.

Notosusanto, Nugroho (ed.) (1985). Pejuang dan Prajurit: Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

Porter, Donald J. (2002). Managing Politics and Islam in Indonesia. London & New York: RoutledgeCurzon.