Gerakan Non-Blok

From Ensiklopedia

Perang Dunia II yang berakhir pada 1945 tidak serta merta meredakan ketegangan antara negara-negara karena sebagian tergabung dalam Blok Barat (NATO) dan Blok Timur (Pakta Warsawa). Ketegangan dua kekuatan ini dikenal dengan istilah perang dingin (cold war), berlangsung dari tahun 1947 sampai 1991. Meskipun kedua blok tersebut tidak berkonfrontasi langsung dalam medan pertempuran, persaingan ideologi, politik, dan persenjataan menimbulkan kekhawatiran negara-negara yang tidak berpihak pada salah satu blok. Hal ini direspons oleh beberapa negara melalui konferensi Colombo (Sri Lanka) pada 25 April - 2 Mei 1954, tetapi hasil pertemuan itu belum mengikat peserta konferensi. Oleh karena itu, Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo (periode pertama 1953-1955) sebagai delegasi mengusulkan penyelenggaraan konferensi lanjutan yang lebih luas (Taufik dan Lapian (ed.) 2012: 392).

Usulan itu terlaksana pada perhelatan Konferensi Asia Afrika pada 18-24 April 1955 di Bandung. Konferensi Asia Afrika (KAA) menjadi embrio dari gerakan yang menginisiasi anggota-anggota untuk berkomitmen tidak berpihak pada salah satu blok. Sikap demikian dinyatakan oleh negara anggota peserta konferensi. Setelah enam tahun penyelenggaraan KAA, penguatan gerakan antar negara dimulai lagi yang selanjutnya disebut Gerakan Non Blok (GNB atau Non-Aligned Movement, NAM). Antara KAA dan GNB memiliki keterkaitan yang tidak hanya dinyatakan sepihak oleh Indonesia, tetapi juga dinyatakan oleh Rikhi Jaipal (duta besar India di PBB) tahun 1961, Leo Mates (Yugoslavia) tahun 1969, dan Lazar Mojzov (mantan wakil menteri luar negeri Yugoslavia) tahun 1983 (Sabir 2005: 395).

Gerakan Non Blok terbentuk berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi Pertama (KTT I GNB) di Beograd (Yugoslavia) pada 1-6 September 1961. Sebelum konferensi ini diselenggarakan, terlebih dahulu dilangsungkan pertemuan di Kairo (Mesir) yang dihadiri oleh Josip Broz Tito (Yugoslavia), Sukarno (Indonesia), Gamal Abdul Nasser (Mesir), Jawaharlal Nehru (India) membahas tempat, agenda, dan komposisi peserta konferensi. Tempat konferensi yang disepakati adalah Beograd, sehingga KTT I juga disebut Konferensi Beograd yang dihadiri seluruh peserta sejumlah 25 negara (Poesponegoro dan Notosusanto 1984: 346, Sabri 2005: 411-412, Anonim 2017: 2, Tim Penyusun 1995: 381). Pemilihan waktu KTT I dihubungkan dengan menyongsong penyelenggaraan sidang umum PBB ke-16 pada akhir September 1961. Setiap negara secara sendiri atau bersama dapat menyampaikan dan memperjuangkan hasil keputusan konferensi di sidang umum PBB.

Sebagai gerakan bersama antar negara yang mengusung perdamaian dunia dibutuhkan kesinambungan. Hal ini diwujudkan melalui  penyelenggaraan KTT II GNB di Kairo pada 5-10 Oktober 1964 dengan jumlah peserta 56 negara. Konferensi serupa diselenggarakan secara berkala setiap tiga tahun. Indonesia mendapatkan kesempatan sebagai penyelenggara pada 1-6 September 1992. Pada saat itu, konstelasi politik dunia sedikit berubah karena Uni Soviet bubar tahun 1991 dan ditahun yang sama Pakta Warsawa juga berakhir.

Menilik pada bubarnya salah satu blok (Pakta Warsawa), nama Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement, NAM) memang tidak merujuk pada anggapan bahwa GNB sebagai kekuatan ketiga (sebagai blok ketiga) atau antitesis atas adanya dua blok. Penggagas terbentuknya gerakan ini tidak dimaksudkan untuk tujuan itu. Berdasarkan KTT I, semua tokoh yang hadir hanya menyerukan menjamin keamanan dan tidak menganjurkan pembentukan kekuatan ketiga. Tujuannya memberikan kontribusi positif untuk menciptakan perdamaian dan meredakan ketegangan internasional (Sabir 2005: 382). Gerakan Non Blok menentang kejahatan internasional dalam berbagai bentuk dan tetap memperjuangkan tatanan dunia yang lebih baik dalam banyak bidang, sehingga keberadaannya masih dipertahankan.

Penulis: Samidi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Abdullah, Taufik dan Lapian, A.B.  (ed.) (2012). Indonesia Dalam Arus Sejarah: Pascarevolusi. (Jilid 7). Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.

Anonim (2017). Guide Arsip Tematis Gerakan Non Blok. Jakarta: Direktorat Pengolahan Deputi Bidang Konservasi Arsip, Arsip Nasional Republik Indonesia.

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho (1984). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka

Sabir, M. (2005). "Gerakan Non Blok" dalam Sejarah Diplomasi Republik Indonesia (Buku III). Jakarta: Departemen Republik Indonesia.

Tim Penyusun (1995). 50 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Citra Media Persada