Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka adalah organisasi yang bergerak di bidang kepanduan terbesar di Indonesia. Didirikan pada tahun 1961, organisasi ini sejatinya berdiri di atas pilar-pilar historis organisasi kepanduan yang sebelumnya telah eksis di Indonesia pada masa kolonial hingga era kemerdekaan. Pada tahun 2020, Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (penggerak Pramuka di tingkat nasional) mencatat bahwa Pramuka memiliki sekitar 22 juta anggota (Pramuka.id). Sepanjang sejarahnya, Pramuka dikenal sebagai garda pemuda yang turut menyukseskan kebijakan negara, seraya menjadi ruang ekspresi yang bebas bagi para pesertanya (Semedi 2012: 2).
Sebelum Pramuka ditubuhkan, organisasi kepanduan telah eksis sejak masa kolonial Belanda. Organisasi kepanduan pertama yang dibentuk oleh pemerintah kolonial adalah Nederlansche Padvinders Organisatie (NPO) pada 1912 yang berubah nama menjadi Nederlansche Indische Padvniders Vereniging (NIPV) pada 1914. Kemudian, animo yang begitu tinggi juga disambut oleh KGPAA Mangkunegara VII yang mendirikan organisasi padvinder lainnya yaitu Javaansche Padvinder Organisatie (JPO) pada 1916. Sejak saat itu, organisasi kepanduan tumbuh subur, betapapun masih menginduk ke organisasi-organisasi dengan latar belakang sosial-politik tertentu. Kecenderungan kepanduan sebagai sayap dari organisasi politik atau sosial berlanjut bahkan hingga tahun 1950an. (Djojodibroto 2012: 76).
Bersamaan dengan menjamurnya organisasi kepanduan, muncul pula kesadaran kesatuan yang ingin dicapai melalui pendirian perhimpunan dari berbagai pandu. Pada tahun 1930, upaya ini diwujudkan dengan pendirian Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang satu tahun kemudian berubah nama menjadi Persatuan Antar Pandu Indonesia (PAPI). Pada tahun 1938, organisasi ini kembali mengalami perubahan nama menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI). Tak lama setelah itu, tepatnya pada zaman Jepang, kepanduan dilarang dan tenaga yang menghidupinya disalurkan pada organisasi-organisasi paramiliter.
Setelah kemerdekaan, upaya penyatuan ini terus berlanjut hingga pada tahun 1961 terdapat kebijakan Presiden Sukarno yang menetapkan bahwa Gerakan Pramuka adalah satu-satunya organisasi kepanduan yang diizinkan. Nama Pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana yang bermakna rakyat muda yang senang berkarya. Pada tanggal 14 Agustus 1961, Presiden Sukarno memberikan panji Pramuka kepada Ketua Kwartir Nasional sekaligus Bapak Pramuka Indonesia, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Selanjutnya, hari tersebut diperingati sebagai Hari Pramuka.
Setelah didirikan, aktivitas gerakan Pramuka bertumpu pada pembinaan anggota yang mengedepankan kegembiraan dan kebebasan pemuda tanpa melupakan tanggungjawab mereka pada masyarakat. Pada tahun pendiriannya, Ketua Kwartir Nasional Pramuka I, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, mencanangkan bahwa Pramuka harus turut serta dalam pembangunan desa. Hanya berselang lima tahun kemudian, Pramuka menyatakan kesediaan mendorong pencapaian pertanian dengan membentuk satuan karya (unit khusus pramuka) Taruna Bumi yang membina anggotanya di bidang pertanian. Menyusul setelah itu, pada tahun 1970, dibentuklah satuan karya lain yang membekali anggotanya dengan pengetahuan kebaharian dan kebhayangkaraan. (Kwarcab Malang, tt.: 27-28)
Gerakan Pramuka pula melaksanakan kegiatan-kegiatan selayaknya gerakan kepanduan lain di dunia seperti perkemahan dan jambore. Patut dijadikan catatan bahwa Gerakan Pramuka menginduk pada World Organization of Scout Movement (WOSM) atau Gerakan Kepanduan Dunia yang didirikan oleh bapak kepanduan dunia, Sir Lord Badden Powell. Pada tahun 1973, Gerakan Pramuka Indonesia untuk pertama kalinya mengadakan Jambore Nasional I di Cibubur, Jakarta. Pada momen yang sama, lokasi ini kemudian diresmikan sebagai Bumi Perkemahan Wiladatika Cibubur yang tanahnya disumbangkan oleh Presiden Soeharto yang kala itu juga berkedudukan sebagai ketua majelis pembina nasional Pramuka kala itu (Astutiningrum & Sherly tt.: 15-16.).
Anggota Gerakan Pramuka digolongkan berdasarkan usia, yaitu Pramuka Siaga (7-10 tahun), Penggalang (11-15 tahun), Penegak (16-20 tahun), dan Pandega (21-25 tahun). Di atas usia Pandega, seorang Pramuka akan dikategorikan sebagai anggota dewasa yang bertugas membina anggota muda. Secara umum, seluruh anggota Pramuka diikat oleh sumpah dan janji bernama Dwi Darma dan Dwi Satya (untuk Siaga) dan Dasa Dharma serta Tri Satya untuk golongan lain. Sejak pendiriannya, Pramuka selalu mengerahkan bala bantuan pada peristiwa bencana alam termasuk Tsunami Aceh pada tahun 2004. Peran besar organisasi ini kemudian mendorong dicanangkannya revitalisasi Gerakan Pramuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Pramuka 14 Agustus 2006.
Penulis: Satrio Dwicahyo
Instansi: Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.
Referensi
Astutiningrum & Sherly. Buku Lengkap Pramuka Khusus Siaga &
Penggalang. N.p.: LAKSANA, (n.d.).
Djojodibroto, Rahardjo Darmanto. Pandu ibuku: mengajarkan budi pekerti, membangun karakter
bangsa. Indonesia: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012.
Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Malang. Ensiklopedia Pramuka Penggalang: Buku Materi
Pramuka Penggalang. Malang: Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Malang, Tanpa Tahun Terbit.
Semedi, Pujo. “Di Sini Senang, Di Sana Senang: Melihat Pramuka Dari Perspektif Kaum Muda.” Jurnal Studi Pemuda 1, no. 1 (2012): 1–14.