Hollandsch Inlandsche School (HIS)
Sekolah Dasar Bumiputra atau Hollandsch Inlandsche School (HIS) merupakan sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak keturunan bumiputra di Hindia-Belanda agar dapat menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Kelas Satu, yakni sekolah yang juga digunakan oleh anak-anak keturunan Belanda. Seperti tertuang dalam Indische Staatsblaad No. 125, sejak 1893 sekolah dasar dibagi menjadi Sekolah Dasar Kelas Satu dan Sekolah Dasar Kelas Dua.
D. Foch, Menteri Urusan Jajahan, memiliki pandangan bahwa pendidikan adalah hal utama dari pelaksanaan Politik Etis. Oleh karena itu, ia memerintahkan I.E. Jasper untuk melakukan penyelidikan dan mengukur besaran kesempatan untuk dilaksanakannya pendidikan umum di Jawa dan Madura. Dari laporan yang berhasil disusunnya pada April 1906, I.E. Jasper berkesimpulan bahwa permintaan akan pendidikan di pedesaan terbilang lebih sedikit jika dibandingkan dengan di wilayah perkotaan. Desakan pembangunan sekolah-sekolah cenderung banyak berdatangan dari golongan bangsawan di perkotaan. Satu tahun kemudian, Gubernur Jenderal J.B. van Heutz bergerak untuk mengorganisir Sekolah Dasar Kelas Satu agar dapat disesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman. Kurikulum diubah dan mata pelajaran bahasa Belanda ditambahkan. Perubahan-perubahan tersebut merupakan embrio terbentuknya HIS pada 1914. Lama studi yang harus ditempuh murid-murid diperpanjang menjadi tujuh tahun dengan bahan ajar dan ijazah yang disamakan dengan Sekolah Dasar Eropa (Niel 2009:103).
Memasuki tahun 1914, HIS direorganisasi menjadi sekolah yang setara dengan Europeesche Lagere School (ELS), sekolah yang secara khusus diperuntukkan bagi anak-anak keturunan Eropa. Kebijakan ini diberlakukan untuk mempermudah lulusan HIS yang akan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekaligus menjadi sarana persiapan menuju lembaga pendidikan kejuruan selanjutnya. Sekolah ini banyak dimasuki oleh anak-anak pejabat dan golongan bangsawan bumiputra. Di antara anak-anak pejabat bumiputra dan anak dari keluarga bangsawan yang telah menyelesaikan pendidikannya di HIS, tercatat bahwa mereka berhasil melanjutkan pembelajarannya di MULO, kemudian Algemene Middelbare Scholl (AMS), bahkan hingga ke sekolah tinggi (Suhartono 1941:22).
Bila dibandingkan dengan Sekolah Dasar Kelas Dua, jam belajar di HIS lebih lama, mata pelajaran yang dipelajari lebih luas, dan guru-guru yang dipekerjakan memiliki kemampuan mengajar yang lebih baik. Di samping materi pendidikan yang telah disamakan dengan Sekolah Dasar Eropa, fasilitas penunjang yang memadai juga telah tersedia di sekolah ini, seperti perpustakaan dan tempat olah raga (Makmur 1993:77).
Penulis: Galih Adi Utama
Referensi:
Makmur, Djohan dkk. (1993). Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Penjajahan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Niel, Robert van. (2009). Munculnya Elit Modern Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
Suhartono. (1994). Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.