Ika Daigaku
Ika-Daigaku atau sebelumnya bernama Djakarta Ika-Daigaku adalah Sekolah Tabib Tinggi/Perguruan Tinggi Kedokteran Djakarta/Geneeskundige Hooge-School yang dibuka pada masa pendudukan Jepang. Tentang peraturan Djakarta Ika-Daigaku secara lengkap dituangkan dalam Maklumat Gunseikan No.5 tanggal 13 April 1943. Maklumat tersebut terbagi menjadi 9 bagian dan terurai dalam 39 pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang tujuan pembentukan Ika-Daigaku, yaitu untuk mengajarkan ilmu tabib, ilmu tabib gigi dan ilmu obat-obatan dengan semangat kesatuan Asia Timur Raya sehingga terbentuk jiwa pengabdian bagi masyarakat. Sekolah ini terdiri dari 3 bagian yaitu Daigaku-bu (bahagian pelajaran tertinggi), Sika Igaku Senmom-bu (bagian ilmu tabib gigi) dan Yakugaku Senmom-bu (bahagian ilmu obat-obatan).
Lama pendidikan di sekolah ini berbeda-beda. Untuk Daigaku-bu 5 tahun, sedangkan untuk Sika Igaku Senmom-bu dan Yakugaku Senmom-bu masing-masing 3 tahun. Maklumat ini menjelaskan tentang berbagai peraturan meliputi penentuan hari masuk dan libur sekolah, syarat mahasiswa baru, sistem pendidikan (termasuk ujian dan pemberian gelar), biaya sekolah, hukuman/sanksi serta kategori mahasiswa pendengar dan mahasiswa istimewa, di luar mahasiswa biasa. Mahasiswa pendengar adalah mahasiswa yang hanya ingin mendengarkan pelajaran di salah satu bagian di luar bidang studinya. Untuk mahasiswa seperti ini dikenakan biaya tambahan, tidak mengikuti ujian, serta harus mematuhi aturan di kelas yang diikutinya. Mahasiswa istimewa adalah mereka yang ingin menyelidiki hal-hal istimewa di bawah bimbingan guru besar masing-masing bagian. Mereka juga harus mematuhi aturan sekolah secara umum dan aturan masing-masing bagian yang diikuti (Asia Raya, Rabu 14 April 2603/1943).
Ika Daigaku juga menerima mahasiswa dari Geneeskundige Hoogeschool (GHS) dan Nederlands Indische Artsen School (NIAS), perguruan tinggi kedokteran masa Hindia Belanda. Untuk bekas mahasiswa GHS tahun pertama hingga tahun kelima, mereka masing-masing diterima dalam tingkat pertama hingga tingkat kelima. Mahasiswa yang berasal dari NIAS memiliki ketentuan yang berbeda, di mana mereka ditempatkan satu tingkat di bawah NIAS. Di samping menerima mahasiswa limpahan dari GHS dan NIAS, Ika Daigaku juga menerima mahasiswa yang berasal dari Sekolah Menengah Tinggi (SMT, sekolah setingkat AMS bentukan Jepang). Calon mahasiswa yang berasal dari SMT harus lolos ujian masuk sebelum diterima menjadi mahasiswa Ika Daigaku. Dengan sistem tersebut, maka pada masa pendudukan Jepang hanya ada satu sekolah tinggi kedokteran (Radiopoetro 1976: 147-148).
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Ika Daigaku diubah menjadi Perguruan Tinggi Kedokteran (PTK) Djakarta, dan tidak lama berhentu menyusul kekalahan Jepang. Di tengah kondisi keamanan yang belum stabil, sebagian PTK Djakarta kemudian dipindahkan ke Jawa Tengah beserta sebagian tenaga pengajarnya. Pada 4 Maret 1956 dibuka PTK cabang Surakarta, disusul pada 5 Maret 1946 pembukaan PTK cabang Klaten. PTK tersebut kemudian pindah ke Yogyakarta pada 11 Nopember 1949 dan menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (Radiopoetro 1976: 148).
Salah satu tokoh penting yang membidani terbentuknya Ika Daigaku adalah Prof. Dr. Asikin Widjajakoesoemah. Sebelum terlibat pada pembentukan Ika Daigaku, ia adalah direktur Rumah Sakit Militer Jakarta. Pada 7 Desember 1942, ia ditunjuk sebagai salah satu anggota Komisi Pendidikan untuk mengembangkan kurikulum pendidikan kedokteran, juga mempromosikan staf pengajar untuk menjadi dosen, asisten dosen, dan guru besar. Komite ini sangat penting selepas ditutupnya GHS dan NIAS untuk memperhatikan kelanjutan studi para mahasiswanya. Tugas Komite Pendidikan itu kemudian menghasilkan pendirian Djakarta Ika Daigaku (Nieuwsgier, Selasa 14 September 1954).
Penulis: Insiwi Febriary Setiasih
Instansi: Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.
Referensi
Asia Raya, Rabu 14 April 2603/1943
Nieuwsgier, Selasa 14 September 1954
Radiopoetro, “Sejarah Pendidikan Dokter di Indonesia”, Journal of The Medical Sciences, Jilid VIII No. 4 Desember 1976, hlm. 142-150