Lapangan Ikada
Lapangan Ikada berada di tengah-tengah kota Jakarta. Letaknya di Lapangan Merdeka, pojok timur kawasan Monumen Nasional (Monas). Pada masa VOC, lapangan tersebut dikenal dengan nama Buffelveld (lapangan kerbau). Oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels lapangan ini diberi nama Champs de Mars pada 1809 karena bertepatan dengan ditaklukkannya negeri Belanda di Eropa oleh Napoleon Bonaparte. Lapangan tersebut digunakan untuk latihan militer dengan tujuan bersiap-siap menghadapi serangan Inggris (Heuken 2008). Namun, Jan Willem Janssens, pengganti Daendels, tidak dapat mempertahankan Batavia dari serangan Inggris. Batavia akhirnya dikuasai oleh Inggris di bawah Thomas Stamford Raffles.
Setelah Raffles tidak lagi berkuasa dan Belanda kembali berkuasa, lapangan tersebut pada 1818 diberi nama Koningsplein atau Lapangan Raja (Akihary 1990: 12). Di kalangan penduduk bumiputra, lapangan itu disebut Lapangan Gambir dan sejak 1921 di lapangan itu diselenggarakan Pasar Gambir (Heuken 2008: 68). Di wilayah sekitar lapangan tersebut oleh pemerintah Hindia-Belanda dibangun fasilitas olah raga seperti atletik dan lapangan-lapangan sepak bola. Lapangan sepakbola tersebut dimiliki oleh berbagai klub sepak bola di Batavia.
Pada masa Pendudukan Jepang (periode 1942-1945), nama Koningsplein tidak terlalu populer di kalangan penduduk lokal karena pemerintah pendudukan Jepang melarang semua penamaan yang berhubungan dengan bahasa Belanda. Oleh karena itu, penduduk lebih mengenalnya sebagai Lapangan Ikada. Ikada merupakan singkatan dari Ikatan Atletik Djakarta. Lapangan itu memiliki fungsi seperti pada masa Hindia-Belanda, yaitu sebagai lapangan terbuka untuk berolah raga (Amin 1993: 207). Sukarno kemudian mengganti nama lapangan tersebut menjadi Lapangan Medan Merdeka.
Lapangan Ikada merupakan salah satu tempat bersejarah. Pada 15 September 1945 para pemuda yang bermarkas di Menteng 31 Jakarta dan pelajar serta mahasiswa di Prapatan 10 Jakarta menggagas suatu aksi massa dalam bentuk rapat raksasa yang akan diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat di Jakarta dan sekitarnya. Tujuan rapat raksasa itu adalah untuk memperlihatkan bahwa Republik Indonesia yang telah memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 telah merdeka dan berdaulat sesuai syarat-syarat hukum internasional. Mereka sepakat membentuk panitia yang dikenal dengan nama Comite van Actie dan berencana menyelenggarakan rapat raksasa pada 17 September 1945 (Asiarto 1994:39).
Pada 18 September 1945, Mr. Ahmad Subarjo yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri mengadakan pertemuan dengan para wartawan. Dalam pertemuan itu hadir juga para pemuda, pelajar, dan mahasiswa. Ahmad Subarjo menjelaskan mengapa pemerintah menolak rencana rapat raksasa dengan alasan akan terjadi bentrokan bersenjata dan pertumpahan darah dengan pihak Jepang. Pihak panitia bersikeras akan menyelenggarakannya pada 19 September 1945. Kabinet pun bersidang membahas hal tersebut (Asiarto 1994: 42).
Setelah menunggu sidang Kabinet yang bersidang hingga pukul 4 pagi dan diteruskan pada pukul 10 pagi tanggal 19 September, dan belum mengambil keputusan, rakyat dari Jakarta dan sekitarnya membanjiri Lapangan Ikada. Akhirnya sidang Kabinet yang diteruskan di rumah Sukarno memutuskan rapat raksasa tetap berlangsung. Sukarno dan Hatta akan menghadiri rapat tersebut. Rakyat yang telah menunggu selama berjam-jam akhirnya mendengarkan pidato Sukarno sekitar lima menit. Isi pidato Sukarno meminta rakyat supaya tetap tenang, meminta kepercayaan rakyat kepada pemerintah untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan. Sukarno juga meminta supaya rakyat pulang ke rumah masing-masing. Dengan diakhiri seruan salam ‘Merdeka’, rakyat membubarkan diri dengan tertib (Asiarto 1994: 43-45).
Penulis: Achmad Sunjayadi
Instansi: Universitas Indonesia
Editor: Dr. Restu Gunawan, M.Hum
Referensi
Akihary, Huib. 1990. Architectuur & Stedebouw in Indonesië 1870-1970. Zutphen: Walburg Press.
Amin, Jusna M. 1993. Jakarta’s Monas Park through the ages. Ekistics, 60 (360), 204-214.
Asiarto, Luthfi dan Tjahjopurnomo. 1994. Museum dan Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Heuken, Adolf. 2008. Medan Merdeka-Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.