Lapangan Udara Kemayoran
Lapangan Udara Kemayoran dibangun pada 1934 oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pembangunan selesai dan diresmikan pada 8 Juli 1940. Sejak diresmikan, Lapangan Udara Kemayoran berada di bawah pengelolaan Knonklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappy (KNILM). Dua hari sebelum peresmian, percobaan landasan dilakukan dan Pesawat DC-3 milik KNILM yang terbang dari Lapangan Udara Tjililitan (sekarang Bandara Halik Perdana Kusuma). Pesawat DC-3 milik KNILM menjadi pesawat pertama yang mendarat di Lapangan Udara Kemayoran. Pada 9 Juli 1940, Pesawat DC-3 terbang ke Australia, menandai penerbangan resemi pertama dari Lapangan Udara Kemayoran setelah diresmikan
Di Lapangan Udara Kemayoran juga pernah terselenggara Airshow pertama di Hindia-Belanda. Pelaksanaan Airshow bersamaan dengan hari ulang tahun Ratu Belanda pada 31 Agustus 1940. Dalam Airshow digelar pameran pesawat-pesawat milik KNILM serta pesawat pribadi milik anggota Aeroclub di Batavia. Ketika masuk masa Perang Pasifik, Lapangan Udara Kemayoran merupakan salah satu yang diincar Jepang untuk ditutup dalam rangka karena menutup akses ke Indonesia. Hingga akhirnya, pada 9 Februari 1942, Jepang pun melancarkan serangan dan beberapa pesawat yang ada di Lapangan Udara harus diungsikan ke Australia
Pada masa Pendudukan Jepang di Hindia-Belanda (1942-1945), Lapangan Udara Kemayoran dipenuhi pesawat-pesawat tempur milik Jepang. Pesawat tempur milik Jepang yang pertama mendarat adalah Mitsubishi A6M2 Zeke. Ketika Jepang menyerah pada sekutu, Lapangan Udara Kemayoran pun menjadi tempat mendaratnya pesawat-pesawat milik Tentara Sekutu, seperti pesawat Supermarine Spitfire, B-25 Mitchell, P-51 Mustang, DC-4/C-54 Skymaster, DC-6, Boeing 377 Stratocruiser, dan Lockheed Constelation.
Memasuki masa kemerdekaan, Lapangan Udara Kemayoran berada di bawah pengelolaan Djawatan Penerbangan Sipil Indonesia. Pada medio 1962-1964, pengelolaan berada di bawah BUMN yang bernama Perusahaan Negara Angkasa Pura Kemayoran. Pada masa Orde Baru, Lapangan Udara Kemayoran memiliki frekuensi penerbangan yang ramai, hingga mencapai 100.000 pesawat setiap tahunnya. Pada 10 Januari 1974, sebagian jadwal penerbangan di Lapangan Udara Kemayoran dialihkan ke Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma. Namun frekuensi penerbangan terus bertambah dan pemerintah Orde Baru pun menyiapkan lapangan udara baru di daerah Cengkareng (kini Bandara Sukarno-Hatta).
Setelah Bandara Sukarno-Hatta selesai dan diresmikan menjadi lapangan udara utama Indonesia pada 1 April 1985, Lapangan Udara Kemayoran sudah resmi ditutup. Setelah itu, pengelolaan lapangan udara diserahkan pada BPKK (Badan Pengelola Kompleks Kemayoran), berdasarkan Kepres No. 53 tahun 1985 juncto Kepres no. 73 tahun 1999.
Perlu disampaikan bahwa di lapangan udara ini juga terdapat relief beton modern pertama di Indonesia yang dibuat oleh para seniman Indonesia seperti Sindoesoedarsono, Soedjojono, Harijadi Sumodidjojo, dan Surono pada tahun 1957. Pembangunan relief yang menggambarkan kehidupan sehari-hari orang Indonesia dilakukan atas permintaan Presiden Sukarno (Yanti 2020, 75).
Penulis: Gani Ahmad Jaelani
Instansi: Universitas Padjadjarana
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si
Referensi
Sekretaris Negara, “Sejarah Awal Bandara Kamayoran” https://www.setneg-ppkk.co.id/profil/sejarah diakses pada 10 Juni 2022.
Matanasi, Petrik (2018) “Lapangan Udara Kemayoran, Bandara Internasional Pertama Indonesia”, Tirto, https://tirto.id/lapangan-udara-kemayoran-bandara-internasional-pertama-indonesia-b5cl diakses pada 10 Juni 2022.
Yanti, Julia Dwi (2020) “Narasi Simbolik Relief ‘Manusia Indonesia’ Karya Sudjono di Eks Bandara Kemayoran, Jakarta Pusat”, Journal of Contemporary Indonesian Art, Vol. 6 No. 2, pp. 69-72.