Negara Integralistik
Gagasan negara integralistik (Integralistic Staatsidee) merupakan sebuah gagasan tentang bentuk negara yang dikemukakan Soepomo. Menurut Soepomo negara integralistik adalah bentuk negara yang sesuai dengan Indonesia karena dapat mewujudkan suatu kesatuan yang organik antara pemimpin dan rakyatnya. Di samping itu, negara integralistik juga diyakini mencerminkan kepentingan rakyat serta berada di atas kepentingan partai-partai politik.
Soepomo berasal dari lingkungan bangsawan Kasunanan Surakarta. Ia menempuh pendidikan tinggi di sekolah tinggi hukum Belanda di Batavia dan di Leiden, Belanda. Soepomo terpengaruh oleh pemikiran ahli hukum adat, Cornelis van Vollenhoven. Sekembalinya ke Indonesia, ia berkarier di berbagai bidang yang berkaitan dengan hukum. Pada masa pendudukan Jepang, ia diangkat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang bertugas menyusun bentuk dan falsafah negara.
Soepomo diberi kesempatan untuk menyampaikan pikiran-pikirannya pada sidang BPUPKI hari keempat pada tanggal 31 Mei 1945. Dalam sidang itulah ia menyampaikan tiga teori dasar mengenai negara. Teori pertama, negara individualistis, didasarkan pada ide-ide filsuf John Locke, J.J. Rousseau dan Harold Laski. Teori kedua, negara kelas, dilandaskan pada gagasan para pemikir komunis seperti Karl Marx, Friederich Engels, dan Vladimir Lenin. Teori ketiga, negara integralistik, disandarkan pada ide para pemikir seperti Baruch Spinoza, Adam Muller dan Georg W.F. Hegel.
Soepomo menolak individualisme dan liberalisme ala Eropa Barat karena memproduksi imperialisme dan penindasan. Ada dua gagasan yang menurutnya sesuai dengan bangsa Timur, yakni prinsip persatuan pemimpin dan rakyat dan prinsip kesatuan negara. Soepomo mendapatkan inspirasi dari model struktur negara di luar negeri, khususnya Nazi Jerman dan Kekaisaran Jepang. Menurutnya, kedua struktur negara asing tersebut sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia. Ia melihat Jerman sebagai negara di mana rakyat dan pemimpinnya bersatu di bawah sistem integralistik atau totaliter yang mereka terapkan. Kekhasan struktur negara Jepang terletak pada gagasan tentang asas kekeluargaan, yang menurutnya sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia (Supomo dalam Feith & Castles [ed.] 1970: 189).
Soepomo menilai bahwa kombinasi kedua jenis struktur negara ini akan cocok dengan Indonesia. Bagi Soepomo, pada masyarakat Indonesia senantiasa ada persatuan antara dua alam, seperti kawulo-gusti, dunia lahir dan batin, makrokosmos dan mikrokosmos, serta rakyat dan pemimpinnya. Ini selaras dengan dua gagasannya tentang struktur negara, yakni negara organik dan asas kekeluargaan. Tugas individu adalah untuk membangun persatuan dan harmoni sementara negara bertugas untuk menjamin keadilan bagi warganya. Bagi Soepomo, dalam struktur yang integralistik negara dan individu adalah satu kesatuan dan mereka saling menjaga harmoni serta tidak berkonflik satu sama lainnya (Supomo dalam Feith & Castles [ed.] 1970: 190-191).
Soepomo melihat bahwa asas kekeluargaan serupa dengan asas di dalam sebuah keluarga, di mana sistem yang berjalan bercorak paternalistik dengan ayah sebagai sosok utama yang memerintah rumah tangga dengan kebijakan dan perkataannya. Mengingat negara dan individu adalah satu kesatuan di dalam konsep integralistik ini, maka kepentingan-kepentingan negara dianggap selaras dengan kepentingan-kepentingan individu. Negara adalah pihak menjadi sumber hukum yang sah karena negara, dalam tindakan-tindakannya, mencerminkan semangat rakyat (Butt & Lindsey, 2012; Poesponegoro & Notosusanto [ed.] 2019: 123).
Bagaimanapun, gagasan negara integralistik yang diutarakan Soepomo tidak diterima oleh sidang BPUPKI. Sidang tersebut kemudian memilih ide bahwa Indonesia merupakan negara hukum (Rechtsstaat) (Butt & Lindsey, 2012).
Penulis: Muhammad Yuanda Zara
Instansi: Universitas Negeri Yogyakarta
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.
Referensi
Butt, Simon & Tim Lindsey (2012). The Constitution of Indonesia: A Contextual Analysis. Oxford: Hart.
Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.) (2019). Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia (±1942-1998). Jakarta: Balai Pustaka.
Supomo, ‘An Integralistic State (1945)’ dalam: Herb Feith & Lance Castles (ed.) (1970). Indonesian Political Thinking 1945-1965. Ithaca, NY: Cornell University Press.