Oetoesan Ra’iat
Oetoesan Ra’iat adalah sebuah surat kabar menyuarakan pandangan kaum komunis yang dikemas dalam format Islam dan pergerakan kemerdekaan. Surat kabar ini terbit dan beredar di Langsa sejak 1 Januari tahun 1923 (Surjomihardjo 2002: 89). Surat kabar berbahasa Melayu ini terbit tiga kali dalam sebulan, diterbitkan oleh sebuah perusahaan bumiputra bernama Peroesahaan Samoedera (Rahzen 2007: 208).
Latar belakang didirikannya surat kabar ini adalah untuk memudahkan masyarakat Langsa mendapatkan informasi. Dalam maklumat nomor pertamanya dituliskan: “jang lahir dari, oleh, oentoek ra’iat kecil. Koempulan dari orang-orang jang saling menjoembang oentoek mendirikan soerat kabar ini djadilah namanja Oetoesan Ra’iat". Sebagai surat kabar yang bercita-cita Indonesia Merdeka, slogannya ini ialah “Choeth’bah Merdeka” (Rahzen 2007: 209).
Pendirinya, Abdoelxarim M.S, dikenal sebagai salah seorang pemimpin Komunis Sumatra. Ia yang bernama asli Abdoe’l Karim Moehammad Soetan adalah “seorang Minangkabau yang tumbuh di Aceh dan Sumatra Timur,” tulis Anthony Reid (2005). Dia adalah seorang “the commander of the PKI in Sumatra”, tulis Takao Fusayama (2010). Pada tahun 1924, dia menjadi pemimpin PKI di Langsa dan kemudian menjadi komisioner CC-PKI untuk Sumatra (Horton 2012). Parada Harahap (1926), sejawatnya dalam pers pergerakan, dengan agak hiperbolik mengebut Xarim sebagai “... seorang Communisten sedjati".
Secara terbuka dalam maklumatnya pada edisi pertama Oetoesan Ra’iat, Abdulxarim memaklumkan kalau surat kabar ini menyerukan hal-hal yang berkaitan dengan agama dan pergerakan. "Dikemas lewat format dakwah bermedium tulis, Oetoesan Ra’iat menghadirkan nuansa baru membangkitkan gairah-gairah pergerakan lewat surat kabar" (Rahzen 2007: 209).
Melihat latar belakang Abdulxarim sebagai tokoh pergerakan nasional yang berideologi komunis, pendekatan ini terbilang aneh tetapi sekaligus unik. Xarim menerapkan pendekatan ini supaya surat kabarnya berterima di kalangan pembaca "guna menyesuaikan dengan lingkungan sosial masyarakat Aceh yang memiliki karakter keislaman yang kuat dan taat" (Rahman 2019: 79-80).
Namun, secara umum Oetoesan Ra'iat memuat berita tentang aktivitas perjuangan dan keadaan di Aceh. Berita-berita dan artikelnya meliputi ekonomi, sosial, politik, agama dan pertanian. Surat kabar empat halaman ini juga memberi ruang cukup untuk iklan, pemimpinnya menyadari tanpa pemasukan dari iklan akan sulit baginya bertahan.
Mulai Januari 1923 terjadi persekutuan antara Oetoesan Ra’iat dengan Sinar-Zaman, Medan. Disepakati bahwa surat kabar tersebut tetap bernama Oetoesan Ra’iat, tetapi Sinar-Zaman mendapatkan ruang khusus dalam Oetoesan Ra’iat. Maka tepat pada edisi Th. I No. 4 muncul format baru di mana Sinar-Zaman sepaket dengan Oetoesan Ra’iat. Rahazen (2007: 209-10) menyebut bahwa dalam format baru ini "tujuan Oetoesan Ra’iat tetap tidak berubah, tetap setia di jalur pergerakan. Justru masuknya Sinar-Zaman kian memperkaya amunisi tulisan Oetoesan Ra’iat. Koran Sinar Zaman dikhususkan untuk kabar pergerakan di luar negeri. Tujuannya, berita-berita itu bisa menjadi suplemen bagi aktivis-aktivis pengemudi pergerakan di tanah air."
Pada awal-awal penerbitannya, Oetoesan Ra’iat tersebar ke beberapa daerah di luar Langsa melalui agen-agen. Beberapa agennya adalah Mas Soemosoediro (Medan), M. Sjarif (Padang), dan E.M. Rasjidi (Tenggarong) (Rahzen 2007: 208) Di Aceh, selain Langsa yang menjadi pusat penerbitan surat kabar ini, hanya ada kota Lhokseumawe yang memiliki agen. Namun pada bulan kedua penerbitannya, agen di wilayah Aceh sudah bertambah, yakni di Koetaradja (dikelola oleh Hassan) dan Beurun-Sigli (dikelola oleh Kimin Ch). Pada bulan keempat, Oetoesan Ra’iat memiliki agen di Idi yang dikelola oleh Muhammad Ali.
Menjelang akhir tahun 1923, suratkabar terlihat kepayahan mempertahankan eksistensinya. Penerbitannya berakhir pada 27 Oktober 1923 terbit Edisi Th. I No. Mengaso. Pada edisi hari itu diumumkan keputusan tidak terbit lagi itu. “Hari ini telah diambil ketetapan, bahwa terbitnja Oetoesan Ra’iat dihentikan sementara. Dimaaloemkan.” Ada beberapa alasan yang menjadi sebab kematian koran ini. Manajemen yang kurang rapi dan banyak pelanggan tidak membayar uang langganan adalah sebagian dari penyebab utamanya (Rahzen 2007: 210).
Penulis: Dedi Arsa
Instansi: IAIN Bukittinggi
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan
Referensi
Fusayama, Takao, 2010. A Japanese Memoir of Sumatra, 1945-1946: Love and Hatred in the Liberation War, Jakarta: Equinox.
Harahap, Parada, 1926. Dari Pantai ke Pantai Jilid II: Perdjalanan ke-Soematra, Weltevreden: Bintang Hindia.
Horton, William Bradley, 2012. "The Political Work of Abdoe’lxarim M.S. in Colonial and Japanese Occupied Indonesia (1930s-1940s)”.Waseda Studies in Social Science, Vol. 12, No. 3 (Maret), hal. 36-57.
Rahman, Aulia, 2019. “Abdul Xarim, Propaganda, dan Masuknya Komunisme di Aceh pada Tahun 1920-an”, Seuneubok Lada: Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 6 (1), hal. 74-81.
Rahzen, Taufik (ed.), 2007. 1907-2007 Seabad Pers Kebangsaan, Jakarta: I:Boekoe.
Reid, Anthony, 2005. An Indonesian Frontier: Acehnese and Other Histories of Sumatra, Singapura: Singapore University Press.
Surjomihardjo, Abdurrachman dkk., 2002. Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, Jakarta: Kompas.