Indonesia Merdeka

From Ensiklopedia

Indonesia Merdeka  adalah media Perhimpunan Indonesia (PI) yang mulai terbit pada Maret 1924. Keberadaan media berikut lembaga tersebut bisa dilacak pada 1908 dengan berdirinya Indische Vereeniging, satu organisasi pergerakan untuk memajukan kepentingan bersama orang-orang Indonesia (Indiers) di negeri Belanda dan membina hubungan Hindia-Belanda. Dengan Hindia Poetra sebagai medianya, Indische Vereeniging semakin aktif dalam dunia politik dan, pada 1922, berubah menjadi Indonesische Vereeniging, dengan tujuan yang juga  bergeser ke arah menciptakan suatu pemerintahan yang merdeka untuk Indonesia yang hanya bertanggung jawab pada bangsa Indonesia. Dalam kondisi perubahan di atas, Indonesia Merdeka lahir menggantikan Hindia Poetra, dengan mengusujg tema kemerdekaan Indonesia. Pada Februari 1925 organisasi tersebut kembali mengubah namanya dengan menanggalkan nama Belanda menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) (Suryadinata 2010: 161).

Indonesia Merdeka sejak awal menghadirkan tulisan dengan narasi yang khas dan mudah diidentifikasi sebagai diilhami  tokoh-tokoh PI, yang dengan berani menyatakan bahwa mereka membawa aspirasi penduduk pribumi yang berjuang melawan kolonialisme ras kulit putih Belanda (Het Volk: Dagblad voor de Arbeiderspartij, 13 Juni 1927). Tokoh-tokoh PI, yang sebagian besar mahasiswa, antara lain adalah Mohammad Hatta, Raden Ali Sastroamidjojo, Raden Mas Abdoel Madjed, Djojo Adhiningrat dan Mohamad Nazir Datoek Pamontjak. Mereka sempat dituduh melakukan penghasutan melalui publikasi Indonesia Merdeka. Kasus tersebut terus berlanjut dan berujung di pengadilan Belanda (Suriname: Kolonial Nieuws-en Advertentieblad, 27 April 1928).

Publikasi Indonesia Merdeka pada pengantar salinan pertama dari volume IV (yang diterbitkan bulan Februari 1926) menyatakan bahwa rakyat Indonesia hanya memiliki satu pertahanan sejati, yaitu pertahanan sebagai bangsa yang diserang dan ditaklukkan, pertahanan revolusi bersenjata melawan dominasi Belanda. Selain itu, sejarah menunjukkan bahwa pembebasan umat manusia hanya terletak pada penghancuran ideologi Barat yang telah membawa begitu banyak duka di seluruh bumi. Editor Indonesia Merdeka juga meloloskan artikel yang menjelaskan bahwa bagi para cendekiawan Indonesia (yang menuntut ilmu di Belanda) tidak ragu tentang masa depan tanah air Indonesia. Demi kemerdekaannya mereka akan mengorbankan harta dan nyawa. Para penulis Indonesia Merdeka hanya memiliki cita-cita untuk membebaskan diri dari penjajahan Belanda (Het Volk: Dagblad voor de Arbeiderspartij, 13 Juni 1927).

Empat artikel yang dimuat dalam Indonesia Merdeka (edisi bulan Maret-April 1927) dinilai memprovokasi tindakan subversif yang mengarah pada kekerasan. Hal tersebut termaktub dalam surat panggilan yang dilayangkan kepada beberapa anggota PI, antara lain Gerritsen sebagai pencetak publikasi, Han Tiauw Kio (mahasiswa), dan Ir. Tan Sin Hok. Selain itu terdapat saksi ahli, yaitu Mr. Koot (sekretaris Departemen Luar Negeri) (Het Nieuws van Den Dag Voor Nederlands-Indie, 20 Februari 1928). Melalui Indonesia Merdeka, PI memotivasi masyarakat di Hindia-Belanda dan para intelektual dengan menawarkan perspektif yang lebih maju sebagai entitas bangsa (Aglemeen Handelsblad, 26 Mei 1929). Organisasi yang pertama kali menggunakan kata Indonesia tersebut secara tidak langsung telah menjadi ujung tombak dalam perjuangan nasional Indonesia (Suryadinata 2010: 161).

Penulis: Siska Nurazizah Lestari
Instansi: IKIP PGRI Wates, DIY
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A


Referensi

De Leidsche inval Het streven van de Perhimpoenan Indonesla. Het Volk: Dagblad voor de Arbeiderspartij, 13 Juni 1927.

De Zaak van de Indische Studenten in Holland, Het Nieuws van Den Dag voor Nederlandsch-Indië, 20 Februari 1928.

Liga En Perhimpoenan. De Wisselwerking, Welke de Aandacht Verdient. Algemeen Handelsblad, 26 Mei 1929.

Opruiïng in de Indonesia Merdeka. (Vervolg) Het Pleidooi van Mr. J. E. W. Duys. Dalam Suriname: Koloniaal Nieuws-en Advertentieblad, 27 April 1928.

Suryadinata, Leo. (2010). Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia: Sebuah Bunga Rampai, 1965-2008. Jakarta: Kompas.