Panglima Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad)

From Ensiklopedia

Pangkostrad merupakan jabatan tertinggi pemegang komando cadangan utama yang menyelenggarakan pembinaan kesiapan opersional dari seluruh kekuatan operasional cadangan Angkatan Darat yang tidak atau belum dialokasikan kepada komando-komando utama operasional bidang pertahanan dan keamanan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat ini berada di bawah Panglima Angkatan Darat. Masa jabatan Pangkostrad adalah 2 (dua) tahun.

Latar pembentukan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) yaitu pascapelaksanaan misi operasi pembebasan Irian Barat yang mengindikasikan bahwa tugas dari  Korra I Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad) harus dibubarkan. Seluruh prajurit Tri Kora Kembali ke Jakarta pascapenyelesaian misi. Irian Barat kemudian masuk menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada Maret 1963. Melalui Operasi Wisnu Murti, operasi lanjutan di Irian Barat tetap dilaksanakan sebagai bentuk penguatan integrasi dan konsolidasi. Pada beberapa bulan kemudian, Korra I/Caduad dilebur menjadi Kostrad berdasar pada Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor 178/2/1963. Hal itu dilatarbelakangi pertimbangan bahwa perlu ada pasukan cadangan strategis dengan tugas pokok melaksanakan operasi militer baik secara mandiri maupun menjadi bagian dalam operasi gabungan untuk mempertahankan NKRI. Dalam surat keputusan itu, ditunjuk pula Mayor Jenderal (Mayjen) TNI  Soeharto sebagai Panglima Kostrad (Pangkostrad) pertama terhitung 1 Mei 1963 berdasar pada Surat Keputusan Menteri Panglima Angkatan Darat (Meng/Pangad) Nomor 654/6/1963 (Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat 1981: 279).

Pada Peristiwa Gestapu, Pangkostrad terlibat dalam mengondusifkan situasi kekacauan yang terjadi di seluruh di Indonesia. Istana Negara mulai diduduki pasukan-pasukan pemberontak, sehingga ada kekhawatiran mengenai keselamatan Presiden Sukarno. Dalam kekacauan itu, beberapa panglima tinggi TNI diculik oleh pasukan pemberontak, termasuk Jenderal TNI Ahmad Yani. Pada saat itu, berbagai media seperti Radio Republik Indonesia (RRI) juga telah digunakan oleh Letnan Kolonel Untung untuk mendemisionerkan Kabinet Dwikora dan mengumumkan keberadaan Dewan Revolusi. Dalam situasi kekacauan yang luar biasa tersebut, Mayor Jenderal Suharto sebagai Panglima Kostrad saat itu mengambil alih kendali Angkatan Darat dengan dukungan organisasi-organisasi sayap kanan (Latif 2013: 361). Operasi gabungan yang terdiri atas Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), KKO, dan Yon 328/Kujang II/ Siliwangi, itu berhasil mendeteksi petunjuk-petunjuk penculikan Jenderal Ahmad Yani dan beberapa panglima tinggi TNI dan menemukan lokasi pembuangan jenazah para jenderal tersebut (Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat 1981: 219-210). Sementara itu, untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap usaha-usaha kegiatan gerilya politik pascaperistiwa Gerakan 30 September, Pangkostrad juga melakukan penertiban atas senjata-senjata liar.

Pangkostrad memiliki tugas pokok membina kesiapan operasional jajaran komandonya dan menyelenggarakan operasi-operasi pertahanan keamanan tingkat strategis, baik secara mandiri maupun bagian dari suatu Komando Gabungan Strategis yang lebih tinggi. Pangkostrad melaksanakan fungsi organik militer baik intelijen, yaitu untuk operasi dan latihan, pembinaan personel, logistik, dan teritorial, maupun fungsi organik pembinaan dalam perencanaan, pengendalian, dan pengawasan (Karya Wirajanti, 13 Juli 1964: 35-36).

Secara politis, jabatan Pangkostrad dapat disejajarkan dengan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) (Pusat Data dan Analisa Tempo 2019: 58). Namun secara protokoler, Pangkostrad memiliki jabatan penting di Angkatan Darat. Pangkostrad membawahi pasukan-pasukan terpilih, termasuk pasukan pemukul strategis pusat, sehingga ruang lingkup kewenangannya dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia. Hal itu berarti Pangkostrad memiliki komando operasi di seluruh wilayah Indonesia jika dibutuhkan. Pasukan Kostrad diambil dari Kodam atau jajaran komando Angkatan Darat lainnya, bahkan anggota pasukan Kostrad bisa merupakan siswa calon tamtama dan bintara yang dianggap berprestasi baik (Pusat Data dan Analisa Tempo 2019: 81-82).

Penulis: Noor Naelil Masruroh
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A

Referensi

“Aspek2 Konsepsi Pertahanan/Keamanan dan Operasi Organisasi dan Pendidikan daripada Masalah Pembangunan Angkatan Darat.” Karya Wirajanti, 13 (Juli), 1964: 13-39.

Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat (1981). Sejarah TNI-AD 1945-1973 Jilid XVIII: Riwayat Hidup Singkat Pimpinan Tenatara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Bandung.

Latif, Yudi (2013). Genealogi Inteligensia: Pengetahuan & Kekuasaan Inteligensia Muslim Indonesia Abad XX. Jakarta: Kencana.

Pusat Data dan Analisa Tempo (2019). Melihat Proses Alih Generasi Pergantian Panglima TNI Era 1990an. Jakarta: Tempo.