Partai Arab Indonesia (PAI)
Partai Arab Indonesia (PAI) adalah ekspresi dan sekaligus sarana gerakan politik kelompok peranakan Arab di Indonesia. Semula, saat didirikan pada 1934, PAI adalah kepanjangan dari Persatuan Arab Indonesia. Tiga tahun berselang, pada 1937, melalui rapat umum di Semarang, PAI berubah menjadi Partai Arab Indonesia (Suratmin, Kwartanada 2014: 72-73). Gerakan ini berdiri atas dasar kesadaran golongan Arab peranakan yang memilih atau menyatakan Indonesia sebagai tanah air mereka. Pendirian PAI dicetuskan dan dikembangkan oleh A.R. Baswedan, sosok revolusioner dari keturunan Arab yang memiliki cita-cita mempersatukan orang-orang Arab di Indonesia.
Puncak dari gagasan pemuda Arab soal nasionalisme ini adalah berlangsungnya Konferensi Peranakan Arab Indonesia di Semarang pada 3-5 Oktober 1934. Agenda ini diprakarsai oleh A.R. Baswedan dan Nuh Al-Kaff, jurnalis yang bekerja di Matahari dan Pewarta Arab. Selain itu ada pula Hoesin Bafagieh dan A. Miskati dari Zaman Baroe yang juga berperan aktif dalam konferensi. Konferensi tersebut melahirkan Sumpah Pemuda Arab yang berisi tiga pernyataan sikap, yaitu tanah air peranakan Arab adalah Indonesia, peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri), dan peranakan Arab harus memenuhi kewajibannya terhadap tanah air dan bangsa Indonesia (Suratmin, Kwartanada, 2014: 89-91).
Perkumpulan ini dalam Anggaran Dasarnya berasaskan Islam dengan pengakuan tanah air Indonesia. PAI menjadi perkumpulan Arab pertama yang menegaskan asas tersebut, sehingga membuat pengikutnya tidak hanya berasal dari umat Muslim saja tetapi juga dari kalangan nasionalis. PAI disebut sebagai perkumpulan beragama, meski tidak fokus pada kegiatan dakwah, seperti termaktub dalam Anggaran Rumah Tangga PAI “menyiarkan agama Islam atau membantu segala usaha dan memerangi sebisa-bisanya hal-hal yang bertentangan dengan pengajaran dan larangan Islam”.
Maksud dan tujuan PAI adalah pertama, memperbaiki keadaan dan kedudukan Arab peranakan khususnya serta bangsa Arab umumnya yang ada di Indonesia dalam hal sosial, pendidikan, ekonomi dan politik sepanjang diperkenankan oleh agama dan undang-undang negeri. Kedua, merapatkan perhubungan antara Arab peranakan khususnya dan bangsa Arab umumnya, satu sama lain, juga dengan bangsa Indonesia ataupun dengan lain-lain bangsa penduduk negeri ini yang ada faedah perhubungan itu bagi pergaulan hidup bersama-sama (Baswedan 1939: 14).
Meski diinisiasi oleh Arab peranakan, partai ini terbuka untuk umum. PAI berkembang pesat pada 1941, tercatat ada 45 cabang berkembang dengan cepat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan hampir seluruh kota di Indonesia yang ada komunitas Arabnya yang berdiri di Jawa maupun luar Jawa. Ketika pendudukan Jepang, sama seperti partai politik lainnya, PAI dibekukan (Zuhdi dan Nursam, 174-175 dan Suratmin, Kwartanada, 2014: 106).
Pada tahun 1939 dan 1940, PAI dalam pentas politik nasional ikut masuk menjadi anggota GAPI (Gabungan Politik Indonesia), yang memayungi partai-partai dan organisasi-organisasi politik. Selain itu PAI juga diterima MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang merupakan federasi dari seluruh partai dan perkumpulan Islam. Dengan demikian, PAI bukan hanya sekedar menggemakan kepada orang-orang keturunan Arab agar sepenuhnya menjadi bagian dari Indonesia, melainkan juga turut serta dalam mendorong lahirnya kemerdekaan bangsa Indonesia (Algadri 1996: 174).
Dengan lahirnya PAI, kaum peranakan Arab berangsur-angsur bersatu. Mereka dipersatukan oleh keyakinan baru sebagai putra-putri Indonesia, keluar dari isolasi berpikir dan ruang gerak yang telah berlangsung lama di lingkungan mereka sendiri. Dalam waktu singkat PAI jadi populer, hampir semua harian dan majalah nasional kerap mempropagandakan PAI dipandang gerakan yang progresif (Hakiem 2021: 40).
Berdirinya PAI ini menunjukkan dengan jelas sebuah pengakuan tentang identitas nasionalisme orang-orang keturunan Arab yang memandang Indonesia sebagai tanah airnya. PAI berjasa besar melahirkan kesadaran Indonesia sebagai tanah air Arab. Sejarah mencatat pendirian PAI mempunyai dampak besar bagi komunitas Arab di Indonesia. Para tokoh-tokohnya terlibat aktif dalam pemerintahan dan masyarakat Indonesia (Algadri 1996: 213). Persatuan Arab Indonesia memiliki cita-cita yang sama dengan rakyat Indonesia pada umumnya, yakni keinginan menuju Indonesia merdeka.
Penulisan: Akhmad Yusuf
Referensi
Algadri, Hamid. Islam dan Keturunan Arab: dalam pemberontakan melawan Belanda. Indonesia: Penerbit Mizan, 1996.
Amaruli, Rabith Jihan., Maulany, Nazala Noor., dan Sulistiyono, Singgih Tri. Sumpah Pemuda Arab, 1934: Pergulatan Identitas Orang Arab-Hadrami di Indonesia, Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 3 , No. 2, 2018, h. 121-132.
Baswedan, A. R. (1934). Catatan Tentang: Soempah Pemoeda Indonesia Ketoeroenan Arab. Nasional Press: Surabaya.
Baswedan, A. R. Debat di Skeleiling PAI. I, cetakan pertama, 1939.
Berg, L.W.C. van den (2010). Orang Arab di Nusantara, terjemahan Rahayu Hidayat. Jakarta: Komunitas Bambu.
Cipta, Samudra Eka. Suatu Tinjauan Historis Kebangkitan Diaspora Keturunan Arab di Indonesia, Jurnal Syntax Transformation, Vol. 1 No. 5, Juli 2020.
Hakiem, Lukman. A.R. Baswedan, saya Muslim saya nasionalis: kumpulan karangan dan percikan pemikiran. Indonesia: Pustaka Al-Kautsar, 2021.
Jonge, Huub de dan Nico Kaptein (2002). “The Arab Presence in Southeast Asia: Some Introductory Remarks”, dalam Jonge, Huub de dan Nico Kaptein (Eds). Transcending Borders: Arabs, Politics, Trade, and Islam in Southeast Asia. Leiden: KITLV Press.
Jonge, Huub de., Mencari Identitas: Orang Arab Hadhrami di Indonesia (1900-1950). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2019.
Mandal, Sumit K.. Becoming Arab: Creole Histories and Modern Identity in the Malay World. Britania Raya: Cambridge University Press, 2018.
Mobini-Kesheh, Natalie. The Hadrami Awakening: Community and Identity in the Netherlands East Indies, 1900–1942. Amerika Serikat: Cornell University Press, 2018.
Noer, Deliar (1980). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.
Suratmin dan Didi Kwartanada (2014). Biografi A.R. Baswedan: Membangun Bangsa Merajut Keindonesiaan. Jakarta: Kompas.
Zuhdi, Susanto., dan Nursam. ed. Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, Nation Information, Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.