Politieke Inlichtingen Dienst (PID)
Pada 6 Mei 1916 Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda membentuk Politieke Inlichtingen Dienst atau Dinas Intelijen Politik (DIP). Selain bertugas mengamati kemungkinan ancaman dari luar negeri sebagai dampak global dari meletusnya Perang Dunia I, pembentukan DIP juga bertujuan untuk mengamati pergerakan organisasi-organisasi bumiputra yang berpotensi mengobarkan aktivitas revolusioner di Hindia-Belanda (Akbar 2013: 4). Langkah tersebut ditempuh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda tersebab dunia pelayaran terganggu selama Perang Dunia I, yang berimbas langsung terhadap terhambatnya komunikasi dengan negara induk. Di tengah kekacauan ini, partai-partai politik di Hindia-Belanda bentukan kaum terpelajar yang berhaluan antikolonialisme mulai memperlihatkan potensi aktivitas revolusioner yang dipicu oleh revolusi yang terjadi di Rusia (Ricklefs 2016:261; Kurniawati 2015:23). Seperti tersurat dalam Bataviaasch Nieuwsblad, DIP di Semarang telah mengawasi pergerakan Semaun—Presiden Sarekat Islam Semarang, yang tengah sibuk dengan agenda politiknya memasuki kawasan perkampungan dan menyerukan tentang keuntungan Revolusi Rusia (Bataviaasch Nieuwsblad, 20-06-1917).
Jawatan ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung W. Muurling (mantan Kapten Staf Umum KNIL) yang bekerja sama dengan Gubernur Jenderal, dan beroperasi di luar jalur hierarki pemerintahan daerah. Kantor DIP didirikan di kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, serta Batavia dan membawahi agen mata-mata yang tersebar di seluruh Hindia-Belanda, terutama daerah-daerah yang disinyalir kuat menjadi basis kegiatan politik radikal. Himpunan informasi yang didapatkan dari agen-agen tersebut kemudian digunakan sebagai dasar Jaksa Agung memimpin kepolisian secara efektif (Bloembergen 2011: 219). Untuk mewujudkan gagasan tersebut, Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda tidak tanggung-tanggung mengalokasikan NLG 40.000 untuk biaya personil dan pengeluaran rahasia (Nederlandsch-Indie, 19-08-1916).
Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum mendukung sepenuhnya pembentukan DIP karena minimnya informasi yang dapat diperoleh Pemerintah Kolonial mengenai kondisi masyarakat Hindia-Belanda selama periode kritis ini. Kepada Menteri Pleyte—Menteri Koloni, Gubernur Jenderal menyampaikan bahwa “Untuk semua urusan, saya tidak mendapatkan informasi memadai, juga tentang yang sebenarnya terjadi dalam dunia bumiputra kita hanya tahun sepersepuluhnya saja” (Bloembergen 2011: 219).
Pada bulan April 1919 DIP dibubarkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda seiring kekhawatiran datangnya ancaman dari luar negeri semakin berkurang dan komunikasi dengan negara induk kembali membaik. Sebagai kelanjutan kebijakan pemeliharaan keamanan, pada tahun ini pula reorganisasi kepolisian dilakukan. Reorganisasi Kepolisian tahun 1919 bertujuan untuk memperluas kendali pemerintah atas aparatur pemelihara keamanan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan pada tahun-tahun sebelumnya. Empat hal penting yang termaktub dalam Reorganisasi Kepolisian 1919 ialah, pertama, Jaksa Agung memimpin dan memiliki kendali penuh atas kepolisian; kedua, pembentukan polisi lapangan (veldpolitie); ketiga, pengembangan dinas reserse umum (algemene recherchedienst) dan reserse wilayah keresidenan (gewestelijke recherche); dan keempat, mengupayakan profesionalisasi kepolisian melalui pendidikan dan pelatihan (Bloembergen 2011: 205).
Penulis: Galih Adi Utama
Referensi
Nederlandsch-Indie, 19-08-1916.
Bataviaasch Nieuwsblad, 20-06-1917.
Bloembergen, Marieke. 2011. Polisi Zaman Hindia-Belanda: Dari Kepedulian dan Ketakutan. Jakarta: Kompas.
Kurniawati, Atik Fajar, dkk. 2015. “Politieke Inlichtingen Dienst (PID) Pada Masa Pemerintahan Hindia-Belanda Tahun 1916-1942”, dalam Jurnal Candi, Vol. 10, No. 2, hlm. 16-33.
Ricklefs, M.C. 2016. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.