Proyek Mercusuar
Politik Mercusuar adalah kebijakan politik Sukarno pada 1960an yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai mercusuar dari negara-negara baru merdeka di dunia (New Emerging Forces). Melalui kebijakan ini, Sukarno ingin menjadikan Indonesia sebagai poros yang dapat menerangi jalan New Emerging Forces (NEFO) dan menjadikan Indonesia setara dengan negara-negara maju yang memiliki landmark. Proyek ini disebut sebagai Proyek Mercusuar untuk mempersiapkan penyelenggaraan GANEFO (Games of the New Emerging Forces) sebagai tandingan Olimpiade dan Asian Games 1962 (Kompas). Mimpi Sukarno pun terwujud dengan berdirinya berbagai bangunan-bangunan megah yang sarat akan romantisme revolusi Indonesia seperti Monumen Nasional (Monas), Kompleks Asian Games di Senayan, Jembatan Semanggi, Pusat Perbelanjaan Sarinah, Masjid Istiqlal, Patung Selamat Datang, Monumen Pembebasan Irian Barat, dan lainnya (Yulianti, 2021:54).
Politik Mercusuar bertujuan untuk menjadikan Jakarta dan Indonesia sebagai mercusuar yang akan menerangi negara-negara NEFO. Politik Mercusuar juga menjadi jembatan untuk mengemukakan gagasan penggalangan kekuatan dari negara-negara yang baru merdeka, negara yang masih memperjuangkan kemerdekaan, negara-negara sosialis, dan negara-negara berkembang yang tergabung di dalam NEFO. Melalui Politik Mercusuar ini pula lah keinginan Sukarno akan hal-hal berbau simbolik dapat terakomodasi. Ketika ia berambisi untuk menjadi pemimpin NEFO, maka kebutuhan untuk dihargai dapat terpenuhi dengan munculnya Indonesia sebagai kekuatan yang disegani di kawasan da panggung internasional. Dengan Politik Mercusuar ini pula, mimpi Sukarno untuk membuat proyek-proyek spektakuler akan terwujud. Pembangunan ini menunjukkan daya saing Indonesia dengan negara-negara lain dan semakin membuat posisi Indonesia di dunia internasional dapat diperhitungkan (Silaban dkk, 2018:347).
Asian Games 1962 adalah jalan untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah negara besar yang mampu menyelenggarakan turnamen olahraga terbesar se-Asia tersebut. Ada dua motivasi yang mendorong Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962. Motivasi pertama adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata internasional. Kedua, meningkatkan prestasi olahraga yang dapat mengharumkan nama Indonesia. Kedua hal tersebut merupaka bagian dari pembangunan karakter nasional yang selalu diutarakan oleh Sukarno dengan meningkatkan pembangunan mental, spiritual, sarana dan prasarana, serta prestasi olahraga di Indonesia. Dengan meningkatnya prestasi dan kemajuan olahraga Indonesia maka dapat mewujudkan solidaritas nasional, kebanggaan, stabilitas, dan persatuan serta kesatuan bangsa Indonesia (Rahayu, 2018:44).
Penyelenggaraa Asian Games 1962 ini sejalan dengan Politik Mercusuar Sukarno yang menginginkan pembangunan besar-besaran. Untuk mempersiapkan turnamen tersebut, dibangun beberapa fasilitas penunjang yang cukup pentig seperti pembangunan Hotel Indonesia, pelebara Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman, pembangunan Jembatan Semanggi, pembangunan Kompleks Istana Olahraga (Istora) Senayan termasuk Stadion Gelora Bung Karno. Sukarno menganggap bahwa bangunan-bangunan tersebut merupakan esensi dari kepercayaan diri dan kebanggaan sebuah bangsa. Ia menganggap pembangunan tersebut adalah sebuah kebutuhan untuk membuat kagum bangsa-bangsa lain terhadap Indonesia (Fakih, 2005:52).
Salah satu bangunan atau lebih tepatnya fasilitas yang layak dijadikan sebagai simbol yang mewakili hasrat Politik Mercusuar Sukarno adalah Stadion Utama Gelora Bung Karno. Selain menggunakan namanya sendiri, Sukarno juga memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan stadion ini. Sebagai seorang arsitek, ia menginginkan agar stadion tersebut menjadi yang terbesar, termegah, dan terbaik diantara stadion-stadion milik bangsa-bangsa lainnya. Sukarno sendiri yang menentukan desain struktur atap stadion yag disebut sebagai “temu gelang”. Ide itu ia dapatkan setelah melakukan berbagai kunjungan kenegaraan beberapa tahun sebelumnya (Poesponegoro, 2008:532).
Pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno juga dimaksudkan sebagai sarana nation building dan kebutuhan Politik Mercusuar Sukarno. Dalam pidatonya saat pemasangan tiang pertama untuk stadion, Sukarno mengatakan bahwa olahraga adalah salah satu unsur dari nation building tersebut. Olahraga hanya mengenal satu nilai dari diri manusia, yaitu prestasi tanpa memandang suku, warna kulit, agama, dan lainnya. Ia juga berharap bahwa pembangunan ini dapat menjadika Indonesia negara besar yang dihormati di dunia (Ardhiati, 2005:200).
Penulis : Satrio priyo utomo
Referensi
Adrymarthanino, V. (2021, 10 05). Proyek Mercusuar Sukarno. Retrieved Juni 09, 2022, from Kompas.com: https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/05/080000579/proyek-mercusuar-Sukarno?page=all
Ardhiati, Y. (2005). Bung Karno Sang Arsitek. Depok: Komunitas Bambu.
Farabi, F. (2005). Membayangkan Ibukota Di Bawah Sukarno. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Poesponegoro, M. D. (2009). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Rahayu, A. (2018). Olahraga Demi Mengangkat Nama Bangsa: Indonesia Tuan rumah Asian games 1962. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Silaban, N. W., Nainggolan, J. L., & Pane, I. F. (2018). Kajian Pengaruh Kekuasaan Pemerintah Era Poskolonial Terhadap Arsitektur di Medan. Koridor Vol. 09 No. 02, 345-353.
Yulianti, N. R., Isawati, & Pelu, M. (2021). Pengaruh Asian Games IV tahun 1962 Terhadap Hubungan Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin. Jurnal Candi Vol. 21 No. 1 Tahun XII, 51-68.