Pulau Buru

From Ensiklopedia

Pulau Buru merupakan salah satu pulau besar yang terletak di kepulauan Maluku. Pulau-pulau yang bertetangga dengannya adalah Manipa, Seram dan Ambon di sebelah timur; Pulau Obi, Sulabesi, Mangole dan Yaliabu di sebelah utara; Pulau Buton dan wilayah laut Sulawesi Tenggara di sebelah barat ; serta pulau Penyu, Luciara, Weter, Ambelau dan Laut Banda di sebelah selatan (Krisnadi 2000: 14). Sebelumya, Pulau Buru merupakan wilayah Kecamatan di bawah Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah. Namun, sejak adanya pemekaran wilayah di masa reformasi, Pulau Buru berdiri sendiri menjadi Kabupaten. Saat ini Pulau Buru terbagi menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Buru dan Buru Selatan.

Pulau Buru penting dalam sejarah Indonesia karena menjadi kamp pembuangan Orde Baru bagi 12 ribuan orang yang dianggap terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI), dalam kurun waktu tahun 1969 hingga 1979. Pembuangan tahanan politik (tapol) ke Pulau Buru dimulai dengan didatangkannya 850 tapol golongan B dari berbagai Rumah Tahanan Chusus (RTC) di Jawa ke lokasi yang disebut sebagai Tempat Pemanfaatan Buru (Tefaat Buru), sebagai pelaksanaan proyek Instalasi Rehabilitasi Buru (Inrehab Buru) yang berada di bawah kekuasaan Badan Pelaksanaan Resettlement Buru (Bapreru) (Demokrasno 2006: xvi).

Oleh pemerintah Orde Baru, Pulau Buru dipilih sebagai lokasi pembuangan para Tapol dengan tiga alasan. Pertama, Pulau Buru terletak jauh dari iklim politik Jakarta. Kedua, untuk meringankan beban pemerintah di bidang keuangan karena Pulau Buru relatif subur ini dianggap mampu memberikan harapan kesejahteraan dan kemandirian para Tapol tanpa bergantung pada keuangan Negara. Ketiga, Pada bulan Febuari dan Maret 1969 pemerintah telah mengirim sebuah tim survey dengan hasil yang mendukung pelaksanaan Resettlement Buru (Marsudi 1971: 19).

Rombongan Tapol pertama berangkat pada 17 Agustus 1969 dan rombongan terakhir di Pulau Buru dibebaskan pada bulan November 1979 setelah sepuluh tahun tahun menjadi tahanan politik orde baru (Demokrasno 2006: 132). Sastrawan besar Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu dari ribuan narapidana yang dipenjara di Pulau Buru. Selama masa pengasingannya tersebut, Pramoedya menghasilkan sejumlah karya monumental, seperti Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), Rumah Kaca (1988) dan Nyanyi Seorang Bisu I (1995) dan II (1996).

Tetralogi Bumi Manusia merupakan salah satu karya Pramoedya Ananta Toer yang mendapatkan apresiasi dari dunia Internasional dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa. Sementara nyanyian seorang bisu I dan II merupakan kumpulan catatan, essai dan surat yang ditulis oleh Pramoedya di dalam Penjara yang secara detail meenceritakan bagaimana keseharian, perasaan dan juga kegelisahan yang dialami Pramoedya selama dalam penjara pulau Buru. Kumpulan catatan, essai dan surat yang berceceran ini berhasil dikumpulkan kemudian diterbitkan untuk pertama kali di Belanda dengan judul Lied van een Stomme pada tahun 1988-1989. Edisi bahasa Indonesia baru kemudian diterbitkan pada tahun 1995 sebagai kenang-kenangan ulangtahun Pramoedya yang ke 70. Pulau Buru menjadi salah satu situs ingatan (lieux de mémoire), konsep yang dikenalkan oleh Pierre Nora, sebuah situs dimana memori mengkristal dan rasa kesinambungan dengan sisa masa lalu hadir (Nora 1989: 7).

Tidak sedikit survivor tapol Pulau Buru yang menulis memoar mengenai pengalaman mereka selama menjalani masa tahanan, di antaranya Hersri Setiawan, Memoir Pulau Buru (2004), Kresno Saroso, Dari Salemba ke Pulau Buru (2002), Djoko Sri Moeljono, Pembuangan Pulau Buru: dari Barter ke Hukum Pasar (2017), Soeharsojo Goenito, Tiada Jalan Bertabur Bunga: Memoar Pulau Buru dalam Sketsa (2016), dan Mars Noersmono, Bertahan Hidup di Pulau Buru (2017).

Penulis: Eka Ningtyas
Instansi: Universitas Negeri Yogyakarta
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si


Referensi

A. Gumelar Demokrasno. Dari Kalong Sampai Pulau Buru. Yogyakarta: Pusat Sejarah dan Etika Politik Universitas Sanata Dharma, 2006.

Djamal Marsudi. Laporan Pertama Dari Pulau Buru. Djakarta: P.T. Intibuku Utama, 1971.

Djoko Sri Moeljono. Pembangunan Pulau Buru: Dari Barter Ke Hukum Pasar. Bandung: Ultimus, 2017.

Gregorius Soeharsojo Goenito. Tiada Jalan Bertabut Bunga: Memoar Pulau Buru Dalam Sketsa. Yogyakarta: INSISTPress, 2017.

Hersri Setiawan. Diburu Di Pulau Buru. Yogyakarta: Galang Press, 2006.

———. Memoar Pulau Buru. Magelang: Indonesiatera, 2004.

I.G. Krisnadi. Tahanan Politik Pulau Buru (1969-1979). Jakarta: LP3ES, 2000.

Kresno Saroso. Dari Salemba Ke Pulau Buru: Memoar Seorang Tapol Orde Baru. Jakarta: Pustaka Utan Kayu, 2002.

Mars Noersmono. Bertahan Hidup Di Pulau Buru. Bandung: Ultimus, 2017.

Nora, Pierre. ‘Between Memory and History: Les Lieux de Mémoire’. Representations, no. Special Issue: Memory and Counter Memory (No. 26): 7–24.

Pramoedya Ananta Toer. Nyanyi Sunyi Seorang Bisu: Catatan-Catatan Dari P. Buru. Jakarta: Lentera, 1995.

———. The Mute’s Soliloquy: A Memoir. Translated by Willem Samuels. New York: Penguin Books, 2000.