Raad van Indië (Dewan Hindia)
Raad van Indië atau Dewan Hindia adalah badan dewan tinggi yang merupakan komponen dalam penentuan kebijakan yang berkenaan dengan urusan-urusan Hindia bersama dengan Gubernur-Jenderal. Dibentuk pada 1610, Raad van Indië merupakan dewan beranggotakan orang Belanda yang pada dasarnya juga berperan sebagai badan pengawasan dan pembatasan terhadap kekuasaan Gubernur-Jenderal. Pada masa kolonial, Raad van Indië lebih banyak berperan sebagai penasihat bagi Gubernur-Jenderal Hindia Belanda.
Meskipun dengan keberhasilannya mengalahkan Portugis di Ambon, VOC masih jauh dari keberhasilan untuk membentuk sebuah monopoli rempah-rempah di kepulauan Nusantara. Oleh karena itu, langkah yang lebih strategis kemudian diambil. Untuk menguatkan kedudukannya, VOC membentuk jabatan Gubernur-Jenderal pada 1610. Kemudian, untuk mencegah kemungkinan Gubernur-Jenderal berkuasa secara lalim dan korup, maka Raad van Indië juga dibentuk sebagai dewan pengawas dan penasihat. Meskipun Heeren XVII tetap memegang kontrol utama atas VOC dengan kuasa untuk menunjuk Gubernur-Jenderal yang wajib membuat laporan tahunan kepada mereka, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa sejak 1610, aktivitas VOC di Asia dipegang penuh oleh keputusan Gubernur-Jenderal dan Raad van Indië (Ricklefs 2001: 32)
Anggota dewan Raad van Indië terdiri atas lima orang yang mencakup Gubernur-Jenderal sebagai salah satu anggotanya. Namun begitu, dari waktu ke waktu, kemudian diangkat beberapa orang yang menjabat sebagai anggota luar biasa. Raad van Indie pada masa awal dibentuknya memiliki posisi pemerintahan yang sejajar dengan Gubernur-Jenderal. Dalam pemerintahan Hindia, posisi Gubernur-Jenderal adalah kepala pemerintahan, sedangkan Raad van Indie memiliki kapasitas sebagai badan ko-pemerintah yang berkoordinasi dengan Gubernur-Jenderal. Namun, pada praktiknya, Gubernur-Jenderal jauh lebih banyak berperan dalam pengambilan kebijakan, dan dalam kasus terjadinya konflik pandangan antara Gubernur-Jenderal dengan Raad van Indie, Gubernur-Jenderal sering kali lebih banyak mendapat dukungan dari otoritas tertinggi di Belanda (Angelino 1931: 8-9).
Setelah VOC mengalami kebangkrutan pada akhir abad ke-18, Kerajaan Belanda kemudian mengambil alih wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh VOC. Posisi Gubernur-Jenderal kemudian juga dipilih oleh Raja Belanda. Bersama dengan itu, keanggotaan Raad van Indië juga dipilih oleh Kerajaan Belanda. Pada tahun 1818, beberapa aturan tambahan kemudian diterapkan, seperti aturan yang mensyaratkan kewarganegaraan Belanda bagi seluruh anggotanya yang dibuktikan dengan catatan sipil, serta aturan yang melarang adanya hubungan keluarga antara satu anggota dengan anggota lainnya (Taylor 2009: 117-118).
Pada tahun-tahun awal Masa Kolonial, Gubernur-Jenderal dan Raad van Indië memiliki posisi yang sejajar sebagai penyelenggara pemerintahan Hindia di bawah supervisi Raja Belanda. Namun, pada tahun 1836, periode awal pemberlakuan Sistem Tanam Paksa, Raad van Indie diturunkan statusnya menjadi badan penasihat di bawah Gubernur-Jenderal. Hal ini untuk mencegah munculnya oposisi terhadap Gubernur-Jenderal sebagai agen eksekutif Sistem Tanam Paksa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak itu pemerintahan Hindia Belanda secara de facto dipegang penuh oleh Gubernur-Jenderal (Klaveren 1983: 131).
Posisi Raad van Indië sebagai badan penasihat Gubernur-Jenderal bertahan hingga tahun 1854. Pada 1848, revisi terhadap Konstitusi Hindia Belanda tahun 1836 berlangsung. Konstitusi Hindia Belanda atau Regeringsreglement berlaku pada 1854 mengubah kebijakan terkait hak-hak fundamental para penduduk, seperti kesetaraan bahwa orang-orang Belanda yang menetap di wilayah koloni merupakan subjek dari hukum-hukum dan peraturan yang berlaku di negara induk. Dalam revisi ini pula posisi Raad van Indie dikembalikan, dalam beberapa kapasitas, ke posisi semula sebelum tahun 1836, yakni sebagai badan ko-pemerintah yang mengharuskan Gubernur-Jenderal berkoordinasi dengan Raad van Indie yang akan memberikan rekomendasi dalam pengambilan kebijakan mayor (Angelino 1931: 48-49).
Posisi Raad van Indie sebagai badan ko-pemerintah bersama Gubernur-Jenderal kemudian bertahan hingga memasuki abad ke-20. Pada tahun 1918, Volkraad atau Dewan Rakyat menggelar pertemuan pertamanya. Pada awalnya, Volksraad merupakan badan penasihat tanpa kekuatan legislatif. Akan tetapi, pada 1925, dengan diberlakukannya pengganti Regeringsreglement 1854, yakni Indies Staatsinrichting, posisi Volksraad kemudian dinaikkan menjadi badan dengan kekuatan legislatif terbatas dalam urusan-urusan Hindia Belanda. Perubahan ini membuat posisi Raad van Indië turun kembali menjadi badan penasihat Gubernur-Jenderal. Kemudian, pada 1930, jumlah anggota Raad van Indie juga dinaikkan menjadi enam orang, dengan penambahan dua anggota orang Indonesia (Angelino 1931: 414). Raad van Indie kemudian menjadi nonaktif pada Masa Penjajahan Jepang dan kemudian dibubarkan (Aziz 1955: 154).
Penulis: Satrio Dwicahyo
Instansi: Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.
Referensi
A. D. A de Kat Angelino. Colonial Policy, Volume II: The Dutch East Indies. The Hague: Martinus Nijhoff, 1931.
J. J. Klaveren. The Dutch Colonial System in the East Indies. New York: Springer, 1983
Jean Gelman Taylor. The Social World of Batavia: Europeans and Eurasians in Colonial Indonesia. Madison, WI: The University of Wisconsin Press, 2009.
M. A. Aziz. Japan’s Colonialism and Indonesia. The Hague: Martinus Eijhoff, 1955.
M.C. Ricklefs. A History of Modern Indonesia Since c.1200. London: Palgrave, 2001.