Radio Republik Indonesia (RRI)

From Ensiklopedia

Siaran radio pertama kali di Hindia-Belanda mulai mengudara pada 1911. Siaran tersebut ditransmisikan melalui fasilitas radio komunikasi angkatan laut Belanda yang mulai mengudara di wilayah Sabang, Sumatera. Radio tersebut menjadi portal informasi di Selat Malaka, karena tempat tersebut merupakan salah satu jalur laut tersibuk pada masa itu.

Radio lebih banyak dipergunakan untuk tujuan militer hingga akhir Perang Dunia I. Seiring dengan semakin longgarnya pembatasan masa perang, pada tahun 1925 penyiar amatir mendirikan Batavia Radio Society yang menjadi pelopor lahirnya stasiun radio swasta. Transmisi radio gelombang pendek secara reguler dari Belanda mulai menyebarluas ke wilayah koloni Hindia-Belanda sejak tahun 1927 (Krishna 2006: 81). Pada tahun 1934, jaringan radio baru dikelola secara resmi di beberapa kota besar Hindia-Belanda, dan hanya menyiarkan program berbahasa Belanda. Komunitas radio tersebut bernama Nederlandsch-lndische Radio Omroep Maatschappij (NIROM) yang diberi izin oleh pemerintah untuk mendanai operasi di seluruh Jawa dengan penarikan retribusi radio melalui pos dan kantor telegraf. Pada periode 1933-1936, terdapat enam perusahaan swasta yang terbentuk berkaitan dengan penyiaran radio yang memunculkan program berbahasa Indonesia untuk pertama kalinya.

Meskipun dimiliki dan dikelola oleh swasta, operasional radio-radio tersebut pada 1937 mendapat subsidi dari pemerintah kolonial. Tahun tersebut juga lahir jaringan radio pertama yang dikelola oleh orang-orang pribumi dan dikenal dengan Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) yang terbatas menyiarkan seputar budaya atau sosial (Krishna 2006: 81).

Guna menertibkan pengelolaan, pada 1938 radio-radio tersebut digabung menjadi Asosiasi Radio Timur yang secara langsung mengalami sensor dalam beberapa konten siaran, tetapi tidak dikendalikan oleh pemerintah. Sebelum masuknya Jepang ke Indonesia pada 1942, Belanda berusaha menghancurkan semua fasilitas penyiaran saat mereka mundur, tetapi pihak militer Jepang banyak menemukan peralatan radio yang dimiliki Belanda masih dalam keadaan utuh ataupun kondisi perangkat mudah diperbaiki (Krishna 2006: 81). Namun, kurangnya personel yang dimiliki Jepang menyebabkan direkrutnya orang Indonesia untuk dilatih dan ditempatkan menjadi staf penyiaran di berbagai stasiun radio tersebut (Henderson 1970: 340). Dengan demikian, setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 para pemuda dengan mudah berhasil merebut Stasiun Radio Hoso Kyoku dan menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan. Guna menyebarluaskan informasi setelah Indonesia merdeka, pemerintah membangun stasiun radio dengan nama Radio Republik Indonesia (RRI) pada tanggal 11 September 1945 (Talsya 1990: 464). Terdapat beberapa cabang utama RRI yaitu RRI studio Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya dan Malang, yang sebelumnya dikuasai Jepang (Dianasari 2021: 4). Pengaturan terkait operasional RRI ditempatkan di bawah Departemen Penerangan pada April 1946. RRI memainkan peran utama dalam menjaga bangsa dan masyarakat dengan menyebarluaskan informasi perjuangan kemerdekaan Indonesia (Krishna 2006: 82).

Pada saat Belanda mencoba merebut kembali Indonesia dengan membangun ulang jaringan radio resmi dan semua stasiun yang dimiliki Indonesia, RRI tetap beroperasi dengan berusaha membongkar dan memindahkan stasiun radio ke daerah di luar jangkauan kontrol Belanda. Pada saat Belanda menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia (1950), RRI menjadi komponen semi otonom dari Departemen Penerangan dan diberi tanggung jawab untuk mengarahkan semua penyiaran dalam dan luar negeri. Pada tahun 1962, siaran televisi Indonesia diresmikan dengan dibukanya satu stasiun televisi di Jakarta. Nama RRI kemudian diubah menjadi Djawatan Radio dan Televisi Republik Indonesia, atau biasa disebut dengan RRI/TV (Henderson 1970: 340).

Penulis: Siska Nurazizah Lestari
Instansi: IKIP PGRI Wates, DIY
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A


Referensi

Dianasari, Rinafika, (2021) RRI Yogyakarta Masa Pendudukan Belanda hingga Masa Revolusi. Karanganyar: Yayasan Lembaga Gumun Indonesia.

Henderson, J. W. (1970) & American University (Washington, D. C. ). (1970). Foreign Area Studies. Area handbook for Indonesia. U.S. Government Printing Office.

Krishna, S., & David, T. H. (2006). Media, Culture and Politics in Indonesia. Jakarta: Equinox Publishing.

Talsya, T. A., (1990). Modal Perjuangan Kemerdekaan (Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1945-1949). Banda Aceh: Lembaga Sejarah Aceh.