Romusha
Romusha secara harafiah berarti seorang pekerja atau buruh kasar (Kurasawa 2015: 131). Romusha pada dasarnya merujuk kepada tenaga kerja yang dimoblisasi secara paksa selama masa pemerintah militer Jepang di Indonesia untuk melakukan berbagai pekerjaan kasar guna mendukung keberhasilan perang Jepang. Kemunculan romusha berawal dari adanya kebutuhan pemerintah militer Jepang akan tenaga kerja dalam jumlah besar yang dapat dimobilisasi untuk melancarkan berbagai kegiatan produksi dan membangun berbagai sarana dan prasarana pendukung perang.
Romusha oleh pemerintah militer Jepang dipusatkan di Jawa, karena kepadatan penduduknya dipandang menyediakan sumber daya yang terpenting (Kurasawa 2015: 132). Keikutsertaan sebagai romusha pada awalnya bersifat sukarela. Mereka kebanyakan adalah para pengangguran yang mencari kerja. Gelombang pertama rombongan romusha dilepas dengan upacara kebesaran, tetapi tidak dengan rombongan berikutnya. Situasi perang yang semakin berkobar menyebabkan kebutuhan akan tenaga romusha semakin meningkat. Jepang tidak lagi mengandalkan tenaga sukarelawan, tetapi memerintahkan para kepada desa untuk menyediakan warganya guna menjalankan tugas itu (Oktorino 2016: 245). Setiap keluarga kemudian diwajibkan menyerahkan satu anggota keluarganya untuk menjadi romusha (Suwarno 1999: 14). Bahkan pasukan Jepang melakukan razia dan mengambil siapa pun yang tertangkap di jalan untuk memperkuat barisan romusha (Oktorino 2016: 245).
Romusha yang berhasil dimobilisasi kemudian dipekerjakan di berbagai proyek pemerintah militer Jepang. Mereka dikirim ke berbagai tempat sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pekerjaan yang dilakukan antara lain berkaitan dengan pembangunan infrastruktur, lapangan terbang, benteng pantai, lubang perlindungan, parit perlindungan, dan pabrik amunisi, yang semuanya merupakan pekerjaan kasar dan berat (Kurasawa 2015: 156). Mereka juga dipekerjakan untuk membangun prasarana perang seperti kubu-kubu pertahanan dan gudang senjata, serta di pabrik-pabrik seperti pabrik garam dan pabrik kayu dan pekerjaan lainnya (Suwarno 1999: 47-8).
Para romusha tidak hanya dipekerjakan di daerah-daerah di Jawa, tetapi juga di luar Jawa dan luar Indonesia, seperti Sumatera, Sulawesi, Borneo, Papua Nugini, Birma, Muangthai, Vietnam, dan Malaya (Poesponegoro dan Notosusanto 2008: 65). Para romusha juga dikirim ke Siam, Filipina, dan Kepulauan Solomon. Diperkirakan sekitar 160.000 hingga 200.000 orang romusha Indonesia dikirim ke luar negeri selama masa perang (Oktorino 2016: 245).
Selama berada di tempat kerja, romusha diperlakukan secara buruk. Banyak di antara mereka yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena tidak ada perjanjian tertulis. Kondisi tempat tinggal yang tidak layak, kesehatan yang tidak dijamin, porsi makan yang diberikan tidak sebanding dengan pekerjaan berat yang dilakukan, sehingga menyebabkan banyak romusha menderita sakit dan meninggal dalam jumlah besar di tempat kerjanya. Perlakuan buruk terhadap romusha menjadi rahasia umum di masyarakat dan menimbulkan ketakutan. Sejak tahun 1943 Jepang melancarkan kampanye propaganda untuk memperlancar usaha pengerahan romusha. Di dalam kampanye itu mereka mendapat julukan “prajurit ekonomi” atau “pahlawan pekerja” yang digambarkan sebagai orang-orang yang sedang menunaikan tugas suci untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Akan tetapi, kenyataan adalah sebaliknya. Di antara 300.000 tenaga romusha yang dikirim ke luar Jawa, diperkirakan 70.000 orang dalam kondisi menyedihkan (Poesponegoro dan Notosusanto 2008: 65).
Tidak dapat diketahui secara pasti berapa banyak total jumlah romusha Indonesa yang dikerahkan sebagai tenaga kerja paksa selama masa pendudukan Jepang. Menurut Miyoshi Sunhichiro dalam artikel “Jawa Senryo Gunsei Kaikoroku”, jumlahnya mencapai 5 sampai 8 juta orang. Sementara pada saat membicarakan pampasan perang dengan Jepang, pemerintah Indonesia menyebut jumlah romusha sekitar 4.1 juta orang (Poesponegoro dan Notosusanto 2008: 66).
Penulis: Nazala Noor Maulany
Instansi: Universitas Islam Negeri Mataram
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A
Referensi
Kurasawa, Aiko (2015) Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945. Depok: Komunitas Bambu.
Oktorino, Nino (2016) Di Bawah Matahari Terbit: Sejarah Pendudukan Jepang di Indonesia 1941-1945. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho (2008) Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia, ±1942-1998. Jakarta: Balai Pustaka.
Suwarno, P.J. (1999) Romusa Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.