Schakelschool

From Ensiklopedia
Pelajaran Bahasa di kelas pertama Schakelschool Purworejo pada masa Hindia Belanda. (COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Spreekles_in_de_eerste_klas_van_de_Schakelschool_te_Poerworedjo_Midden-Java_TMnr_10002279.jpg, diakses 11 Juli 2022).


Schakelschool adalah sekolah perantara atau yang menjembatani sekolah-sekolah rakyat bumi putra (Volkschool, 3 tahun) ke sekolah menengah bergaya Barat dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Lama belajar di “sekolah jembatan” ini lima tahun dan diperuntukkan bagi anak-anak golongan pribumi atau anak-anak pegawai tingkat bawah berpenghasilan sebulan f100,- atau lebih (Kartodirdjo 1990: 219; Mestoko 1986: 113). Schakelschool dibentuk berdasarkan usulan dari Direktur Pendidikan Kolonial, Creutzberg, guna meningkatkan kapasitas intelektual siswanya. Hal ini sejalan dengan pemikiran G.J. Niewenhuis, seorang anggota Algemeen Nederlands Verbond dan pelaksana pengajaran Bahasa Belanda di Indonesia. Niewenhuis memberikan dasar teoretis-politis untuk penyebaran Bahasa Belanda demi merapatkan hubungan antara Belanda dan Indonesia. Ia menciptakan “jembatan” yang menghubungkan Sekolah Desa Kelas Dua dengan HIS. Sebaliknya, bagi anak-anak desa, Schakelschool merupakan solusi untuk mengembangkan perspektif lebih luas ke depan (Muljana 2008: 324-325).

Sistem pendidikan Belanda bersifat dualisme atau berkarakter pluralis, yakni sistem sekolah Bahasa Daerah dan Bahasa Belanda, yang menyediakan berbagai kebutuhan sosial-ekonomi. Pertama, sekolah dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda, seperti Sekolah Rendah Eropah (Europeesche Lagere School) dan Sekolah Rendah Bumiputera Kelas Satu (Inlandsche School Eerste Klasse), Hollandsche Chineesche School (Sekolah Cina Belanda, disingkat HCS), dan Hollandsch-Inlandsche School (Sekolah Bumiputra Belanda, disingkat HIS). Lama belajar sekolah-sekolah ini tujuh tahun dan diperuntukkan kaum bangsawan dan keluarga kaya. Kedua, sekolah dengan bahasa pengantar Bahasa Daerah, yaitu Sekolah Bumiputera Kelas Dua (Inlandsche School Tweede Klasse) dengan lama belajar lima tahun, Sekolah Desa (Volksschool) dengan lama studi tiga tahun, dan Sekolah Lanjutan (Vervolgschool) dengan lama belajar dua tahun. Semua sekolah kelas dua diperuntukkan bagi masyarakat umum (Makmur 1993: 76-79; Mestoko 1986: 112-113).

Sistem dualisme demikian dinilai oleh Creutzberg bersifat diskriminatif atau tidak adil dan dia mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat sebuah penghubung. Usulan Creutzberg diterima pemerintah. Pada tahun 1921 berdiri Schakelschool pertama di Indonesia (Penders, 1986: 134).

Sejak awal abad ke-20 sekolah-sekolah kategori kelas kedua di Hindia Belanda telah menciptakan permasalahan bagi pemerintah. Tujuan awal sekolah kelas dua adalah mempersiapkan tamatannya untuk menjadi pegawai rendahan di berbagai instansi pemerintah, namun lapangan kerja bagi kaum terpelajar bumiputra terbatas, ditambah adanya diskriminasi di bidang pekerjaan. Ijazah Eropa menjadi salah satu syarat pokok. Schakelschool memungkinkan anak sekolah berbahasa daerah yang berprestasi melanjutkan pendidikannya di sekolah berbahasa Belanda empat tahun, sementara sisanya dapat dilanjutkan HIS tujuh tahun. Jadi, sekolah peralihan menjadi salah satu solusi bagi tamatan sekolah berbahasa daerah untuk dapat dipersamakan dengan sekolah berbahasa Belanda. Namun dalam praktik, hanya sedikit orang Indonesia yang bisa memanfaatkannya. Pada tahun 1925/1926, lulusan Schakelschool berjumlah 29 orang, dan lima belas tahun kemudian tamatannya tercatat 732 orang saja (Penders 1986: 137-138).

Anak-anak bumiputra lulusan Schakelschool, setelah melalui seleksi tertentu dapat masuk ke sekolah orang-orang Eropa, seperti Sekolah Guru (Kweekschool) atau Sekolah Raja atau melanjutkan ke sekolah lainnya, baik umum atau pun kejuruan, antara lain MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), AMS (Algemene Middelbare School), Sekolah Pertukangan, Sekolah Teknik, Pendidikan Dagang, dan Sekolah Pertanian. Mereka juga mempunyai kesempatan sama untuk menduduki posisi yang baik di tengah masyarakat. Dalam konteks tertentu, Schakelschool mengakhiri jembatan pemisah sekolah berbahasa pengantar Bahasa Belanda dan menyatukan perbedaan kelas masyarakat memasuki sekolah Barat.

Penulis: Nopriyasman
Instansi: Universitas Andalas
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan

Referensi

Kartodirdjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Jilid 2. Jakarta: PT Gramedia.

Makmur, Djohan, dkk. 1993. Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Penjajahan. Jakarta: Depdikbud.

Mestoko, Sumarsono, dkk. 1986: Pendidikan di Indonesia Dari Jaman ke Jaman.  Jakarta: Balai Pustaka.

Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: LKiS.

Penders, Cristian Lambert Maria. 1968. “Colonial Education Policy and Practice in Indonesia: 1900-1942”, Thesis Doctor. Brisbane: Departement of Pacific History – Australian National University.