Tentara Keamanan Rakyat

From Ensiklopedia

Salah satu embrio Tentara Nasional Indonesia, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) didirikan pada 5 Oktober 1945. Organisasi ini dianggap sebagai organisasi ketentaraan pertama yang dimiliki oleh Republik Indonesia. Dua bulan sebelum pembentukan TKR, organisasi bersenjata milik Republik Indonesia adalah Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang tidak dapat digolongkan sebagai sebuah organisasi ketentaraan betapa pun menjalankan fungsi militer.

Pendirian TKR sebagai organisasi ketentaraan pertama milik Republik Indonesia didasari oleh sebuah maklumat tertanggal 5 Oktober 1945. Dalam maklumat tersebut, Presiden Sukarno menyatakan bahwa pendirian TKR bertujuan untuk menciptakan perasaan keamanan umum. Selanjutnya, Wakil Presiden Mohammad Hatta menunjuk seorang ex-perwira KNIL, Mayor Urip Sumohardjo sebagai kepala staf umum. Satu hari setelah pembentukan, Presiden Sukarno menunjuk pemimpin tertinggi TKR yang diberi jabatan Menteri Keamanan Rakyat. Nama yang terpilih adalah Supriyadi, pemimpin PETA yang memberontak di Blitar. Namun, Supriyadi tidak pernah menampakkan diri dan dilantik sebagai menteri. Sebagai gantinya, pemerintah menunjuk Muhamad Sulyoadikusumo sebagai pemegang jabatan sementara (Dinas Sejarah Militer, 1982: 10-11).

Sementara itu, unsur pembentuk TKR terdiri dari beberapa organisasi yang sebelumnya telah memiliki pengalaman bertugas: Ex-PETA, Kaigun, Kaigun-Heiho, Barisan Pelopor, dan unsur mahasiswa serta siswa. Di daerah-daerah, TKR juga beranggotakan mantan prajurit pada milisi-milisi yang sebelumnya telah ada. Mayoritas dari anggota milisi-milisi ini diintegrasikan ke dalam tubuh TKR, sementara mereka yang tidak bergerak di dalam struktur TKR masih diperbolehkan berdiri (Pusjarah ABRI, 1976: 27).

Setelah ditubuhkan menjadi sebuah organisasi, TKR di bawah kepemimpinan Oerip Soemohardjo selaku staf umum dengan segera mempersiapkan organisasinya. Level pusat TKR atau disebut markas tertinggi memiliki komandemen-komandemen sebagai berikut: bagian administrasi, keuangan, persenjataan, perhubungan, urusan kereta api, Geni, pendidikan, perlengkapan, dan penyelidikan. Sementara itu, unsur kewilayahan TKR mencakup tiga komandemen: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera (Dinas Sejarah Militer, 1982: 12-21).

Pada November 1945, TKR mengadakan konferensi di Yogyakarta dan memilih panglima besar serta menteri pertahanan. Panglima besar yang terpilih adalah Letnan Jenderal Soedirman, sementara itu menteri pertahanan yang terpilih ialah Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Di bawah kepemimpinan yang baru, TKR meniadakan komandemen-komandemen dan mengganti beberapa komandan kewilayahan (Dinas Sejarah Militer, 1982: 12-21).

Unsur TKR yang sering dilupakan adalah unsur laut dan udara. Sebagai kelanjutan dari BKR Laut dan BKR Udara, TKR juga memiliki TKR Laut dan TKR Jawatan Penerbangan. TKR Laut mayoritas beranggotakan ex-Kaigun, Kaigun-Heiho, dan Akatsuki Butai yang pada zaman Jepang merupakan unsur-unsur penyusun kekuatan laut. TKR Laut pada awalnya memiliki dua markas besar yang terletak di Lawang dan Yogyakarta. Penyatuan di antara kedua unsur ini baru terjadi pada tahun 1946 (Dinas Sejarah TNI AL, 1997: 69).

Sementara itu, TKR Jawatan Penerbangan yang merupakan cikal bakal TNI AU dipelopori oleh para ex-anggota jawatan penerbangan KNIL (KNIL ML), Korps Penerbang Sukarela (VVC), Rikugun Koku Butai, dan Kaigun Koku Butai. Penubuhannya baru terlaksana pada Desember 1945 dan Suryadi Suryadharma terpilih sebagai komandan pertama. Sistem senjata  yang dimiliki oleh TKR Jawatan Penerbangan merupakan tinggalan Belanda dan Jepang yang tidak semuanya bekerja dengan baik (Soewito 1993: 25).

Pendirian TKR pada Oktober 1945 mengindikasikan keterlibatan organisasi ini pada pertempuran-pertempuran sengit dan legendaris pada bulan-bulan pertama setelah kemerdekaan—mulai dari Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Surabaya, Pertempuran di Padang, Pertempuran di Krueng Panjoe, Aceh, Friksi pertama sebelum Bandung Lautan Api, dan Pencegahan konvoi tentara Inggris di Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat (Pusjarah ABRI, 1976: 28-29).

Meski beranggotakan orang-orang yang sama, sepak terjang TKR berakhir di penghujung tahun 1945. Institusi ini mengalami perubahan nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat resmi sejak Januari 1946. Selepas itu, nama Tentara Keselamatan Rakyat juga tak bertahan lama dan mengalami perubahan nama lagi menjadi Tentara Republik Indonesia. Keputusan perubahan nama ini diikuti pula dengan keputusan terkait pengangkatan wakil menteri pertahanan dan perubahan nama kementerian keamanan menjadi kementerian pertahanan (Dinas Sejarah Militer, 1982: 21).

Penulis: Satrio Dwicahyo
Instansi: Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.


Referensi

Dinas Sejarah Militer. Sejarah TNI-AD, 1945-1973: Sejarah perkembangan

organisasi TNI-AD. Jakarta: Dinas Sejarah Militer tentara nasional Indonesia Angkatan Darat, 1982.

Pusjarah ABRI. 30 tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Jakarta: Markas

Besar, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, 1976.

Sanna, Burhanuddin., Ismail, Zamzulis. Siapa Laksamana R. E.

Martadinata. Jakarta: Dinas Sejarah TNI-AL, 1977.

Soewito, Irna Hanny Nastoeti Hadi., Soewito, Irna Hanny Nastoeti Hadi. Chairul Saleh, tokoh kontroversial. Jakarta: Tim Penulis, 1993.