TRANSMIGRASI
Transmigrasi adalah program kebijakan pemindahan penduduk dari satu daerah yang padat penduduk ke daerah atau pula yang tidak terlalu padat penduduknya. ke tempat lainnya. Program transmigrasi di Indonesia sudah ada sejak masa Kolonial Belanda pada 1905 (Setiawan 1944, 5). Tujuan program transmigrasi adalah untuk mengatasi penurunan kesejahteraan yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
Kebijakan transmigrasi atau emigrasi pada masa kolonial termasuk dalam salah satu program Politik Etis. Tujuannya untuk mengatasi ledakan penduduk di Jawa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk di tempat lainnya. Emigrasi atau pemindahan sebagian penduduk dari Pulau Jawa ke pulau-pulau lain yang diimplementasikan melalui program kolonisasi (kolonisatie). Setelah proklamasi kemerdakaan Indonesia, program emigrasi tetap dijalankan oleh Pemerintah Republik Indonesia namun namanya diganti menjadi Transmigrasi (Titiantoro 2019, 1-3).
Program transmigrasi dicanangkan kembali ketika muncul wacana kependudukan pada era setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kepadatan penduduk sering kali dianggap satu paket dengan kemiskinan, kriminalitas sosial, serta permasalahan sosial lain yang menghambat rencana pembangunan (Sri-Edi Swasono 1985, 19). Kebijakan Transmigrasi pada 1950-an hingga 1960-an diterapkan kepada masyarakat yang tinggal di daerah tandus hingga terjadi kelaparan akibat kegagalan panen. Daerah tujuannya mulai dari Kalimantan hingga Papua (“Resettlement Plan” 1964).
Pada masa Orde Baru, transmigrasi diterapkan dengan konsep dan tujuan yang sama dengan masa-masa sebelumnya namun berdasar kerangka aturan yang lebih terpogram. Ada dua jenis transmigrasi yang diikuti oleh masyarakat, yaitu transmigrasi umum dan transmigrasi spontan atau swakarsa. Transmigrasi umum merupakan program yang dicanangkan pemerintah sehingga para transmigran mendapatkan pembiayaan penuh dari pemerintah, sebaliknya transmigran swakarsa berangkat atas biaya sendiri. Namun demikian, jika dalam perjalanannya transmigran spontan tidak memiliki biaya atau tidak ada badan yang mensponsori, maka pemerintah menyediakan anggaran (Pusat Data dan Analisa Tempo 2019, 12).
Meskipun berangkat dengan biaya sendiri, namun pemerintah telah menyediakan rumah beserta peralatan rumah tangga serta pekarangan dan lahan pertanian di daerah tujuan transmigrasi. Adapun proporsi berbagai fasilitas untuk transmigran spontan lebih sedikit daripada transmigran umum. Baik transmigran umum maupun spontan juga mendapatkan uang saku setiap bulan pada masa tunggu panen. Selain transmigran umum dan spontan adapula transmigrasi ABRI yang selain mendapatkan berbagai pembekalan juga mendapatkan tambahan biaya untuk memperbesar kamar dari Departemen Hankam. Transmigrasi ABRI biasanya diikuti oleh para mantan tentara itu juga mendapatkan sepasang kambing dan bibit-bibit tanaman keras seperti cengkeh dan kelapa. Berkaitan dengan banyaknya jenis transmigrasi yang berdampak pada sitem pengelolaan dan sering kali menyebabkan kesenjangan, Presiden Soeharto kemudian menegaskan agar pengelolaan transmigran mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 1973, yaitu dipusatkan di bawah Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi (Bachriadi & Wiradi 2011, 10).
Penulis: Rafngi Mufidah
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.
Referensi
“Resettlement Plan,” Fort Worth Star-Telegram (Fort Worth, Texas), 6 Agustus 1964.
Setiawan, Nugraha, 1994. Transmigrasi di Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Program Studi Kependudukan, Program Pascasarjana UGM.
Pusat Data dan Analisa Tempo, 2019. Seri II Transmigrasi-Mengubah Wajah Indonesia. Jakarta: Tampo Publishing.
van Niel, Robert, 1984. Munculnya Elit Modern Indonesia terjemahan Zahara Deliar Noer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Titiantoro, M. A., 2019. “Program Transmigrasi dan Kehidupan Warga Transmigran di Kelurahan Lempake, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 1969-1998.” (Skripsi, Universitas Diponegoro).
Wiradi, Gunawan, and Dianto Bachriadi, 2011. "Enam Dekade Ketimpangan: Masalah Penguasaan Tanah di Indonesia." Bandung: ARC, Binadesa dan KPA.