Parapat Tempat Pengasingan Sukarno: Difference between revisions
m (Admin moved page Parapat Tempat Pengasingan Soekarno to Parapat Tempat Pengasingan Sukarno without leaving a redirect) |
m (Text replacement - "Penulis: Suprayitno" to "{{Penulis|Suprayitno|Universitas Sumatera Utara|Dr. Restu Gunawan, M.Hum}}") |
||
(3 intermediate revisions by the same user not shown) | |||
Line 1: | Line 1: | ||
Dengan agresi militer tanggal 22 Desember 1948, pasukan Belanda menangkap | Dengan agresi militer tanggal 22 Desember 1948, pasukan Belanda menangkap [[Sukarno]] dan menyuruhnya untuk bergegas mengemas barang-barangnya. Hal ini terjadi karena sebelumnya Istana Negara berhasil dikepung oleh Kolonel Van Langen bersama dengan pasukannya (Adam 2018:308-310). [[Sukarno]] tidak sendiri, ia ditangkap bersama dengan anggota kabinet lainnya seperti [[Mohammad Hatta|Hatta]], [[Agus Salim]], [[Sutan Sjahrir|Sjahrir]], Pringgodigdo dan Assa’at untuk kemudian dibawa ke pengasingan (Legge 1985: 270). Tujuan pengasingan pertama adalah Pulau Bangka untuk [[Mohammad Hatta|Hatta]], Assaat dan Pringgodigdo, sementara [[Sukarno]], [[Agus Salim]] dan [[Sutan Sjahrir|Sjahrir]] dibawa ke Medan (Legge 1985 270). | ||
Di Medan, | Di Medan, [[Sukarno]] dan lainnya sudah di tunggu serdadu Belanda untuk dibawa ke wilayah Berastagi dengan pengawalan sangat ketat (''NRC Handesbald'', 16 Februari 1991). Terdengan kabar ada upaya untuk membebaskan [[Sukarno]], [[Agus Salim]] dan [[Sutan Sjahrir|Sjahrir]] yang akan dilakukan oleh Selamat Ginting yang memimpin perjuangan di daerah Berastagi (''NRC Handesbald'', 16 Februari 1991). Untuk menghindari upaya pelepasan tersebut, Kolonel Gelkerken yang bertugas dalam menjaga [[Sukarno]] dan kawan-kawan nemutuskan untuk memindahkan ketiganya pada 1 Januari 1949 ke daerah Parapat, Simalungun yang berada tepat dipinggir Danau Toba (''NRC Handesbald 19'' Januari 1991). Setelah berada di pengasingan Parapat, upaya untuk membebaskan ketiganya masih terus di upayakan terutama oleh pasukan tentara yang bertugas di wilayah Samosir dibawah pimpinan Walter Sirait. Pada satu malam, upaya pembebasan coba dilakukan oleh pasukan gerilya. Namun, [[Sukarno]] yang mengetahui, memberikan perintah untuk menghentikan upaya pembebasan dikarenakan terlalu berbahaya. Tetapi semua sudah terlambat, keberadaan pasukan di Bungalow sudah diketahui Belanda sehingga tembak-menembak tidak terhindarkan dan beberapa orang saja yang berhasil meyelamatkan diri (Adams 2018:312-313). | ||
Keberadaan | Keberadaan [[Sukarno]] di pengasingan Parapat tidak lama hanya berjalan kurang satu bulan. Setelah [[Sutan Sjahrir|Sjahrir]] dibebaskan kembali ke Jakarta, kemudian [[Sukarno]] dan [[Agus Salim]] juga dipindahkan ke Pulau Bangka dan bertemu dengan [[Mohammad Hatta|Hatta]] (Adams 2018:314). | ||
Penulis | {{Penulis|Suprayitno|Universitas Sumatera Utara|Dr. Restu Gunawan, M.Hum}} | ||
Line 16: | Line 16: | ||
NRC Handesbald, 16 Februari 1991. Legge, John D (1985) ''Sukarno: Sebuah Biografi Politik'', Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1985 | NRC Handesbald, 16 Februari 1991. Legge, John D (1985) ''Sukarno: Sebuah Biografi Politik'', Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1985 | ||
{{Comment}} | |||
[[Category:Tempat]] | [[Category:Tempat]] |
Latest revision as of 13:08, 11 August 2023
Dengan agresi militer tanggal 22 Desember 1948, pasukan Belanda menangkap Sukarno dan menyuruhnya untuk bergegas mengemas barang-barangnya. Hal ini terjadi karena sebelumnya Istana Negara berhasil dikepung oleh Kolonel Van Langen bersama dengan pasukannya (Adam 2018:308-310). Sukarno tidak sendiri, ia ditangkap bersama dengan anggota kabinet lainnya seperti Hatta, Agus Salim, Sjahrir, Pringgodigdo dan Assa’at untuk kemudian dibawa ke pengasingan (Legge 1985: 270). Tujuan pengasingan pertama adalah Pulau Bangka untuk Hatta, Assaat dan Pringgodigdo, sementara Sukarno, Agus Salim dan Sjahrir dibawa ke Medan (Legge 1985 270).
Di Medan, Sukarno dan lainnya sudah di tunggu serdadu Belanda untuk dibawa ke wilayah Berastagi dengan pengawalan sangat ketat (NRC Handesbald, 16 Februari 1991). Terdengan kabar ada upaya untuk membebaskan Sukarno, Agus Salim dan Sjahrir yang akan dilakukan oleh Selamat Ginting yang memimpin perjuangan di daerah Berastagi (NRC Handesbald, 16 Februari 1991). Untuk menghindari upaya pelepasan tersebut, Kolonel Gelkerken yang bertugas dalam menjaga Sukarno dan kawan-kawan nemutuskan untuk memindahkan ketiganya pada 1 Januari 1949 ke daerah Parapat, Simalungun yang berada tepat dipinggir Danau Toba (NRC Handesbald 19 Januari 1991). Setelah berada di pengasingan Parapat, upaya untuk membebaskan ketiganya masih terus di upayakan terutama oleh pasukan tentara yang bertugas di wilayah Samosir dibawah pimpinan Walter Sirait. Pada satu malam, upaya pembebasan coba dilakukan oleh pasukan gerilya. Namun, Sukarno yang mengetahui, memberikan perintah untuk menghentikan upaya pembebasan dikarenakan terlalu berbahaya. Tetapi semua sudah terlambat, keberadaan pasukan di Bungalow sudah diketahui Belanda sehingga tembak-menembak tidak terhindarkan dan beberapa orang saja yang berhasil meyelamatkan diri (Adams 2018:312-313).
Keberadaan Sukarno di pengasingan Parapat tidak lama hanya berjalan kurang satu bulan. Setelah Sjahrir dibebaskan kembali ke Jakarta, kemudian Sukarno dan Agus Salim juga dipindahkan ke Pulau Bangka dan bertemu dengan Hatta (Adams 2018:314).
Penulis: Suprayitno
Instansi: Universitas Sumatera Utara
Editor: Dr. Restu Gunawan, M.Hum
Referensi
Adams,Cindy (2018) Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Jakarta: Yayasan Bung Karno.
NRC Handesbald 19 Januari 1991
NRC Handesbald, 16 Februari 1991. Legge, John D (1985) Sukarno: Sebuah Biografi Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1985