Notonagoro: Difference between revisions
m (Text replacement - "Category:Tokoh" to "{{Comment}} Category:Tokoh") |
m (Text replacement - "Penulis: Asti Kurniawati" to "{{Penulis|Asti Kurniawati|Universitas Sebelas Maret|Dr. Farabi Fakih, M.Phil.}}") |
||
Line 11: | Line 11: | ||
Penghargaan yang diterima Notonagoro adalah Anugerah Pendidikan Pengabdian dan Ilmu pengetahuan (1970) sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap negara sebagai pengabdi dan pendorong dalam bidang sosial dan humanitas pemerintah, Anugerah Bintang Kartika Eka Paksi sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap Angkatan Darat RI (1972) (Maryatun, t.t.: 32-33). | Penghargaan yang diterima Notonagoro adalah Anugerah Pendidikan Pengabdian dan Ilmu pengetahuan (1970) sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap negara sebagai pengabdi dan pendorong dalam bidang sosial dan humanitas pemerintah, Anugerah Bintang Kartika Eka Paksi sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap Angkatan Darat RI (1972) (Maryatun, t.t.: 32-33). | ||
Penulis | {{Penulis|Asti Kurniawati|Universitas Sebelas Maret|Dr. Farabi Fakih, M.Phil.}} | ||
Revision as of 11:21, 10 August 2023
Prof. Notonagoro lahir di Sragen, Jawa Tengah pada 10 Desember 1905, dengan nama Soekamto. Ia memperoleh nama kebangsawanan Notonagoro dari Kasunanan Surakarta dengan gelar Kanjeng Raden Mas Tumenggung dan menikah dengan putri Pakubuwono X (http://kagama.co). Notonagoro adalah lulusan Universitas Leiden, Belanda, Jurusan Hukum dan Indologi (https://www.youtube.com).
Pada 1949 Notonagoro menjabat sebagai penasehat Menteri PP dan K di Yogyakarta yang ditugasi untuk terlibat dalam pendirian Universitas Gadjah Mada oleh pemerintah. Di tahun yang sama, dia menjadi Pemimpin Fakultas Hukum sekaligus memprakarsai gabungan Fakultas Hukum dan Filsafat UGM dan memimpinnya pada hingga 1962 (https://www.youtube.com). Pada 1 Januari 1973 masa kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil telah habis, namun ia masih mengabdikan dirinya sebagai guru besar luar biasa di UGM (Maryatun t.t.: 31).
Notonagoro merupakan salah satu tokoh yang berkontribusi terhadap dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Di tengah macetnya sidang-sidang Konstituante, Notonagoro pada Februari 1959 menginisiasi Seminar Pancasila di Yogyakarta. Gagasan untuk kembali ke UUD 1945 disampaikannya dalam seminar tersebut, dengan menjelaskan secara ilmiah tempat dan kedudukan Pancasila dalam ketatanegaraan Indonesia (http://kagama.co). Pidato tersebut kemudian menjadi memorandum ilmiah Universitas Gadjah Mada (UGM). Meskipun ketika menutup seminar soekarno tidak berkomentar, tetapi pada 5 Juli 1959 ia mencetuskan dekrit yang memberlakukan kembali Pancasila dan UUD 1945 (Aning 2005: 150-151).
Dalam dunia akademik, Notonagoro merupakan pelopor pendidikan filsafat Pancasila di Indonesia. Notonagoro juga membuat kajian tentang cara masyarakat memahami Pancasila secara lebih hakiki sehingga lahirlah Filsafat Pancasila. Atas jasanya dalam Filsafat Pancasila, Notonagoro mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dalam Ilmu Filsafat di UGM pada 1973 (http://kagama.co, Maryatun: 31). Notonagoro meninggal dunia pada 23 September 1981.
Karya-karya Notonagoro dalam filsafat antara lain adalah “Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pantjasila” (1967), “Pancasila secara Ilmu Populer” (1970). Adapun karya-karya Notonagoro yang dimanfaatkan oleh lembaga pemerintah sebagai kerangka acuan tentang Pancasila antara lain 1) “Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia”, yang disampaikan Notonagoro dalam kedudukannya sebagai promotor pada promosi Doctor Honoris Causa Ir. Sukarno dalam bidang hukum di UGM pada 19 September 1951; 2) “Pembukaan Oendang-Oendang Dasar 1945 (Pokok Kaidah Fundamentil Negara Indonesia)”, yang pernah disampaikan Notonagoro pada Dies Natalis pertama Universitas Airlangga, 10 November 1955; 3) “Berita Pikiran Ilmiah tentang Kemungkinan Jalan Keluar dari Kesulitan mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia” yang disampaikan Notonagoro sebagai prasaran dalam Seminar Pancasila I di UDM, 17 Februari 1959; 4) “Prasaran tentang Filsafat Pancasila dan Pengalamannya”, yang pernah disampaikan Notonagoro pada Lokakarya Pengamalan Pancasila”, kerja sama Departemen Dalam Negeri dan UGM di Yogyakarta pada 30 Maret 1976. Masih tahun 1976, melalui proyek PPPT UGM yang diketuai Notonagoro menghasilkan laporan penelitian berjudul “Penelitian Serat Centini sebagai Pengupasan Dasar Falsafah Indonesia dalam Rangka Mengisi Makna Pancasila” (Maryatun, t.t.: 32, Kurniatun, t.t.: 3-5).
Penghargaan yang diterima Notonagoro adalah Anugerah Pendidikan Pengabdian dan Ilmu pengetahuan (1970) sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap negara sebagai pengabdi dan pendorong dalam bidang sosial dan humanitas pemerintah, Anugerah Bintang Kartika Eka Paksi sebagai penghargaan atas jasa-jasanya terhadap Angkatan Darat RI (1972) (Maryatun, t.t.: 32-33).
Penulis: Asti Kurniawati
Instansi: Universitas Sebelas Maret
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.
Referensi
Aning S, Floriberta (2005) 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi Singkat Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia di Abad 20. Yogyakarta: Penerbit NARASI.
Kurniatun, “Melihat Universitas Gadjah Mada sebagai Universitas Pancasila Melalui Khasanah Arsip”, http://arsip.ugm.ac.id.
“Notonagoro, Sang Pelopor Filsafat Pancasila”, http://kagama.co/2018/05/31/notonagoro-sang-pelopor-filsafat-pancasila/, Kamis 31 Mei 2018.
Film Dokumenter “Notonagoro: Bapak Pendidikan Filsafat Pancasila”, https://www.youtube.com/watch?v=kD5VFoo-fiI.