Zanuddin Labai el-Yunusi: Difference between revisions

From Ensiklopedia
(Created page with "Zainuddin Labai el-Yunusi adalah seorang tokoh pembaharu pendidikan Islam di Sumatera Barat dan pelopor penerbitan majalah Islam ''Al-Munir Al-Manar''. Ia dilahirkan di Padang Panjang pada 1890 sebagai putra dari Rafi’ah dan Syaikh Muhammad Yunus, seorang ulama terkemuka di Pandai Sikat. Zainuddin Labai dikenal sebagai seorang autodidak dan memiliki kemampuan berbahasa Arab, Inggris, dan Belanda yang sangat baik. Ketika kecil ia hanya empat tahun belajar di sekolah pem...")
 
No edit summary
Line 1: Line 1:
Zainuddin Labai el-Yunusi adalah seorang tokoh pembaharu pendidikan Islam di Sumatera Barat dan pelopor penerbitan majalah Islam ''Al-Munir Al-Manar''. Ia dilahirkan di Padang Panjang pada 1890 sebagai putra dari Rafi’ah dan Syaikh Muhammad Yunus, seorang ulama terkemuka di Pandai Sikat. Zainuddin Labai dikenal sebagai seorang autodidak dan memiliki kemampuan berbahasa Arab, Inggris, dan Belanda yang sangat baik. Ketika kecil ia hanya empat tahun belajar di sekolah pemerintah dan belajar agama di surau ayahnya serta beberapa surau lain, seperti surau Syaikh Haji Abbas di Padang Jepang, Payakumbuh dan surau Jembatan Besi milik Haji Abdullah Ahmad di Padang Panjang di bawah pimpinan Haji Abdul Karim Amrullah, Zainuddin Labai banyak mendapatkan pengetahuan dengan membaca sendiri dan memiliki banyak koleksi kitab serta buku dalam berbagai bidang (Steenbrink, 1994: 43; Noer, 1980: 49).
Zainuddin Labai el-Yunusi adalah seorang tokoh pembaharu pendidikan Islam di Sumatera Barat dan pelopor penerbitan majalah Islam ''Al-Munir Al-Manar''. Ia dilahirkan di Padang Panjang pada 1890 sebagai putra dari Rafi’ah dan Syaikh Muhammad Yunus, seorang ulama terkemuka di Pandai Sikat. Zainuddin Labai dikenal sebagai seorang autodidak dan memiliki kemampuan berbahasa Arab, Inggris, dan Belanda yang sangat baik. Ketika kecil ia hanya empat tahun belajar di sekolah pemerintah dan belajar agama di surau ayahnya serta beberapa surau lain, seperti surau Syaikh Haji Abbas di Padang Jepang, Payakumbuh dan surau Jembatan Besi milik Haji Abdullah Ahmad di Padang Panjang di bawah pimpinan [[Hamka|Haji Abdul Karim Amrullah]], Zainuddin Labai banyak mendapatkan pengetahuan dengan membaca sendiri dan memiliki banyak koleksi kitab serta buku dalam berbagai bidang (Steenbrink, 1994: 43; Noer, 1980: 49).


Selama belajar di surau, Zainuddin Labai sudah mulai terlibat dalam kegiatan pendidikan. Ia diminta oleh guru-gurunya membantu mengajar dan membantu dalam kegiatan praktis lainnya (Noer, 1980: 49). Berbekal pengalaman dan pengetahuan yang sudah dimiliki, pada 10 Oktober 1915, Zainuddin Labai mendirikan ''Diniyah School'' (Madrasah Diniyah) di Padang Panjang. ''Diniyah School'' merupakan madrasah sore yang diselenggarakan dengan sistem kelas. Terdapat tujuh kelas di madrasah tersebut, yang terdiri dari kelas rendah, ''ibtidaiyah'' dan ''tsanawiyah''. Kurikulum yang diterapkan mencakup ilmu-ilmu agama dan umum. Pada tingkat rendah, digunakan buku berbahasa Melayu yang sebagian besar merupakan tulisan Zainuddin Labai sendiri. Pada tingkat ''ibtida’iyah'', digunakan buku berbahasa Arab yang juga ditulis sendiri olehnya. Sementara pada tingkat ''tsanawiyah,'' digunakan buku berbahasa Arab terbitan Mesir atau Beirut (Yunus, 1979: 66 dan 167). Di madrasah tersebut Zainuddin Labai mendirikan pula klub musik (Noer 1980: 49) dan perpustakaan sebagai tempat berdiskusi dengan para muridnya. Meskipun secara metodologis madrasah ini menerima pengaruh sistem pendidikan Barat, tetapi secara umum materi dan corak pendidikan di ''Diniyah School'' bersifat Islami (Maksum, 2001: 103).
Selama belajar di surau, Zainuddin Labai sudah mulai terlibat dalam kegiatan pendidikan. Ia diminta oleh guru-gurunya membantu mengajar dan membantu dalam kegiatan praktis lainnya (Noer, 1980: 49). Berbekal pengalaman dan pengetahuan yang sudah dimiliki, pada 10 Oktober 1915, Zainuddin Labai mendirikan ''Diniyah School'' (Madrasah Diniyah) di Padang Panjang. ''Diniyah School'' merupakan madrasah sore yang diselenggarakan dengan sistem kelas. Terdapat tujuh kelas di madrasah tersebut, yang terdiri dari kelas rendah, ''ibtidaiyah'' dan ''tsanawiyah''. Kurikulum yang diterapkan mencakup ilmu-ilmu agama dan umum. Pada tingkat rendah, digunakan buku berbahasa Melayu yang sebagian besar merupakan tulisan Zainuddin Labai sendiri. Pada tingkat ''ibtida’iyah'', digunakan buku berbahasa Arab yang juga ditulis sendiri olehnya. Sementara pada tingkat ''tsanawiyah,'' digunakan buku berbahasa Arab terbitan Mesir atau Beirut (Yunus, 1979: 66 dan 167). Di madrasah tersebut Zainuddin Labai mendirikan pula klub musik (Noer 1980: 49) dan perpustakaan sebagai tempat berdiskusi dengan para muridnya. Meskipun secara metodologis madrasah ini menerima pengaruh sistem pendidikan Barat, tetapi secara umum materi dan corak pendidikan di ''Diniyah School'' bersifat Islami (Maksum, 2001: 103).


Zainuddin Labai termasuk seorang yang produktif menulis. Selain menulis sendiri kitab-kitab yang diajarkan di ''Diniyah School'', ia juga banyak menulis artikel di majalah ''Al-Munir''. Majalah ''Al-Munir'' sendiri dikenal sebagai majalah Islam pertama di Indonesia, yang dipelopori oleh Haji Abdullah Ahmad dan diterbitkan di Padang sejak 1911 hingga 1916 (Noer, 1980: 47-9). Setelah ''Al-Munir'' berhenti terbit, Zainuddin Labai menerbitkan kembali majalah itu dengan nama ''Al-Munir Al-Manar'' atas nama Jami’ah Sumatera Thawalib pada 1918 (Yunus, 1979: 83). Zainuddin Labai juga terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi. Ia ikut mendirikan organisasi pelajar ''Sumatera Thawalib'' (1920) yang berawal dari kelompok baca yang didirikannya bersama para pelajar senior Surau Jembatan Besi pada 1913 (Abdullah, 2009: 36). Pada 1919, Zainuddin Labai mendirikan pula Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Minangkabau dan menjadi ketua pertama organisasi ini (Steenbrink, 1994: 47).
Zainuddin Labai termasuk seorang yang produktif menulis. Selain menulis sendiri kitab-kitab yang diajarkan di ''Diniyah School'', ia juga banyak menulis artikel di majalah ''Al-Munir''. Majalah ''Al-Munir'' sendiri dikenal sebagai majalah Islam pertama di Indonesia, yang dipelopori oleh Haji Abdullah Ahmad dan diterbitkan di Padang sejak 1911 hingga 1916 (Noer, 1980: 47-9). Setelah ''Al-Munir'' berhenti terbit, Zainuddin Labai menerbitkan kembali majalah itu dengan nama ''Al-Munir Al-Manar'' atas nama Jami’ah Sumatera Thawalib pada 1918 (Yunus, 1979: 83). Zainuddin Labai juga terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi. Ia ikut mendirikan organisasi pelajar ''[[Sumatera Thawalib]]'' (1920) yang berawal dari kelompok baca yang didirikannya bersama para pelajar senior Surau Jembatan Besi pada 1913 (Abdullah, 2009: 36). Pada 1919, Zainuddin Labai mendirikan pula Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Minangkabau dan menjadi ketua pertama organisasi ini (Steenbrink, 1994: 47).


''Diniyah School'' berkembang dengan pesat hingga menyebar ke daerah-daerah pedesaan. Menjenjang awal 1920-an, terdapat sekitar 15 madrasah di Sumatera Barat yang menyatakan berafiliasi dengan ''Diniyah School''. Pada 1922, murid-murid madrasah itu membentuk perkumpulan khusus bernama Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS) (Yunus, 1979: 68; Steenbrink, 1994: 47). Pada 1923, Zainuddin Labai mendukung adik perempuannya, Rahmah el-Yunusiyah mewujudkan madrasah diniyah khusus bagi anak perempuan. Zainuddin Labai el-Yunusi tutup usia pada 1924, dalam usia 34 tahun, meninggalkan ''Diniyah School'' yang akhirnya mengalami kemunduran dan terpaksa ditutup pada 1935 (Yunus, 1979: 68; Noer, 1980: 62).  
''Diniyah School'' berkembang dengan pesat hingga menyebar ke daerah-daerah pedesaan. Menjenjang awal 1920-an, terdapat sekitar 15 madrasah di Sumatera Barat yang menyatakan berafiliasi dengan ''Diniyah School''. Pada 1922, murid-murid madrasah itu membentuk perkumpulan khusus bernama Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS) (Yunus, 1979: 68; Steenbrink, 1994: 47). Pada 1923, Zainuddin Labai mendukung adik perempuannya, Rahmah el-Yunusiyah mewujudkan madrasah diniyah khusus bagi anak perempuan. Zainuddin Labai el-Yunusi tutup usia pada 1924, dalam usia 34 tahun, meninggalkan ''Diniyah School'' yang akhirnya mengalami kemunduran dan terpaksa ditutup pada 1935 (Yunus, 1979: 68; Noer, 1980: 62).  

Revision as of 17:21, 1 August 2023

Zainuddin Labai el-Yunusi adalah seorang tokoh pembaharu pendidikan Islam di Sumatera Barat dan pelopor penerbitan majalah Islam Al-Munir Al-Manar. Ia dilahirkan di Padang Panjang pada 1890 sebagai putra dari Rafi’ah dan Syaikh Muhammad Yunus, seorang ulama terkemuka di Pandai Sikat. Zainuddin Labai dikenal sebagai seorang autodidak dan memiliki kemampuan berbahasa Arab, Inggris, dan Belanda yang sangat baik. Ketika kecil ia hanya empat tahun belajar di sekolah pemerintah dan belajar agama di surau ayahnya serta beberapa surau lain, seperti surau Syaikh Haji Abbas di Padang Jepang, Payakumbuh dan surau Jembatan Besi milik Haji Abdullah Ahmad di Padang Panjang di bawah pimpinan Haji Abdul Karim Amrullah, Zainuddin Labai banyak mendapatkan pengetahuan dengan membaca sendiri dan memiliki banyak koleksi kitab serta buku dalam berbagai bidang (Steenbrink, 1994: 43; Noer, 1980: 49).

Selama belajar di surau, Zainuddin Labai sudah mulai terlibat dalam kegiatan pendidikan. Ia diminta oleh guru-gurunya membantu mengajar dan membantu dalam kegiatan praktis lainnya (Noer, 1980: 49). Berbekal pengalaman dan pengetahuan yang sudah dimiliki, pada 10 Oktober 1915, Zainuddin Labai mendirikan Diniyah School (Madrasah Diniyah) di Padang Panjang. Diniyah School merupakan madrasah sore yang diselenggarakan dengan sistem kelas. Terdapat tujuh kelas di madrasah tersebut, yang terdiri dari kelas rendah, ibtidaiyah dan tsanawiyah. Kurikulum yang diterapkan mencakup ilmu-ilmu agama dan umum. Pada tingkat rendah, digunakan buku berbahasa Melayu yang sebagian besar merupakan tulisan Zainuddin Labai sendiri. Pada tingkat ibtida’iyah, digunakan buku berbahasa Arab yang juga ditulis sendiri olehnya. Sementara pada tingkat tsanawiyah, digunakan buku berbahasa Arab terbitan Mesir atau Beirut (Yunus, 1979: 66 dan 167). Di madrasah tersebut Zainuddin Labai mendirikan pula klub musik (Noer 1980: 49) dan perpustakaan sebagai tempat berdiskusi dengan para muridnya. Meskipun secara metodologis madrasah ini menerima pengaruh sistem pendidikan Barat, tetapi secara umum materi dan corak pendidikan di Diniyah School bersifat Islami (Maksum, 2001: 103).

Zainuddin Labai termasuk seorang yang produktif menulis. Selain menulis sendiri kitab-kitab yang diajarkan di Diniyah School, ia juga banyak menulis artikel di majalah Al-Munir. Majalah Al-Munir sendiri dikenal sebagai majalah Islam pertama di Indonesia, yang dipelopori oleh Haji Abdullah Ahmad dan diterbitkan di Padang sejak 1911 hingga 1916 (Noer, 1980: 47-9). Setelah Al-Munir berhenti terbit, Zainuddin Labai menerbitkan kembali majalah itu dengan nama Al-Munir Al-Manar atas nama Jami’ah Sumatera Thawalib pada 1918 (Yunus, 1979: 83). Zainuddin Labai juga terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi. Ia ikut mendirikan organisasi pelajar Sumatera Thawalib (1920) yang berawal dari kelompok baca yang didirikannya bersama para pelajar senior Surau Jembatan Besi pada 1913 (Abdullah, 2009: 36). Pada 1919, Zainuddin Labai mendirikan pula Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Minangkabau dan menjadi ketua pertama organisasi ini (Steenbrink, 1994: 47).

Diniyah School berkembang dengan pesat hingga menyebar ke daerah-daerah pedesaan. Menjenjang awal 1920-an, terdapat sekitar 15 madrasah di Sumatera Barat yang menyatakan berafiliasi dengan Diniyah School. Pada 1922, murid-murid madrasah itu membentuk perkumpulan khusus bernama Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS) (Yunus, 1979: 68; Steenbrink, 1994: 47). Pada 1923, Zainuddin Labai mendukung adik perempuannya, Rahmah el-Yunusiyah mewujudkan madrasah diniyah khusus bagi anak perempuan. Zainuddin Labai el-Yunusi tutup usia pada 1924, dalam usia 34 tahun, meninggalkan Diniyah School yang akhirnya mengalami kemunduran dan terpaksa ditutup pada 1935 (Yunus, 1979: 68; Noer, 1980: 62).

Penulis: Nazala Noor Maulany


Referensi

Abdullah, Taufik (2009) Schools and Politics The Kaum Muda Movement in West Sumatra (1927-1933). Jakarta: Equinox Publishing.

Maksum (2001) Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Logos Wacana Ilmu.

Noer, Deliar (1980) Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Steenbrink, Karel. A. (1994) Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES.

Yunus, Mahmud (1979) Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mutiara.