Van Limburg Stirum: Difference between revisions

From Ensiklopedia
No edit summary
m (Text replacement - "Penulis: Tati Rohayati" to "{{Penulis|Tati Rohayati|UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.}}")
Line 22: Line 22:
Satu periode sudah John menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, cukup banyak peran John dalam meningkatkan kehidupan di Hindia Belanda, utamanya saat pemindahan ibu kota Batavia ke Bandung, hingga membentuk ''volksraad'' sebagai wadah aspirasi bagi penduduk pribumi. Tahun 1921 John digantikan oleh Gubernur Jenderal Mr. Dr. Dirk Fock (1958-1941). John meninggal di Den Haag, Netherlands pada 17 April 1948 di usianya yang ke 75 tahun.
Satu periode sudah John menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, cukup banyak peran John dalam meningkatkan kehidupan di Hindia Belanda, utamanya saat pemindahan ibu kota Batavia ke Bandung, hingga membentuk ''volksraad'' sebagai wadah aspirasi bagi penduduk pribumi. Tahun 1921 John digantikan oleh Gubernur Jenderal Mr. Dr. Dirk Fock (1958-1941). John meninggal di Den Haag, Netherlands pada 17 April 1948 di usianya yang ke 75 tahun.


Penulis: Tati Rohayati
{{Penulis|Tati Rohayati|UIN Syarif Hidayatullah Jakarta|Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.}}





Revision as of 13:01, 11 August 2023

(Portret van J.P. Graaf van Limburg Stirum (tekening, M.Loebell, 1921; part. coll, yang dikutip dalam Virtus, Journal of Nobility Studies, 2013)

Johan Paul Graaf van Limburg Stirum (1873-1948 M) atau familiar Jan van Limburg Stirum, dengan nama penanya “John”. Lahir di Zwolle, Belanda, 2 Februari 1873, dari pasangan Hendrik Otto van Limburg seorang perwira militer, dan Frederike Henriette Nobel. Tahun 1896, John menikah di Gravengage dengan wanita kebangsaan Frishland, Lady Nini van Sminia yang usianya terpaut 2 tahun lebih muda darinya (1875-1955) (Kuiper, 2008).

John merupakan seorang diplomat, lulusan mahasiswa hukum dari Leiden University tahun 1896 (Locher, 2013: 111). Karir diplomatik John dimulai ketika ia bekerja sebagai pegawai negeri di Kementerian Luar Negeri tahun 1930, dan menjadi pegawai terbaik di generasinya. John juga menjadi utusan ke beberapa negara diantaranya, Kairo (1822-1924), Berlin (1927-1937), China (1903), Swedia (1914-1916), Konstantinopel (1906-1908), dan London (1937-1939) (Locher, 2013: 111).

John amat melekat dalam ingatan bangsa Indonesia, karena kiprahnya sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Indonesia (Gouverneur Generaal van Nederlands Indië) dari 21 Maret 1916 hingga tahun 1921, menggantikan Alexander Willem Frederik Idenburg (1909-1916). Pada masa Hindia Belanda, jabatan Gubernur Jenderal ini merupakan jabatan tertinggi dalam pemerintahan Hindia Belanda, sebuah jabatan yang resmi dibentuk tahun 1691 (Locher, 2013: 108).

John diangkat oleh Menteri Urusan Kolonial Belanda Thomas Bastiaan Pleyte (1864-1926) sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat usianya 43 tahun. Terpilihnya John sebagai gubernur jenderal ini merupakan puncak karir tertingginya sebagai diplomat. Ada alasan kuat mengapa Th. Bastiaan Pleyte mengangkat John, selain ia merupakan teman kampus saat di Leiden University, John, juga menurut Pleyte, adalah sosok yang sangat mumpuni terutama memiliki pengalaman di dunia internasional (Kuiper, 2008: 21). Menurut Yme Kuiper, sejarawan asal Belanda, John merupakan gubernur yang memegang kendali atas 50 juta orang, termasuk lebih dari 160.000 orang Eropa, dengan luas wilayah 55 kali Belanda (Kuiper, 2008).

Selama menjabat sebagai gubernur jenderal, John terkenal sebagai een staatsman van grote stijl (negarawan dengan citra tinggi). Ia menekankan pentingnya pendidikan dalam proses emansipasi Hindia. Menurut John edukasi adalah dasar hak ikut bicara politik. Oleh karenanya, salah satu strateginya yaitu ia menjalankan Politik Etis (Ethische Politiek) (Anrooi, 2014). John juga melakukan reformasi administrasi dan desentralisasi pemerintahan Kolonial. Seperti ia mendirikan Comite Indie Weerbaar pada Juli 1916, dalam rangka meningkatkan pertahanan Hindia Belanda, dengan anggotanya Narpowandowo (Kasunan), Prinsenbond Mataram (Kesultanan Mataram), Daerah Mangkunegaran, Habdi Dalem Wargo Pakulonan (Simbolon, 2006: 283-284).

Di tahun 1916, John membuat kebijakan pemindahan ibu kota dari Batavia ke Bandung (Roosmalen, 2008: 48). John berpandangan bahwa Bandung secara geografis menguntungkan secara militer karena dikelilingi oleh gunung, berada di dataran tinggi, Bandung juga merupakan pusat pusat perkebunan-perkebunan besar di Priangan yang memiliki 4 jalur kereta yang menghubungkan kota-kota kecil (jalur Cianjur-Bandung, Purwakarta-Bandung, Cirebon-Bandung, dan Garut-Bandung). Ditambah Bandung mempunyai sistem sungai yang sesuai dengan kebutuhan kota modern yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air Pakar tahun 1906 (Prawiranegara, 2020).

Instruksi John tersebut disambut baik oleh Gemeente Bandung (Pemerintah Kota Bandung), hal ini menjadi peluang besar bagi bisnis properti. Kemudian terwujud melalui perencanaan ruang tahun 1917 yang dirilis tahun 1923 dalam bentuk dokumen pemasaran (Roosmalen, 2008). Proses pembangunan Bandung dimulai, mulai dari jalan raya, jaringan transportasi massal, kawasan industri, perumahan, rumah sakit skala internasional, lembaga pendidikan, pusat penelitian mikrobiologi, pusat perekonomian, pusat hiburan, dan jaringan air ledeng (Gemeente Bandoeng, 1923). Gemeente Bandoeng juga mengeluarkan 3,5 juta gulden untuk pembelian tanah pembangunan perumahan dan lainnya, juga mendirikan Technische Hogeschool te Bandoeng tahun 1920 (T.H. Bandung, yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung), untuk merespon Bandung sebagai sabuk perkebunan besar, dalam menarik investasi pendidikan tinggi teknik (Prawiranegara, 2020: 6).

Dua tahun menjabat, John bersama Pleyte meresmikan berdirinya “Dewan Kolonial” yang kemudian berubah nama menjadi Volksraad (Dewan Rakyat) tahun 1918. Volksraad merupakan sebuah lembaga proto-parlemen yang berfungsi sebagai penasihat Gubernur Jenderal Kolonial Belanda. Dewan Ra’jat ini pertama kali dibentuk atas desakan dari pimpinan pergerakan di Indonesia[1] yang meminta hak demokratis kepada pemerintah Hindia Belanda (Ricklefs, 2001; Darmawan, 2017). Melalui proses yang cukup panjang, John bersama Pleyte kemudian memprakarsai berdirinya lembaga legislatif yang bernama “volksraad”.

Volksraad dibentuk pada 16 Desember 1916 di Batavia berdasarkan keputusan Indische Staatsregeling, wet op de Staatsinrichting van Nederlandsch-Indië, pasal 53-80 tanggal 16 Desember 1916. Keputusan ini juga diumumkan dalam Staatsblad No. 114 Tahun 1916, dan secara resmi terlaksana pada 1918 (Batavia: Landsdrukkerij 1938). Sejak resmi diundangkan, Gubernur Jenderal Mr. Graaf van Limburg Stirum menyurati Menteri Urusan Jajahan, Thomas Bastiaan Pleyte untuk melaksanakan pemungutan suara pertama kali, menentukan anggota yang menduduki jabatan di volksraad. Terpilihlah Dr. J. C. Koningsberger sebagai ketua, dan 38 orang anggota diantaranya yaitu 15 orang pribumi,[2] dan 23 orang Eropa/Belanda dan Timur Asing (Tionghoa, Arab, dan India) (Helsdingen, 1928). Aturan dalam anggota volksraad ini: pertama, ketua ditunjuk langsung oleh raja; kedua, anggota diajukan oleh gubernur jenderal maupun dipilih dari tiga kelas masyarakat yaitu, masyarakat berbangsa Belanda (Eropa), Bumiputra, dan masyarakat berbangsa dari Timur Asing. Di mana ketua harus selalu orang Belanda. Sementara untuk anggota terdiri dari 30 orang Belanda, 25 Bumiputra, dan lima dari Timur Asing. Namun, pada periode selanjutnya, ada amandemen pada 1929 di mana komposisi volksraad pada tahun 1930 harus terdiri 30 orang Bumiputera dari total 60 orang anggota (Helsdingen, 1928).

Sejak resmi terbentuk, dengan anggota yang sudah terpilih, volksraad mulai menjalankan aktivitasnya. Semua anggota volksraad ini mendapat gaji dari Gubernur Jenderal Kolonial Belanda, termaktub dalam Staatsblad No. 545 Ordonnantie van 8 September 1917. Kegiatan volksraad diantaranya, melakukan masa sidang dua kali dalam satu tahun yaitu pada 15 Mei, dan hari Selasa ketiga Oktober, dengan jangka waktu sidang empat setengah bulan. Selama masa aktifnya, volksraad telah berhasil mengajukan 6 rancangan undang-undang. (Hekmeijer, 1917). Sebagai Gubernur Jenderal, John sendiri menikmati gaji tahunan sebesar 132.000 gulden, uang saku perjalanan sebesar 20.000 gulden, John juga mendapatkan fasilitas seperti, bebas menggunakan istana di Buitenzorg (sekarang Bogor), istana Rijswijk di distrik Weltevreden di Batavia (Kuiper, 2008: 21).

Satu periode sudah John menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, cukup banyak peran John dalam meningkatkan kehidupan di Hindia Belanda, utamanya saat pemindahan ibu kota Batavia ke Bandung, hingga membentuk volksraad sebagai wadah aspirasi bagi penduduk pribumi. Tahun 1921 John digantikan oleh Gubernur Jenderal Mr. Dr. Dirk Fock (1958-1941). John meninggal di Den Haag, Netherlands pada 17 April 1948 di usianya yang ke 75 tahun.

Penulis: Tati Rohayati
Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.


Referensi

Anrooi, Francien van. (2014). De Koloniale Staat (Negara Kolonial) 1854-1942: Panduan Archief van het Ministerie van Koloniën (Arsip Kementerian Urusan Tanah Jajahan) Kepulauan Nusantara. Leiden

Gemeente Bandoeng (1923). Prospectus voor de Uitgifte van Gronden. Bandoeng: Gemeente Bandoeng

Dienst van het Grondbedrijf.

Hekmeijer, F.C. (1917). Verordeningen Volksraad. Batavia: Weltevreden

Helsdingen, W.H.van, (1928). Tien Jaar Volksraadarbeid, 1918-1928. (Weltevreden: Landsdrukkerij)

Kuiper, Yme. “Aristocraten aan de top Recent biografisch onderzoen en adelgeschiedenis”. VirtusJaarboek vorr Adelsgeschiedenis. 05-01-2008, pag 7

Prawiranegara, Izzudin (2020). Sungai Sebagai Proyek: Proses Komodifikasi Aliran Sungai Citarum. Bandung: ARC, Cet.1

Ricklef, M.C. (2011). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: UGM Press

Roosmalen, P.K.M. van (2008). Ontwerpen aan de stad. Stedenbouw in Nederlands-Indië en Indonesië (1905-1950). Delft: University of Technology, Delft.

Scholter, Elsbeth Locher. “Gelukkig heb ik ten minste mijn eigen zilver meegebracht: Adellijk zelfbesef bij mr. J.P. graaf Van Limburg Stirum (1873-1948)”. Virtus Journal of Nobility Studies. Vol 20, 2013, page 108-127

Simbolon, Parakitri. (2006). Menuju Indonesia. Jakarta: Grasindo, Cet. 2

Volksraad, Tien jaar Volksraad arbeid 1928-1938 (Batavia: Landsdrukkerij, 1938).

Volksraad. Bibliotheek van VM Ministerie van Zaken Overzee, 1918


[1] Setelah berlakunya politik Etis (Etische Politiek), kelompok pergerakan ini diantaranya Boedi Oetomo, Sarekat Islam (SI) pimpinan dari Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto dan Regenten Bond (perkumpulan Bupati) datang ke Belanda untuk mengajukan petisi kepada Ratu Belanda, Koningin Wilhelmina menuntut untuk pembentukan lembaga pertahanan dan lembaga parlemen di Hindia-Belanda. Akhirnya 16 Desember 1916, Ratu Wilhelmina menyetujui dan menambahkan lembaga volksraad dalam konstitusi Hindia-Belanda (W.H. van Helsdingen, 1938).

[2] Anggota Volksraad pribumi yang berjumlah 15 orang tersebut, terdiri atas 10 orang melalui pemilihan, di mana mereka yang terpilih adalah kalangan priayi yaitu Abdoel Moeis; M. Aboekasa Atmodirono; R. Kamil; Radjiman Wedyodiningrat; R. Sastrowidjono; Abdoel Rivai; R.A.A.A. Djajadiningrat; R.A.A. Koesoemo Joedo; R.M.A.A. Koesoemo Oetojo; A.L. Waworoentoe. Sedangkan lima anggota lainnya dipilih oleh Gubernur Jenderal Mr. Graaf van Limburg Stirum. Penunjukkan ini dilakukan untuk menjaga proporsional (keseimbangan) antara bangsawan tinggi dan pribumi biasa di tubuh volksraad. Kelima orang itu yaitu, Tjipto Mangoenkoesoemo; Tjokroaminoto; Dwidjosewojo; P.A.A.P. Prangwadono; dan Teukoe Tjhi Mohamad Thajeb. Adapun ke 23 anggota volksraad dari Eropa dan Timur Asing diantaranya, ‘s Jacob, Kan, Schuman, Cramer, Teeuwen, Bergmeijer, Stibbe, Stokvis, Van Hinloopen Labberton, Schmutzer, Van der Jagt, Whitlau, Gerritzen, Lim A Pat, Coster van Voorhout, Pabst, Talma, dan lainnya. Volksraad. Bibliotheek van VM Ministerie van Zaken Overzee, 1918.