Yap Thiam Hien: Difference between revisions

From Ensiklopedia
m (Text replacement - "Penulis: Yerry Wirawan" to "{{Penulis|Yerry Wirawan|Universitas Sanata Dharma|Dr. Farabi Fakih, M.Phil.}}")
m (Text replacement - "Category:Tokoh" to "{{Comment}} Category:Tokoh")
 
Line 21: Line 21:


Tempo. “Yap Thiam Hien, Sang Pendekar Keadilan”. ''Seri buku Tempo: Penegak Hukum''. Jakarta: KPG, 2013.
Tempo. “Yap Thiam Hien, Sang Pendekar Keadilan”. ''Seri buku Tempo: Penegak Hukum''. Jakarta: KPG, 2013.
[[Category:Tokoh]]
{{Comment}} [[Category:Tokoh]]

Latest revision as of 17:01, 25 August 2023

Lahir 25 Mei 1913 di Banda Aceh dari keluarga cukup berada, ayahnya opsir Tionghoa dan kakek buyutnya Letnan Tionghoa di Aceh, menjadikan Yap dan keluarga memiliki status hukum disamakan seperti Belanda.

Yap bersekolah ELS di Kutaraja, Banda Aceh, kemudian melanjutkan ke MULO di Batavia. Selanjutnya Yap sekolah AMS di Bandung dan Yogyakarta. Yap Thiam Hien melanjutkan studinya di sekolah hukum di Jakarta yang kemudian dilanjutkannya ke Leiden pada tahun 1947. Studi teologinya ini kemudian dilanjutkannya di Inggris. Selain seorang ahli hukum dan penganut Kristen yang taat, Yap juga seorang nasionalis yang anti-kolonial.

Yap Thiam Hien kembali ke Jakarta pada tahun 1948 dan menikah dengan Tan Gien Khing pada tahun 1949. Di Indonesia Yap memulai karirnya dengan menjadi pengacara di kantor hukum. Namun Yap lebih tertarik Di saat yang sama Yap semakin mendalami agama Protestan. pada kegiatan sosial. Di awal tahun 1950-an, Yap menjadi penasehat hukum di Sin Ming Hui bagi orang-orang Tionghoa yang mengalami kesulitan. Dia juga aktif menulis kolom mengenai soal-soal hukum kewarganegaraan di majalah Star Weekly.

Yap Thiam Hien adalah salah satu pendiri Baperki bersama dengan Siauw Giok Tjhan dan Oei Tjoe Tat. Dalam organisasi ini, Siauw dan Yap sering berbeda pendapat. Yap yang seorang Kristen memiliki sikap anti-komunis, mengkritik kedekatan Siauw dengan kaum Komunis. Puncak perbedaan pendapat mereka adalah pada tahun 1959 saat Sukarno mengumumkan Dekrit Presiden dan Demokrasi Terpimpin yang ditentang Yap. Alasan Yap adalah dalam UUD 45 ada pasal 6 tentang Indonesia asli yang baginya diskriminatif. Meskipun sering berbeda pendapat, kedua tokoh ini saling menghormati karena kesederhanaan, pengorbanan, dan bertanggung jawab. Yap Thiam Hien mengundurkan diri dari Baperki pada tahun 1960.

Pasca Peristiwa 1965, Yap Thiam Hien menjadi pembela Subandrio di Pengadilan Mahmilub. Yap juga menjadi pembela Kolonel Latief, Asep Suryawan dan Oei Tjoe Tat. Pada tahun 1968, Yap Thiam Hien sendiri pernah ditangkap dengan tuduhan komunis. Peradin segera membelanya dan akhirnya Yap Thiam Hien dibebaskan.

Sikap Yap tidak berubah pasca 1965. Dia mengkritik himbauan ganti nama yang saat itu gencar didengungkan oleh pendukung asimilasi. Di tahun 1970, Yap Thiam Hien membuka kantor pengacara. Dia menjadi pembela orang miskin yang menjadi korban kesewenangan atau perempuan korban penganiayaan dengan tidak memungut bayaran. Selain kantor pengacara ini, Yap Thiam Hien bersama PK Ojong, Loekman Wiriadinata, Hasjim Mahdan, Ali Moertopo, dan Dharsono mendirikan YLBHI tanggal 28 Oktober 1970.

Yap Thiam Hien meninggal 25 April 1989 di Brussel, Belgia, saat mengikuti pertemuan NGO internasional. Yap Thiam Hien dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta (Tempo, 2013: 22-26). Sejumlah aktivis HAM kemudian berusaha mengabadikan warisan semangat Yap Thiam Hien dengan menjadikan namanya sebagai nama penghargaan yang diberikan setiap tahun untuk pejuang HAM dan demokrasi.

Penulis: Yerry Wirawan
Instansi: Universitas Sanata Dharma
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.


Referensi

Daniel S. Lev. “Becoming an Orang Indonesia Sejati: The Political Journey of Yap Thiam Hien”. Indonesia, (Special issue on The Role of the Indonesian Chinese in Shaping Modern Indonesia Life), Cornell, hal. 97-112.

Tempo. “Yap Thiam Hien, Sang Pendekar Keadilan”. Seri buku Tempo: Penegak Hukum. Jakarta: KPG, 2013.