Als Ik Eens Nederlander Was

From Ensiklopedia


Als Ik Eens Nederlander Was yang dalam bahasa Indonesia berarti “Andai Aku Sekejap Saja Menjadi Seorang Belanda” merupakan judul dari sebuah tulisan karya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau lebih dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara. Tulisan beliau menjadi babak baru bentuk perjuangan melawan kolonialisme Belanda dengan menuangkan pemikiran-pemikiran cerdas melalui pers. Ki Hadjar Dewantara menyadari bahwa kekuatan pers sangat besar untuk menumbuhkan kesadaran kolektif dan solidaritas masyarakat. Pers menjadi wadah menyampaikan pikiran dan pendapat yang dapat mendukung mobilisasi bumiputera dalam pergerakan nasional (Kartodirdjo, 2018: 132-135).

Tulisan awal dari Ki Hadjar Dewantara berupa sebuah brosur yang kemudian diperbanyak di percetakan N.V Eerste Bandoengsche Publicatie Maatschappij (Wiryopranoto, dkk., 2017: 49). Brosur ini kemudian disebarkan dan dikirimkan kepada kantor-kantor surat kabar dengan tanggung jawab dari Komite Boemi Poetra (Het Nieuws van Den Dag voor Nederlandsch-Indië, 31 Juli 1913). Tulisan Ki Hadjar Dewantara dimuat secara utuh pada surat kabar De Expres (yang juga diterbitkan oleh percetakan N.V Eerste Bandoengsche Publicatie Maatschappij) pada tanggal 13 Juli 1913 (Wiryopranoto, dkk., 2017: 90 & Dewantara, 1989: 67). Kepala redaktur dari surat kabar De Expres adalah E.F.E Douwes Dekker dan redakturnya adalah Tjipto Mangoenkoesoemo (De Expres, 23 Juli 1913).

Isi tulisan Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah kritik berupa sindiran terhadap rencana perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda atas penjajahan Prancis (15 November 1913) (Wiryopranoto, dkk., 2017: 17). Perayaan tersebut akan dilaksanakan di Hindia-Belanda dengan hasil memungut paksa uang bumiputera. Berikut beberapa kutipan tulisan dari Ki Hadjar Dewantara yang dimuat dalam surat kabar De Expres.

“...Betapa senangnya bisa memperingati hari nasional yang begitu besar. Saya berharap saya bisa menjadi orang Belanda sejenak... Betapa saya akan bersukacita ketika hari-hari yang ditunggu-tunggu datang pada bulan November, hari perayaan kebebasan...”
“...Tidak! Jika saya orang Belanda, saya belum bisa melakukan semuanya…”
“...menurut saya sangat tidak tahu malu, sangat tidak pantas, jika saya membiarkan penduduk asli mengikuti perayaan kemerdekaan kita... Jika saya orang Belanda, maka saya tidak akan merayakan pesta kemerdekaan di negara dimana kita menyangkal kemerdekaan rakyatnya...” (De Expres, 23 Juli 1913).


Penerbitan tulisan Als Ik Eens Nederlander Was membuat pemerintah Hindia-Belanda murka. Tulisan ini dianggap sebagai penghinaan terhadap Ratu Belanda (Wiryopranoto, dkk., 2017: 48). Pemerintah melakukan penyitaan semua brosur dan terbitan yang memuat tulisan Ki Hadjar Dewantara (Deli Courant, 6 September 1927). Tidak gentar dengan respon pemerintah Hindia-Belanda, Ki Hadjar Dewantara kembali mengungkapkan pemikirannya dengan tulisan yang berjudul Een voor Allen, Mar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, Semua untuk Satu) pada 28 Juli 1913 (Tasen, 2015: 33). Tulisan ini sebagai penegas tulisan sebelumnya yang menyatakan bahwa semua penduduk bumiputera memiliki pemikiran dan perasaan yang sama dengan Ki Hadjar Dewantara. Akhirnya pada tanggal 30 Juli 1913, Ki Hadjar Dewantara bersama Tjipto Mangoenkoesoemo ditangkap di Bandung dengan tuduhan menggangu ketertiban dan keamanan masyarakat (Wiryopranoto, dkk., 2017: 50 & 95, Het Nieuws van Den Dag voor Nederlandsch-Indië, 31 Juli 1913).

Selain itu, akibat dari tulisan Ki Hadjar Dewantara memicu dua kawan baiknya di Indische Partij. Seperti Tjipto Mangoenkoesoemo kemudian menulis Kracht of Vrees (Kekuatan atau Ketakutan) yang mendukung gagasan Ki Hadjar Dewantara pada 26 Juli 1913. E.F.E Douwes Dekker menulis Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en R.M. Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan-Pahlawan Kami: Tjipto Mangoenkoesoemo en R.M. Soewardi Soerjaningrat) setelah mengetahui kedua rekannya ditangkap. Tulisan ini terbit pada tanggal 5 Agustus 1913 di surat kabar De Express (Wiryopranoto, dkk., 2017: 53). Tiga Serangkai kemudian sama-sama diasingkan ke Belanda pada September 1913 atas permintaan ketiganya (Tasen, 2015: 34, & Deli Courant, 6 September 1927).

Penulis: Fernanda Prasky Hartono
Instansi: Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.


Referensi

De Expres, 23 Juli 1913 (akses online di Delpher.nl).

Deli Courant Dagblad voor Sumatra, 6 September 1927 (akses online di Delpher.nl).

Dewantara, B. S., 1989, 100 Tahun Ki Hajar Dewantara, Jakarta: Pustaka Kartini.

Het Nieuws van Den Dag voor Nederlandsch-Indië, 31 Juli 1913 (akses online di Delpher.nl).

Kartodirdjo, S., 2018, Pengantar Sejarah Nasional Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Tasen, G., 2015, Pengasingan Ki Hajar Dewantara (1913-1917), Skripsi Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, UNiversitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Wiryopranoto, S., dkk., 2017, Ki Hajar Dewantara “Pemikiran dan Perjuangannya”, Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.