Berkemajuan

From Ensiklopedia

Berkemajuan (progress) merupakan gagasan pembaruan yang diusung oleh Muhammadiyah, organisasi Islam yang berdiri pada tahun 1912.  Di masa awal, transformasi sosial Muhammadiyah mengusung semangat modernitas di tengah muslim perkotaan melalui aktivisme yang dilakukan dengan slogan “Tajdid”. Meskipun terminologi “tajdid” tidak ditemukan dalam dokumen resmi maupun tidak resmi di era generasi awal, khususnya era kepemimpinan Kiai Ahmad Dahlan, Muhammadiyah berupaya mengejawantahkan prinsip tajdid tersebut dalam upaya memahami dan menerapkan ajaran Islam dari Al-Qur’an dengan akal yang terus disemai dengan ilmu pengetahuan khususnya filsafat (logika/mantiq). Memahami Al-Qur’an dengan akal dimasudkan agar ajaran Islam bener-benar fungsional menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi umat seperti perpecahan, kebodohan, kepenyakitan, dan ketaberdayaan (Abdul Munir Mulkan, Wawancara, 2021).

Bagi Muhamadiyah, tajdid penting karena beberapa faktor, salah satunya sebagai upaya mendialogkan agama dengan persoalan dan realitas kehidupan kebangsaan dan kemasyarakatan. Melalui dialog tersebut diharapkan akan muncul solusi atas permasalahan yang ada dan dihadapi oleh masyarakat. Tradisi dialog ini menjadi kekuatan Muhammadiyah dan telah mendorong pada terjadinya diskusi terbuka, perang wacana dan serangkaian aktivitas perdebatan terkait sebuah isu, sebagaimana terlihat dalam kelembagaan Majlis Tarjih yang dibentuk sejak 1927 (Noer, 1996:92-93).

Muhammadiyah terbiasa sejak awal dengan manhaj (metodologi) berpikir kritis, di mana semua pemikiran selalu disandarkan melalui kitab-kitab yang merujuk Al-Quran dan Hadist. Di era awal sejak 1912 hingga tahun 1930-an, kecenderungan ini yang dipraktikan oleh Kiai Dahlan dan para tokoh-tokoh Muhammadiyah—menggunakan akal kritis yang dipertajam dengan temuan baru ilmu pengetahuan. Hal ini yang menjelaskan alasan penolakan Muhammadiyah atas tradisi klenik, perdukunan, kharafat, yang begitu kuat dipraktikkan masyarakat di masa awal pendirian Muhammadiyah. Targetnya adalah melakukan purifikasi untuk kemajuan, menolak prinsip keagamaan juga institusi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam  (Abdul Munir Mulkan, Wawancara, 2021).

Kuatnya gagasan berkemajaun terlihat dari ulasan-ulasan yang dihasilkan para penulis Muhammadiyah di awal-awal abad ke-20. Jika gagasan pemikir Barat mengatakan bahwa kemajuan ini erat kaitannya dengan yang sifatnya modernisasi dalam hal teknologi, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya, konsep berkemajuan yang dimaksud oleh Muhammadiyah tidak hanya ditujukan untuk aspek tertentu saja, melainkan meliputi segala aspek termasuk dalam hal religiusitas, spiritualitas, termasuk kondisi keagamaan.

Selain melalui buku-buku hasil karya penulis Muhammadiyah, penguatan gagasan berkemajuan juga terekam dalam berbagai terbitan Muhammadiyah seperti majalah di masa-masa awal. Majalah Suara Muhammadiyah edisi kedua (1915), misalnya, merekam beragam gagasan berkemajuan Muhammadiyah. Beberapa artikel di majalah tersebut terkonsentrasi tidak hanya pada soal-soal ibadah bagi seorang Muslim namun juga ide-ide perihal pentingnya masyarakat muslim mengejawantahkan prinsip berkemajuan, baik dalam pemikiran maupun praktik aktivisme Islam. Gagasan berkemajuan juga terurai di majalah Suara Aisyiyah yang dikelola Aisyiyah. Prinsip berkemajuan dipegang teguh dan menjadi corak pemikiran para tokoh ’Aisyiyah. Hal ini menunjukkan mereka memahami prinsip modernisme Islam, yaitu Islam sebagai agama yang berkemajuan, agama dengan ajaran yang membebaskan, mencerahkan dan memajukan (Uswatun Hasanah, Wawancara, 2021).

Gagasan berkemajuan memperlihatkan adopsi intelektual yang dilakukan Muhammadiyah terhadap kekuatan sejarah yang tengah menggerakkan kalangan bumiputra untuk bangkit setelah berabad-abad berada dibawah cengkeraman kolonialisme. Ide tentang kemajuan menjadi elan vital bagi kaum terpelajar pribumi untuk bisa mencapai level, atau setidaknya mendekati, bangsa Eropa atau Jepang di Asia. Berkemajuan pada gilirannya akan berkaitan dengan pendidikan penduduk yang tinggi dan merata, pemanfaatan teknologi, pengutamaan ilmu pengetahuan, serta pencipataan masyarakat yang makmur dan sejahtera (Abdullah, Wawancara, 2021; Abdullah, 2009:19-20; Abdullah, 2007:220-21).

Penulis: Setyadi Sulaiman
Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.

Referensi

Abdullah, Amin (2007), Islamic Studies Dalam Paradigma Integratif-Interkonektif (Sebuah Ontologi). Yogyakarta: UIN Suka Press.

______________ (2009), Falsafah Kalam Di Era Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulkhan, Abdul Munir (1990), Pemikiran K. H. Ahmad Dahlan dan Muhamadiyah; dalam Perspektif Perubahan Sosial (Jakarta: Bumi Aksara)

Noer, Deliar (1996), Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, cet ke-8. (Jakarta: LP3ES)

Wawancara dengan Prof. Dr. M. Amin Abdullah, 14 Oktober 2021

Wawancara dengan Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, 16 Oktober 2021

Wawancara dengan Uswatun Hasanah (Putri Kyai Haji Hadjid), 12 November 2021