Aisyiyah
Aisiyah adalah organisasi perempuan Muhammadiyah yang menyuarakan gagasan pembaruan Islam. Didirikan di Yogyakarta pada 19 Mei 1917, embrio kelahiran Aisyiyah telah dimulai sejak diadakannya perkumpulan Sapa Tresna di tahun 1914, yaitu perkumpulan gadis-gadis terdidik di sekitar Kauman yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan, seperti mengasuh beberapa anak yatim, mengadakan tabligh-tabligh untuk para anggotanya, melakukan pemberdayaan wanita-wanita Kauman khususnya dalam usaha batik, termasuk menyelenggarakan kursus-kursus keagamaan bagi kelompok perempuan di Kauman yang langsung dibimbing oleh Kyai Dahlan dan istrinya, Siti Walidah (Mawardi, 1978; Noer, 1996: 90; Muarif & Setyowati, 2014:37-39).
Prinsip gerakan yang diusung Aisyiyah adalah melakukan dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid yang berasas Islam serta bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Visi ideal Aisyiyah adalah “Tegaknya agama Islam dan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Sedangkan visi pengembangan Aisyiyah adalah “Tercapainya usaha-usaha ‘Aisyiyah yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar ma’ruf nahi munkar secara lebih berkualitas menuju masyarakat madani.”
Ketua Aisyiyah pertama adalah Siti Bariyah, generasi pertama Sapa Tresna sekaligus alumni Neutraal Meisjes School. Ia dipercaya memimpin Aisyiyah berkat kedalaman intelektual dan kecakapan berorganisasi (Muarif & Setyowati, 2014:62). Nama-nama lain yang sempat memimpin Aisyiyah di masa awal, yaitu Siti Aisyah Hilal, Siti Munjiyah, dan Siti Badilah. Di bawah kepemimpinan mereka, Aisyiyah bergerak pada berbagai aktivisme sosial-keagamaan. Pada ranah pendidikan, Aisyiyah melakukan penguatan pendidikan masyarakat muslim Indonesia, ditandai dengan merintis pendidikan dini untuk anak-anak bernama Frobelschool pada 1919. Sekolah yang dikenal juga sebagai TK Aisyiyah Bustanul Athfal ini menjadi rintisan awal gerakan Asiyiyah dalam upaya memberantas kebodohan, khususnya mengurangi tingkat buta huruf masyarakat muslim di pulau Jawa, bahkan di Indonesia (Suratmin, 1990; Nasir, 2010).
Kepada kelompok perempuan, Aisyiyah menekankan pentingnya pendidikan keluarga. Sementara bagi remaja perempuan Aisyiyah fokus membenahi mental selain kapasitas pengetahuan melalui sebuah lembaga khusus bernama Nasyiatul Aisiah (Noer, 1996:90). Aisyiyah juga tercatat melahirkan gerakan penertiban pakaian perempuan Islam dengan menginisiasi gerakan berkerudung. Dalam perjalanannya kerudung menjadi ciri khas anggota Aisyiyah (Muarif & Setyowati, 2014:46-47: Suara Muhammadiyah, No. 24, 2010).
Dalam konteks peribadatan Aisyiyah merintis tempat shalat khusus bagi perempuan yang dikenal dengan Mushala Aisyiyah di Kauman Yogyakarta. Selain untuk keperluan shalat, tempat ibadah yang didirikan pada tahun 1922 tersebut juga dimanfaatkan untuk pengajian-pengajian. Sedangkan pada ranah penguatan literasi masyarakat, sejak tahun 1923 Aisyiyah melancarkan gerakan pemberantasan buta huruf Arab dan Latin dengan menyelenggarakan kegiatan belajar membaca dan menulis huruf Arab dan Latin bagi masyarakat. Di kemudian hari, program ini dikembangkan menjadi sekolah Maghribi yang juga dikenal denan nama Aisyiyah Maghribi School (Nashir, 2016: 369).
Pada tahun 1927 Aisyiyah menerbitkan majalah Suara Aisyiyah yang menjadi media informasi program dan kegiatan, termasuk konsolidasi internal organisasi. Majalah ini dirancang sebagai media untuk mengulas isu perempuan dan Islam dengan penekanan pada pentingnya pemahaman beragama yang berkemajuan, selain membebaskan dan mencerahkan. Pemahaman ini sangat berpengaruh dalam perkembangan dakwah ‘Aisyiyah. Melalui Suara Aisyiyah muncul banyak tulisan yang berupaya mengetengahkan isu seputar pentingnya perempuan berpartisipasi dan berperan dalam Dakwah Islam Amar Makruf Nahi Munkar bersama-sama dengan laki-laki untuk mempercepat terwujudnya Baldatun Thayibatun wa Rabbun Ghafur (wawancara dengan Uswatun Hasanah, Putri Kyai Raden Haji Hadjid 2021).
Pada tahun 1930 dalam Kongres ke-19 di Bukittinggi, Aisyiyah memutuskan dan kemudian ikut serta dalam mengadakan kursus Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pasca Kongres Pemuda tahun 1928. Aisyiyah juga turut menginisiasi terbentuknya federasi organisasi wanita pada tahun 1928. Berorientasi pada perjuangan membebaskan masyarakat dari belenggu penjajahan dan kebodohan, badan federasi ini selanjutnya menjadi KOWANI (Kongres Wanita Indonesia). Melalui KOWANI, Aisyiyah mengejawantahkan misi dakwah, amar ma’ruf nahi mungkar (Nashir, 2016: 369).
Dengan berbagai bentuk amal usaha, program dan kegiatan sosial-keagamaan tersebut, Aisyiyah berupaya konsisten mendasarkan pada landasan ideologis organisasi yang berkisar pada empat hal, yaitu: (1) penegasan kedudukan perempuan di tengah dunia laki-laki, (2) penegasan ruang gerak dan hak-hak perempuan, (3) penegasan peranan wanita sebagai pembina keluarga, dan (4) penegasan peranan wanita dalam pembangunan (Kuntowijoyo, dalam Dzuhayatin, 2009). Aisyiyah selalu berjuang menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan, selain tentunya, meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan sesuai dengan ajaran Islam.
Penulis: Setyadi Sulaiman
Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.
Referensi
Darban, A. A. (2000). Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah. Yogyakarta: Tarawang.
Darban, Adaby A. & Baha'Uddin (2010), Aisyiyah dan Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia sebuah Tinjauan Awal (Yogyakarta: Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada)
Dzuhayatin, S. R. (2015). Rezim Gender Muhammadiyah: Kontestasi Gender, Identitas, dan Eksistensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nashir, Haedar (2016), Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah)
Mu’arif, & Setyowati, H. N. (2014). Srikandi-Srikandi Aisyiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Aisyiyah (Yogyakarta: Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, tanpa tahun)
Suratmin (1990), Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan Nasional: Amal dan Perjuangannya yang diterbitkan oleh PP. Aisyiyah Seksi Khusus Penerbitan dan Publikasi
Kuntowijoyo. TT. “Arah Pengembangan Organisasi Wanita ........” dalam Wanita Islam Indonesia, dalam Dzuhayatin, Siti Ruhaini (2009). “Menakar “Kadar Politis” Aisyiyah” Yinyang: Jurnal Studi Gender & Anak, Vol.4 No.2.
Wawancara dengan Uswatun Hasanah, Putri Kyai Raden Haji Hadjid, Oktober 2021.