Cakrabirawa
Resimen Cakrabirawa adalah kesatuan yang bertugas menjaga keselamatan presiden beserta keluarganya. Resimen ini dibentuk pada tanggal 6 Juni 1962, dengan dasar Surat Keputusan Presiden Sukarno/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Nomor 221 tahun 1962 (Hutama & Muryadi 2015: 136). Anggotanya pasukan terbaik dari TNI Angkatan Darat, kemudian Angkatan Udara, Angkatan Laut, serta unsur Kepolisian Republik Indonesia (Syukur 2008: 3; Panggabean 1993: 355). Pada era pemerintahan Presiden Soeharto, Cakrabirawa dibubarkan dan disusun kembali dengan nama Paspampres atau Pasukan Pengamanan Presiden.
Presiden Sukarno memberikan nama Cakrabirawa bagi pasukan ini. Cakrabirawa sendiri adalah senjata pamungkas yang dimiliki Batara Kresna untuk penumpas kejahatan dalam cerita pewayangan/wayang purwa (Maulwi Saelan 2014: 261). Resimen Cakrabirawa memiliki saloka berbunyi “Dirgayu Satyawira” bermakna prajurit atau pahlawan setia yang menjaga keselamatan kepala negara (Tjakrabirawa 1963: 30).
Tugas pengamanan keselamatan Presiden Republik Indonesia awalnya diemban Pasukan Polisi Pengawal. Kesatuan ini terdiri dari anggota bekas kesatuan Polisi Jepang bernama Tokomu Kosaku Tai (Martowidjojo 2001: 7). Pembentukan Resimen Cakrabirawa dilatarbelakangi berbagai usaha pembunuhan dari berbagai pihak yang tidak senang atau pandangan politik berseberangan dengan Presiden Sukarno, di antaranya peristiwa pelemparan granat Cikini tanggal 30 November 1957 dan penembakan dari pesawat MIG 15 “Maukar” yang terjadi tanggal 9 Maret 1960. Kemudian insiden pelemparan granat di Jalan Cendrawasih pada tanggal 7 Januari 1962 dan peristiwa penembakan di Hari Raya Idul Adha di halaman Istana Merdeka pada tanggal 14 Mei 1962. Itu semua menjadi pertimbangan perlunya dibentuk kesatuan khusus menjaga keselamatan presiden serta keluarganya.
Sebelum dibentuknya Resimen Cakrabirawa, tanggung jawab pengamanan presiden dilakukan Pasukan Polisi Pengawal Pribadi pimpinan Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil M. dengan anggota terbatas. Presiden Sukarno akhirnya setuju pembentukan resimen ini dan menunjuk Sabur sebagai Komandan Resimen Cakrabirawa serta Wakil Komandan Maulwi Saelan (Martowidjojo 2001: 347). Kesatuan ini dibagi menjadi 3 pasukan yaitu Detasemen Kawal Pribadi/DKP, lalu Detasemen Pengawal Chusus/DPC, serta Detasemen Kawal Kehormatan/DKK. Ketiga pasukan ini mempunyai penugasan masing masing serta pimpinannya berbeda.
Resimen Cakrabirawa melakukan tugas dan kewajiban mereka sebaik mungkin. Ujian terhadap anggota Resimen Cakrabirawa baru benar-benar mereka rasakan pada saat terjadinya peristiwa dan pasca 30 September 1965 atau peristiwa G-30S/PKI. Anggota Batalyon I Kawal Kehormatan dari Angkatan Darat, kurang lebih satu kompi atau sekitar 60 orang dikomando Letnan Kolonel Untung, terlibat dalam penculikan para jenderal pada malam tanggal 1 Oktober 1965.
Sebagai akibatnya, setelah selama 3 tahun, Cakrabirawa sebagai Resimen khusus pengawal presiden pun dibubarkan. Menyususl terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966, berlokasi di Markas Besar Direktorat Polisi Militer Angkatan Darat, Jakarta Pusat, pada 28 Maret 1966, dilakukan serah terima tugas. Dari Brigjen Sabur selaku Komandan Resimen Cakrabirawa kepada Brigjen Sudirgo, yang era itu menjabat Direktur Polisi Militer (Hutama & Muryadi 2015: 142; Saelan 2014: 345). Kemudian, dengan dasar Keputusan Bersama Menteri Panglima Angkatan (Udara, Laut, Darat dan Polisi) pada 23 Maret 1966, Resimen Cakrabirawa dibubarkan. Seluruh anggotanya dikembalikan kepada kesatuannya masing masing (Martowidjojo 2001: 354).
Penulis: Mansyur
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.
Referensi
Arsip Majalah Tjakrabirawa. Edisi tahun 1963.
Hutama, Radite Jiwa dan Muryadi. 2015. “Resimen Cakrabirawa (1962-1967)”. Verleden, Jurnal Kesejarahan, Vol. 3, No.2 Juni 2015.
Martowidjojo, H. Mangil. 2001. Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967. Jakarta: Grasindo.
Panggabean, M. 1993. Berjuang dan Mengabdi, (Jakarta : Sinar Harapan).
Saelan, H. Maulwi. 2014. Penjaga Terakhir Soekarno. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Syukur, Abdul. 2008. “Kehancuran Golongan Komunis di Indonesia”. Jurnal Sejarah Lontar 3 Vol.5 No.2 Juli – Desember.