Gerakan Assa'ad
Gerakan Assa’ad, atau populer Gerakan Assaat, merupakan gerakan kebijakan ekonomi Pemerintah Indonesia yang digagas oleh Mr. Assaat (Pjs. Presiden RI pada masa RIS), yang memiliki empati tinggi terhadap penderitaan bangsa Indonesia. Gerakan ini lahir pada masa Demokrasi Parlementer tahun 1956, bertujuan meningkatkan produktivitas para pengusaha kaum pribumi di Industri perdagangan, juga untuk melindungi kegiatan usaha warga negara Indonesia dari persaingan ekonomi dengan para pengusaha asing secara umum dan keturunan Cina secara khusus. Awalnya, gerakan ini baru sebatas membentuk suatu wadah organisasi perjuangan atau Badan Perjuangan yang populer dengan nama KENSI, kemudian dikenal sebagai Gerakkan Assaat (Assa’ad).
Gerakan Assa’ad ini lahir atas kekhawatiran masyarakat Indonesia akan dominasi Cina, dan orang-orang asing dalam perekonomian Indonesia. Hal ini diperparah kondisi masa Demokrasi Liberal yang sering kali terjadi perubahan kabinet sehingga berdampak pada kehidupan ekonomi Indonesia saat itu. Kondisi ini mengilhami para pengusaha Indonesia mencari jalan untuk memecahkan kesenjangan ekonomi, mengingat langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia saat itu belum mencapai hasil yang diharapkan (Pujiatiningtyas 1992).
Gerakan Assa’ad tidak hanya mengenai masalah ekonomi, tetapi juga mengenai sikap golongan Cina yang dinilai cenderung eksklusif dan tidak memiliki rasa nasionalisme terhadap negara Indonesia. Karena itu, Gerakan Assa’ad dituduh sebagai gerakan “ras diskriminasi”, meski tujuan sebenarnya adalah keseimbangan ekonomi dan rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi dari golongan Cina terhadap negara Indonesia (Pujiatiningtyas 1992).
Sebagaimana pada masa pemerintahan Kabinet Natsir, para pemangku kebijakan saat itu berupaya untuk mengubah warisan struktur kebijakan ekonomi kolonial menjadi kebijakan ekonomi nasional. Kebijakan ekonomi kolonial banyak dikuasai para pengusaha asing yang digerakan oleh para pengusaha Cina sebagai penggerak perekonomian Indonesia yang masih dalam masa awal kemerdekaan.
Pembangunan ekonomi Indonesia adalah pembangunan ekonomi baru yang ia mencoba mempraktikkannya pada sektor perdagangan. Menurut pendapatnya, pembangunan ekonomi nasional sangat membutuhkan dukungan dari kelas ekonomi menengah pribumi yang kuat. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia harus segera menumbuhkan kelas pengusaha pribumi (Abdurakhman 2018).
Gagasan mengenai ide Assa’ad yang diusung kepada pemerintah ternyata banyak dibicarakan di kalangan masyarakat. Akhirnya, Pemerintah memberikan saran untuk tidak menerapkan ide tersebut dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Sementara kaum pribumi merespon ide ini dengan sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya “Gerakan Assaat” (Java-bode: Nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 1956).
Ketua "Gerakan Kemerdekaan Ekonomi Bangsa Indonesia", sebagai simpatisan dari ide-ide Assaat, kemudian mengirimkan surat kepada DPR dan Kementrian Kehakiman di Jakarta untuk menyampaikan ide dari gagasan “Gerakan Asaat” yang di dalamnya tidak hanya kebijakan ekonomi, tapi juga pemberantasan Korupsi (Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 1956: ). Setelah mencapai kesepahaman di kalangan pemerintah, “gagasan Assaat” mendapat dukungan dan meminta agar ide-ide dari Assaat ini diterapkan tidak hanya di bidang ekonomi saja tetapi juga pendidikan (De nieuwsgier, 1956).
Menindak lanjuti program kebijakan ekonomi nasional tersebut, tanggal 28-29 Maret tahun 1957 diselenggarakan konferensi pertama gerakan Assaat yang berlangsung di Tandjungkarang, dengan tema “Gerakan Kemerdekaan Ekonomi Bangsa Indonesia”, yang bertujuan untuk mendapatkan kepentingan ekonomi vital ke tangan kaum pribumi Indonesia. Dalam kongres tersebut, Ketua Kongres B.R. Motik menyatakan sudah ada 100 organisasi dan 50 partisipan yang mendaftar untuk hadir, dan berharap Presiden Sukarno dapat hadir dalam kongres tersebut. Adapun anggota-anggota dari kongres tersebut yaitu Assaat, Tobing, R. Sutedjo Mangkudipuro, R. Sukardi, A. Wahab dan M. Nuh. Hadir juga Mr Kosasih Purwanegara, ketua DEIF, dan Mr Assaat sendiri, sebagai penasihat (Ade Preanger Bode, 1957).
Gerakan Assa’ad berakhir seiring dengan kebijakan politik saat Demokrasi Parlementer berganti menjadi Demokrasi Terpimpin, di mana alat-alat produksi dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai oleh negara atau minimal di bawah pengawasan negara (Abdurahman, 2018).
Penulis: Tati Rohayati
Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.
Referensi
Abdurakhman, dkk. 2018. “Sejarah Indonesia”, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pujiatiningtyas. 1992. “Gerakan Assaat tahun 1956”, Skripsi, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
“Idee-Assaat”. Java-bode: Nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indië, Zaterdag, 14 Juli 1956.
“Assaat Standpunt”. De nieuwsgier: Waarin Opegenomen Nieuwesblad voor Indonesie. Zaterdag,14 Juli 1956.
“Assaat- Beweging en Corruptie”. Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 13 Desember 1956.
“Werkconferentie van Assaar-beweging”. Koran Ade Preanger Bode, 20 Maret 1957.
Ruangguru.com pada diakses pada tanggal 23 Juni 2022 pukul 20.00 WIB