Hasbi Ash-Shiddieqy

From Ensiklopedia
Hasbi Ash-Shiddieqy - Konstituante Masjumi. Sumber: konstituante.net

Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy adalah tokoh intelektual terkemuka asal Aceh. Ia lahir pada 10 Maret 1904 di Lhokseumawe, Aceh Utara. Hasbi adalah putra dari Tengku Muhammad bin Muhammad Su’ud, seorang ulama pemilik pesantren (dayah) dan Qadi Chik. Ibu Hasbi adalah Tengku Amrah puteri dari Tengku Abdul Aziz pemangku jabatan Qadi Chik Maharaja Mangkubumi Kesultanan Aceh. Gelar Ash-Shiddieqy disematkan oleh gurunya seorang berkebangsaan Sudan yang tinggal di Lhokseumawe bernama Syaikh Muhammad bin Salim al-Kalali karena Hasbi masih keturunan ke-37 dari Khalifah pertama Abu Bakar al-Siddiq (Supian, 2014: 272).

Sejak kecil, Hasbi telah belajar agama Islam dengan ayahnya dan beberapa dayah di Geudong, Samakurok, dan Tanjung Barat di Samalanga sampai tahun 1925. Di Tanjung Barat, Hasbi juga belajar menulis latin, bahasa Arab, dan bahasa Belanda. Ia mendirikan dayah di Buloh Beureugang pada tahun 1924 dan kemudian pergi ke Perguruan Al-Irshad di Surabaya. Pengajaran model Perguruan Al-Irshad tersebut kemudian dikembangkan di Lhokseumawe bersama dengan Al-Kalali pada tahun 1928 sebagai sekolah Islam modern (Supian, 2014: 275-276).

Pada tahun 1933, Hasbi Ash-Shiddieqy tinggal di Kutaraja dan menjalani berbagai aktivitas seperti mengajar di Jong Islamieten Bond (JIB), menjabat ketua cabang Muhammadiyah Kutaraja pada 1938, mendirikan Sekolah Darul Irfan  pada 1940, menjadi Konsul (Ketua Majelis Wilayah) Muhammadiyah Provinsi Aceh periode 1943-1946, dan ketua cabang Masyumi Aceh Utara. Pada acara Kongres Muslimin Indonesia (KMI) ke XV di Yogyakarta tanggal 20-25 Desember 1949 Hasbi yang hadir dalam acara tersebut oleh Abu Bakar Aceh dikenalkan dengan Menteri Agama K.H Wahid Hasyim dan ketua pendirian PTAIN (cikal bakal IAIN/UIN) Yogyakarta yaitu Kiai Fatchurrahman Kafrawi. Hasbi kemudian diangkat menjadi dosen PTAIN tersebut pada Januari 1951, dan beberapa karyanya mulai diterbitkan pada tahun 1957 sehingga mempopulerkan namanya di Indonesia. Jabatan baru juga diraih oleh Hasbi yaitu sebagai Dekan Fakultas Syariah (1960-1972) dan Guru Besar Ilmu Hadis IAIN Sunan Kalijaga (1972), Dekan Fakultas Syari'ah IAIN Ar-Raniry, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Sultan Agung Semarang, dan Rektor Universitas al-Irshad Surakarta (1963-1968) (Rahmawati, 2015: 121-131; Supian, 2014: 278).

Dengan berbagai perannya, Hasbi Ash-Shiddieqy dipandang menjadi tokoh intelektual Islam yang berjasa besar, terutama dalam pengembangan Perguruan Tinggi Islam dan Ilmu Pengetahuan Islam di Indonesia. Hasbi mendapat gelar doktor (Honoris Causa) dari Universitas Islam Bandung tanggal 22 Maret 1975 dan IAIN Sunan Kalijaga pada tanggal 29 Oktober 1975 (Supian, 2014: 279). Melalui wawasan fikih yang bernuansa reformis dan dinamis, hasil karya 50-an buku termasuk Tafsir An-Nur (1952-1961) dan Tafsir al-Bayan, dan berbagai pemikiran Islam yang modernis maka Hasbi Ash-Shiddieqy juga disebut sebagai salah satu seorang pembaharu Islam pada awal abad ke-20, selain Buya Hamka (1908-1981) dari Sumatera Barat dan Hazairin (1906-1975) dari Bengkulu (Mustopa, 2020; Rahmawati, 2015: 14; Supian, 2014: 271-272). Hasbi Ash-Shiddieqy wafat pada 9 Desember 1975 di Jakarta. Jasadnya kemudian diistirahatkan di pemakaman keluarga IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Supian, 2014: 279).

Penulis: Ahmad Athoillah


Referensi

Aan Supian, “Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Kajian Ilmu Hadis”, Jurnal Mutawatir 4 (2) Juli-Desember 2014, 270-666.

Mustopa, “Prof. Dr. Teuku Muhammad HAsbi Ash Shiddieqy dan Tafsir Al-Qur’an al-Majid An-Nur, 12 November 2020 dalam https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/647-prof-dr-teungku-muhammad-hasbi-ash-shiddieqy-dan-tafsir-al-qur-an-al-majid-an-nur diakses 28 Oktober 201.

Rahmawati (2015), Dr, Istinbath Hukum Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shddieqy, Yogyakarta: Deepublish.