Herlina Kasim
Siti Rachmad Herlina atau ‘Herlina Kasim’ adalah tokoh penting dalam proses perebutan Irian Barat pada decade 1960an. Ia dilahirkan di Malang, Jawa Timur tanggal 24 Februari 1941. Ia mengikuti Pendidikan Militer Korps Wanita Angkatan Darat (1963-1964) (Royyani, 2021; DPP, 2021:48). Herlina disebutkan sebagai satu-satunya perempuan yang ikut dalam operasi Trikora pada tahun 1961-1962. Bersama dengan beberapa rekannya, Herlina ikut melakukan penyusupan ke Irian Barat pada 15 Juli 1962 melalui Soasiau menuju Pulau Gebe. Mereka kemudian bergabung dengan pasukan PG-500 pimpinan Jonkey Hobert Rumontoy dengan 87 orang dari Pulau Gebe yang berangkat melalui Waigeo dengan 4 perahu berukuran muatan 2-4 ton dilengkapi dengan outboard motor 50 PK. Herlina bertempur dengan Belanda di Teluk Arago, Kepulauan Raja Ampat serta berhasil menjalankan tugas mendirikan pos bayangan untuk perlindungan dan pertahanan diri serta masuk ke desa-desa di kepulauan Raja Ampat. Pada 15 Agustus 1962, Herlina berada di Pulau Waigeo dan diserang oleh pasukan Belanda. Herlina juga disebutkan ikut melakukan terjun payung bersama pasukan RPKAD pimpinan Letnan dr. Ben Mboy dan Letnan Benny Moerdani (Ariyanti dkk., 2017: 2, 8, 9).
Tidak hanya operasi militer, Herlina yang saat itu masih menjadi mahasiswa dan penggiat pers bergerak mencari dukungan dan simpatik masyarakat Irian Barat agar memilih Indonesia. Ia menerbitkan surat kabar dan buletin Tjendrawasih dan Gelora Kotabaru di Pulau Gebe dan Pulau Waigeo untuk disebarkan di desa-desa. Isinya adalah pesan-pesan perjuangan pembebasan Irian Barat, mengenalkan negara Indonesia, lagu Indonesia Raya, dan lagu-lagu perjuangan. Kaum perempuan di Papua juga didekati oleh Herlina melalui berbagai kegiatan kewanitaan. Tujuannya agar para perempuan memilih dan mendukung Indonesia jika diadakan pemilihan umum dalam Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) (Ariyanti dkk., 2017: 2,7).
Herlina juga membantu usaha Soegarda untuk pembangunan berdirinya Universitas Cenderawasih, membujuk masyarakat Papua untuk tidak meminta bantuan kepada Belanda, membantu Nyonya Takaro mengenalkan pendidikan kebangsaan Indonesia, membantu pelayanan kesehatan terhadap warga Papua oleh Dokter Kuddah, Suster Siti, dan Suster Lie. Tugas penting lainnya untuk Herlina adalah bersama dengan Letnan Wim Saleki menjadi penghubung dengan tentara PBB. Herlina bersama rekan-rekannya tetap melakukan demonstrasi untuk menolak pemerintahan UNTEA dan plebisit tahun 1969 (Ariyanti dkk., 2017: 7,10-12).
Dengan fakta tersebut, maka Herlina Kasim kemudian didaulat menjadi tokoh pejuang wanita untuk Trikora. Presiden Sukarno menjuluki Herlina Kasim sebagai “Srikandi Irian Barat” (Ariyanti dkk., 2017: 2). Presiden juga memberikan anugerah Pending Emas. Pada Kongres IV Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Herlina dipercaya oleh kepengurusan pusat LVRI menjadi Pembantu Umum bin Per Wanita pada periode 1978-1983 (DPP, 2021: 48, 106-107). Herlina wafat di RSPAD Gatot Soebroto tanggal 17 Januari 2017 dan dimakamkan di TPU Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta (Agung DH, 2017).
Penulis: Ahmad Athoillah
Referensi
Agung DH (2017), “Herlina Kasim Pejuang Trikora meninggal Dunia”, dalam https://tirto.id/herlina-kasim-pejuang-trikora-meninggal-dunia-chc5 diakses 1 November 2021.
Pipin Ariyanti, Syaiful, M, dan Yiustina Sri Ekwandari, “ Kontribusi Herlina Kasim dalam Upaya Pembebasan Irian Barat dari Penjajahan Belanda Tahun 1962-1963”, Jurnal of PESAGI 5, 8 (2017), 1-13.
DPP LVRI (2021), Sejarah Legiun Veteran Republik Indonesia: Refleksi Perjalanan Sejak Peranng Kemerdekaan Hingga Tahun 2020, Jakarta : Ar-Ruzz Media.
Izza Royyani (2021), “Siti Rachmah Herlina, Srikandi di Balik Operasi Trikora” dalam https://iqra.id/siti-rachmah-herlina-srikandi-di-balik-operasi-trikora-236337/ diakses 1 November 2021.