Operasi Tri Komando Rakyat

From Ensiklopedia

Tri Komando Rakyat (TRIKORA) adalah operasi militer untuk merebut Irian Barat. Presiden Sukarno mengumumkan operasi Trikora di Alun-Alun Utara Kota Yogyakarta pada 19 Desember 1961. Perintah operasi Trikora adalah (1) gagalkan pembentukan negara boneka Papua yang dibentuk Belanda, (2) pengibaran Bendera Merah Putih di Irian Barat, (3) mempersiapkan mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah-air dan bangsa. Operasi ini merupakan bentuk lain atau konsekuensi dari sengketa status Irian Barat antara Indonesia - Belanda. Sejak kesepakatan hasil perundingan Konferensi Meja Bundar ditandangani keabsahannya, status Irian Barat masih tidak jelas. Pembahasan yang tidak serius pada konferensi tersebut mengakibatkan tertundanya kesepakatan, sehingga pembahasan dilakukan lagi dalam waktu satu tahun berikutnya setelah konferensi. Dari kesepakatan konferensi tampak jelas bahwa Belanda mengecualikan wilayah Papua tidak tergabung dengan Negara Indonesia Timur ataupun negara bagian tersendiri. Dengan demikian, Irian Barat/Papua Barat (West New Guinea) masih tetap menjadi bagian wilayah kerajaan Belanda di seberang laut dari tahun 1949 - 1962.

Sengketa status Papua Barat semakin kuat dimulai lagi ketika seluruh negara bagian bergabung ke negara Republik Indonesia untuk tujuan mengkokohkan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, bentuk negara federal Indonesia pada akhirnya dibubarkan pada 17 Agustus 1950. Perundingan dalam Konferensi Menteri-Menteri Indonesia - Belanda pada 23 Maret - April 1950 di Jakarta dan 4 Desember 1950 di Den Haag telah diselenggarakan sebelum negara RIS terbentuk sampai bubar. Hal ini dilakukan sebagai amanat KMB untuk menyelesaikan masalah Irian Barat dalam waktu satu tahun.

Upaya konferensi itu tidak menghasilkan kesepakatan apapun karena penafsiran yang bertolak belakang atas Irian Barat (Gde Agung 1985; Leirissa et al. 1992; Djamhari et al. 1995).  Sunario Sastrowardoyo (Menteri Luar Negeri, 1953 - 1955) mengatakan kepada pers bahwa Belanda masih menganggap West New Guinea (Papua Barat/Irian Barat) sebagai salah satu koloninya, maka dia menyatakan “Jika Belanda tetap pada posisi ini, kami terpaksa mengambil jalan lain, yaitu melakukan persiapan untuk merebut kembali West New Guinea dengan cara selain negosiasi.” (Winchoter Courant, 30 Oktober 1953). Pada periode 1950-an, pemerintah juga telah mengupayakan melalui diplomasi dan jalur politik, seperti PBB dan Konferensi Asia Afrika, tetapi Belanda tetap tidak menyerahkan Irian Barat (Leirissa 1992). Tahun terus berganti dengan status tidak jelas, sementara Indonesia mengintegrasikan Irian Barat dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia. Hal ini menegaskan sengketa wilayah antara Indonesia - Belanda tetap muncul karena Indonesia secara kewilayahan meliputi seluruh wilayah yang dahulu di bawah kendali pemerintahan Hindia Belanda.

Ketegangan kedua negara mencapai puncaknya pada 17 Agustus 1960 ketika Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda dan mengumumkan operasi militer pada Desember 1961. Pelaksanaan operasi Trikora dilakukan melalui pembentukan Komando Mandala (KOLA) dengan tugas mengambil kembali Irian Barat menjadi bagian yang menyatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak awal bulan Januari 1962, infiltrasi telah dilakukan oleh kelompok-kelompok pasukan untuk menjalankan misi melalui laut dan udara (operasi naga dan operasi srigala). Pada peristiwa lain sebelum operasi penyusupan, terjadi pertempuran laut di Laut Aru (Maluku) yang mengakibatkan tenggelamnya KRI Macan Tutul.

Pelaksanaan operasi Trikora ini berakhir ketika tercapai persetujuan New York pada 15 Agustus 1962, yang salah satu isinya adalah penyerahan Irian Barat ke United Nations Temporary Executive Temporary (UNTEA) yang dilanjutkan penyerahan kepada Indonesia pada 1 Mei 1963. Kondisi politik dunia turut berpengaruh pada sengketa ini yang disebabkan oleh pembelian perangkat pertempuran militer dari Uni Soviet yang saat itu sedang dalam suasana perang dingin. Apabila sengketa wilayah tidak diselesaikan melalui jalur perundingan di Perserikatan Bangsa-Bangsa, maka Amerika Serikat mengkhawatirkan perang yang sesungguhnya. Surat bersifat rahasia dari John F. Kennedy ditujukan kepada J. E. De Quay dengan jelas menyebut "Only the communists would benefit from such a conflict." (The Fourth World Documentation Project). Amanat yang harus diemban pada waktu itu adalah menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat yang terlaksana pada 14 Juli - 2 Agustus 1969.

Penulis: Samidi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Djamhari, Saleh A., et al. (1995). Tri Komando Rakyat: Pembebasan Irian Barat. Jakarta: Markas Besar ABRI

Departemen Penerangan RI (1962). Irian Barat, Daerah Kita!. Jakarta Komando Penerangan Irian Barat Departemen Penerangan RI

Leirissa, R.Z., et al. (1992). Sejarah Proses Integrasi Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional

Gde Agung, Ide Anak Agung (1985). Dari NIT Ke RIS. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

The Fourth World Documentation Project, a service provided by the center for world indigenous studies, www.cwis.org (https://web.archive.org/web/20060926135903/http://www.cwis.org/fwdp/Oceania/jfkpapua.txt)

Winchoter Courant, 30 Oktober 1953