Indie Voor De Indiers
Indie voor de Indiers (Hindia untuk bangsa Hindia), Bersama dengan Indie lost van Holland (Hindia bebas dari negeri Belanda), dikenal sebagai semboyan Indische Partij untuk menyuarakan secara kritis perlakuan diskriminatif yang membedakan mereka yang dikategorikan sebagai Belanda totok (asli), keturunan campuran Belanda (Indo), dan Bumiputra. Suara kritis terhadap kebijakan segregasi sosial pemerintah Hindia-Belanda ini menjadi satu unsur penting dari wacana politik di Indonesia awal abad ke-20.
Pembentukan partai digunakan sebagai sarana untuk memperjuangkan semboyan tersebut. Rapat konstituen perkumpulan ini diadakan di Bandung pada 25 Desember 1912. Pada saat itu, perubahan anggaran dasar telah disetujui dan dipilih pengurus utama, terdiri dari E. F. E. Douwes Dekker (ketua), Tjipto Mangoenkoesoemo (wakil ketua) dan Soewardi Soerjaningrat, serta beberapa pengurus/anggota lain (De Expres, 4 April 1913). Sebelum Desember 1912, E. F. E. Douwes Dekker berkunjung di beberapa kota di Jawa untuk mengenalkan gagasannya melalui pertemuan-pertemuan.
Pertemuan di Solo (Surakarta) dilakukan di gedung kesenian (schouwburg). Untuk menarik perhatian banyak orang, sebelum agenda rapat peserta pertemuan terlebih dahulu menonton bersama pertunjukan bioskop. Adanya pertemuan diberitahukan di koran (De nieuwe vorstenlanden, 23 November 1912). Pertemuan untuk pengembangan program partai diselenggarakan di Surabaya dalam bentuk rapat umum terbuka (openbare vergadering) majelis propaganda publik dan majelis anggota umum yang dihadiri oleh Douwes Dekker (De Expres, 4 Desember 1912). Sebelumnya, pertemuan serupa juga dilaksanakan di Semarang (Het nieuws, 21 Oktober 1912),
Pertemuan tersebut digunakan sebagai cara untuk mengenalkan dan mendapatkan anggota partai. Kehadiran Indische Partij menarik perhatian Insulinde yang mengajukan izin untuk bergabung meskipun legalitas yang diajukan pada awal 1913 ditolak oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah menganggap anggaran dasar partai dinilai bertentangan dengan kepentingan umum (De Tijd, 6 Maret 1913, De Expres, 18 Maret & 4 April 1913, Het Vaderland, 12 April 1913). Pengajuan legalitas hukum yang ditolak merupakan wujud pengekangan kebebasan dan yang paling keras tindakan pemerintah menghentikan gerak partai adalah mengasingkan tiga tokoh pendiri partai ke Belanda dari tahun 1913 - 1917 karena gagasan dan kritikan dinilai melawan pemerintah.
Penyebaran konsep indie, ide-ide nasionalisme, dan Indische Partij disampaikan melalui esai-esai di koran De Expres dan seringkali dibahas oleh koran lain yang terbit di Hindia Belanda ataupun Belanda. Kata indie digunakan secara berkesimbungan sebagai nama umum untuk semua orang yang mencintai Hindia, baik sebagai tanah air atau sebagai negara tempat mereka tinggali (De Expres, 6 Januari 1914). Meskipun pernyataan tersebut memunculkan sinisme dari penentang, nasib indie terletak di dalam bentuk kerjasama dengan penduduk lainnya.
Menurut Soewardi Soerjaningrat, istilah yang disebarluaskan tidak mengenal supremasi Indo atas penduduk Bumiputra, dan menghendaki peleburan (Poesponegoro dan Notosusanto 1984: 185). Oleh karena itu, penduduk yang dimaksudkan adalah hasil peleburan antara Indo dan Bumiputra, dan Indische Partij mencita-citakan indie merujuk pada segenap penduduk yang bertempat tinggal di Hindia Belanda. Sementara itu, penyebutan Indo biasanya disamakan dengan Indis merujuk pada kaum yang diidentifikasi sebagai hasil percampuran dengan Eropa (Niwandhono 2011: 45).
Istilah indiers mengacu pada orang-orangnya atau segenap penduduk yang tinggal di Hindia, tidak terbatas hanya orang hasil campuran (keturunan campuran).
Para anggota dihimbau supaya menggunakan kata indiers (orang Hindia atau Indonesia) untuk menyebut diri mereka. Dan pengakuan mereka—semua keturunan dari ras atau suku bangsa apapun—akan tempat tinggalnya di sini (Hindia) sebagai tanah air dikenal sebagai paham Indische Nasionalisme. Nasionalisme ini dikembangkan oleh Perhimpunan Indonesia dan Partai Nasional Indonesia menjadi Indonesische Nasionalism (Poesponegoro dan Notosusanto 1984: 186). Pada dasarnya yang diperjuangkan adalah kesetaraan penduduk dan perlakuan tanpa diskriminasi. Indiers, ik reken op u (Bangsa Hindia, aku mengandalkanmu).
Penulis: Samidi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum
Referensi
De Expres, 4 Desember 1912, 4 April 1913, 6 Januari 1914
De nieuwe vorstenlanden, 23 November 1912
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 21 Oktober 1912.
Het Vaderland, 12 April 1913
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho (1984). Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka
Niwandhono, Pradipto (2011). Yang Ter(Di)lupakan: Kaum Indo dan Benih Nasionalisme Indonesia. Yogyakarta: Djaman Baroe