Indonesisch Nederlandsche School (INS) Kayutanam

From Ensiklopedia


Indonesisch Nederlandsche School (INS) didirikan oleh Engku Mohammad Sjafei di Kayutanam Sumatera Barat tahun 1926. Sekolah tersebut menghadirkan “ruang pendidikan”, sebagai suatu tempat luas untuk proses belajar dan mengajar, bukan hanya terbatas pada adanya guru dan murid, tapi belajar dari pengalaman dan kehadiran alam sekitar. Penempatan kata Indonesische mendahului Nederlandsche menunjukkan INS adalah sekolah bangsa Indonesia yang statusnya tidak lebih rendah dari Belanda. Murid-muridnya berasal dari Kayutanam, Padang, Pariaman, Lubukalung, Padangpanjang, dan Bukittinggi (Navis 1996: 60-61).

Bakal ide pendidikan Sjafei bermula ketika ia sekolah di Belanda (1922-1925). Dia sering berdiskusi dengan Moh. Hatta yang lebih dahulu kuliah di sana. Mereka aktif di Indonesische Vereeniging. Sjafei pernah menjadi redaktur rubrik pendidikan majalah Indonesia Merdeka. Mereka punya pandangan yang sama, bahwa untuk menjadi bangsa merdeka maka harus memiliki mental rajin, ulet, teliti, dan disiplin (Navis 1996: 246-247). Sjafei menekankan harmoni antara kecerdasan, keterampilan, dan seni yang mendorong kepercayaan pada diri sendiri dan menanamkan pengertian yang kuat akan arti tujuan di antara anak-anak (Abdullah 2018: 159-160). Semangat belajarnya sangat tinggi sehingga tidak heran saat kembali ke Tanah Air ia membawa empat ijazah yaitu: guru Eropa, menggambar, pekerjaan tangan, dan musik (Djumhur & Danasuparta 1976: 187).

Pembelajaran INS didesain untuk melahirkan pekerja cekatan yang rendah hati. Murid dibiasakan bekerja secara teratur dan intensif. Sejak dini mereka dilatih belajar menolong diri sendiri. Tujuan pengajaran kerja tangan, ilmu bumi, ilmu alam dan menggambar adalah meningkatkan daya pengamatan. Belajar bahasa bertujuan memupuk kesanggupan berpikir dan merumuskannya secara tajam dan teratur. Olahraga adalah mata pelajaran yang penting (Kartodirdjo et all, 1975: 277).  

Pendidikan INS bertujuan: pertama, mendidik anak-anak berfikir rasional, yakni kepada hal-hal praktis yang menguntungkan bagi masyarakat; kedua, mendidik anak-anak bekerja beraturan dan sungguh-sungguh. Anak-anak diajarkan tentang hubungan erat tantara berpikir dan berbuat; ketiga, membentuk murid-murid menjadi manusia yang berwatak melalui sistem pendidikan dengan jalan bekerja; keempat, menanam perasaan persatuan, perasaan bekerja bersama antara murid-muridnya (Djumhur & Danasuparta 1976: 188-189). INS menanamkan nilai-nilai intelek, nasional, dan semangat (Navis 1996: 175).

Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran dibagi dua, yaitu Ruang Bawah dan Ruang Atas. Ruang pertama adalah sekolah rendah dengan masa belajar 7 tahun. Alokasi jam belajar teori 75% dan praktek 25% dari seluruh jam pelajaran. Ruang kedua merupakan sekolah menengah dengan masa studi 6 tahun. Materi pelajaran di ruang bawah diperdalam dan diperluas lagi di ruang ini. Waktu belajar praktek 50% dari seluruh jam belajar. Setelah tamat ruang terakhir, murid-murid langsung mengabdi kepada masyarakat (Djumhur & Danasuparta 1976: 191-192).

Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran pokok dengan alokasi waktu tidak kurang 7 ½ jam bagi kelas rendah dan 6 jam untuk kelas 3. Bahan pelajaran bahasa menggunakan kisah dan kejadian di sekitarnya. Bahasa Belanda diberikan hanya satu jam di kelas 1 dalam bentuk latihan ucapan, kemudian kelas 2 selama 6 jam, dan kelas 3 selama 7 ½ jam (Kartodirdjo et al. 1975: 279-280). Pelajaran ilmu hajat dikaitkan dengan menggambar dan kerja-tangan guna membangkitkan perhatian, pengenalan, dan penelitian sendiri. Pengajarannya mengutamakan penghayatan agama Islam.

Usaha tersebut menempatkan Engku Mohammad Sjafei berada di antara tokoh paling terkemuka dalam sejarah pendidikan di Indonesia, setelah Ki Hajar Dewantara (Zed 2012: 173).

Penulis: Abd. Rahman Hamid
Instansi: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Editor: Dr. Bondan Kanumoyoso


Referensi

I. Djumhur dan Danasuparta (1976, cetakan ke-6; cet-1: 1959) Sejarah Pendidikan. Bandung: Ilmu.

Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoned Poesponegoro, Nugoroho Notosusanto (1975) Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Navis, A. A. 1996. Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei: Ruang Pendidik INS Kayutanam. Jakarta: Grasindo.

Zed, M. 2012. Engku Mohammad Sjafe’i dan INS Kayutanam: Jejak Pemikiran Pendidikannya. Tingkap, Vol. VIII No. 2, hlm. 173-188.

Abdullah, T. Sekolah dan Poltik Pergerakan Kaum Muda di Sumatra Barat 1927-1933. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.