Indonesische Vereeniging

From Ensiklopedia


Indonesische Vereeniging berawal dari sebuah perhimpunan mahasiswa di negeri Belanda yang terbentuk pada tahun 1908. Awalnya perhimpunan ini diberi nama Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Perhimpunan mahasiswa di Belanda ini dibentuk sebagai wadah perhimpunan sosial tempat mahasiswa Indonesia dapat melewatkan waktu senggangnya untuk berbincang-bincang dan saling bertukar informasi terbaru terkait tanah air (Ingleson 1993:1).

Indische Vereeniging memasuki babak baru ketika Tiga Serangkai pemimpin Indische Partij, Tjipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Suwardi Surianingrat (Ki Hadjar Dewantara) dibuang dari Hindia Belanda ke Belanda pada tahun 1913. Bersama masuknya ketiga tokoh ini ke Belanda, masuk pula konsep “Indie los van Nederland” berarti “Hindia yang bebas dari Belanda” dan ide tentang pembentukan negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri. Masuknya tokoh-tokoh ini juga berpengaruh terhadap semakin aktifnya anggota Indische Vereeniging ke dalam ranah politik. Suwardi juga turut menggagas terbitnya jurnal Indische Vereeniging berjudul Hindia Poetra (Ingleson 1993: 2; Perhimpunan Indonesia, 1938:168).

Setelah Perang Dunia Pertama berakhir, gelombang mahasiswa yang berangkat ke Negeri Belanda untuk menuntut ilmu semakin besar. Politik Etis telah memperluas kesempatan putra-putri Indonesia golongan atas untuk mengenyam pendidikan dasar dan menengah dalam bahasa Belanda. Beberapa tokoh pergerakan Indonesia yang mendapat kesempatan menimba ilmu sampai ke Belanda antara lain adalah Soetomo, M. Hatta, Sartono, Ali Sastroamidjojo, Budiarto, Iwa Kusuma Sumantri, dan Iskaq. Tokoh-tokoh ini kemudian bergabung dengan Indische Vereeniging. M. Hatta telah bergabung sejak kedatangannya di Leiden pada  1922 (Ingleson 1993: 3; Hatta Jilid 1, 2011: 165).

Pada tahun 1922 terjadi perubahan nama dari Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging atau yang kelak dikenal dengan Perhimpunan Indonesia. Bersama pergantian nama ini juga, Perhimpunan Indonesia mengganti nama Hindia Belanda (Nederlands Indië) menjadi Indonesia. Hatta mengatakan dalam biografinya, bahwa kata kata “Indonesiër” dan kata “Indonesisch” sudah diperkenalkan oleh Prof. Van Vollenhaven. Namun, kata Indonesia sebagai nama tanah air merupakan ciptaan dari Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia, 1938:168; Hatta Jilid 1, 2011:166).

Titik balik Indonesische Vereeniging berubah menjadi organisasi politik adalah setelah dilantiknya pengurus baru pada tahun 1922. Pada Januari 1923, ketua baru Iwa Kusuma Sumantri menjelaskan bahwa organisasi ini memiliki tiga asas pokok. Pertama, Indonesia ingin menentukan nasibnya sendiri. Kedua, agar dapat menentukan nasibnya sendiri, Bangsa Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri. Ketiga, Bangsa Indonesia harus bersatu dengan tujuan melawan Belanda. Dalam kepengurusan baru ini juga muncul tokoh yang menjadi kekuatan pendorong organisasi, yakni Mohammad Hatta, sebagai perintis atas perkembangan dan organisator utama kegiatan PI, sekaligus pendorong intelektual bagi teman-teman dekatnya (Ingleson 1993:6-13).

Setelah berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia, perkumpulan ini juga menerbitkan majalah bernama Indonesia Merdeka yang dibaca banyak pejuang di tanah air. Pada tahun 1925, perhimpunan ini mengeluarkan manifesto politik yang tak kalah penting dari Sumpah Pemuda tahun 1928. Manifesto ini dinilai oleh Prof. Sartono Kartodirdjo lebih fundamental dan komprehensif karena tidak hanya mengandung unsur persatuan namun juga mengandung unsur kesetaraan dan kemerdekaan (Adam 2012:14).

Penulis: Afriadi
Instansi: Universitas Indonesia
Editor: Dr. Bondan Kanumoyoso


Referensi

Ingleson, John. 1993. Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Kebangsaan. Jakarta: Grafiti. 

Perhimpunan Indonesia. 1938. 30 Jaar Perhimpunan Indonesia. Leiden: Perhimpunan Indonesia.

Hatta, Mohammad. 2011. Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi. (Jilid I, II, III) Jakarta: Penerbit Kompas.

Adam, Asvi Warman. 2012. Bung Karno & Kemeja Arrow. Jakarta: Kompas.