Jong Minahasa

From Ensiklopedia

Munculnya elit baru pada kalangan kaum muda terpelajar melahirkan pemahaman baru tentang ide kebangsaan. Kalangan elit baru ini banyak yang bekerja sebagai guru, penerjemah, dokter, pengacara, dan wartawan yang kesemua profesi tersebut diharap dapat memberikan perlindungan dan advokasi kepada rakyat. Tujuh tahun setelah didirikannya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun dalam loyalitas kedaerahan. Munculnya organisasi kedaerahan ini bertujuan untuk menjalin silaturahim sesama daerah. Perkembangan organisasi pemuda semakin pesat dan arah tujuannya berubah, menyebabkan keinginan untuk mencapai cita-cita persatuan Indonesia (Sari dan Yoga Fernando Rizqi 2019: 104-105).

Setelah lahir dan berkembangnya Jong Java dan Jong Sumatranen Bond, maka berdiri berbagai perkumpulan atau perserikatan bersifat kedaerahan. Pada tahun 1918, kalangan muda dari wilayah Minahasa Sulawesi Utara yang merantau di Jakarta mendirikan perkumpulan atau organisasi pemuda bernama Jong Minahasa atau Pemuda Minahasa. Tokohnya antara lain yaitu G.R. Pantouw, T.A. Kandou, J.S. Warouw, L. Palar, dan R.C.L. Senduk.

Tujuan pendirian Jong Minahasa adalah untuk menggalang dan mempererat persatuan dan tali persaudaraan di kalangan para pemuda dan pelajar yang berasal dari Minahasa. Selain itu, organisasi ini juga bertujuan untuk memajukan kebudayaan daerah Minahasa. Kegiatan-kegiatannya bergerak di bidang rohani, kesenian, ekonomi, dan sosial budaya. (Sardiman AM dan Dwi Lestariningsih 2017: 206; Hakh 2018: 3).

Salah satu sumbangsih penting Jong Minahasa adalah upaya untuk meningkatkan rasa kesadaran nasional di antara kaum pergerakan. Hal itu tampak ketika dilangsungkannya pertemuan pemuda pada 15 November 1925 di Jakarta. Pertemuan tersebut membicarakan upaya untuk menyelenggarakan pertemuan pemuda yang lebih luas dan melingkupi berbagai organisasi lainnya. Organisasi-organisasi pemuda itu kemudian bersepakat untuk membentuk panitia yang mempersiapkan Kerapatan Besar Pemuda atau Kongres Pemuda I.

Melalui berbagai upaya, kongres berhasil diselenggarakan. Salah satu hasilnya yang menonjol adalah lahirnya kesadaran tentang cita-cita persatuan Indonesia dan perlunya bahasa persatuan. Selanjutnya pada tanggal 15 Agustus 1926, Jong Minahasa kembali terlibat dalam pertemuan dengan berbagai perhimpunan pemuda yang bertempat di gedung Bioskop “Java” dengan pembahasan mengenai upaya untuk mengadakan federasi di antara organisasi-organisasi pemuda. Meskipun sudah membicarakan, upaya fusi berbagai organisasi kepemudaan masih belum berhasil. Pada pertemuan selanjutnya pada tanggal 20 Februari 1927 kembali diadakan pertemuan antara oraganisasi-organisasi pemuda. Selain Jong Minahasa, organisasi pemuda lainnya yang terlibat adalah Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Sekar Rukun, Jong Bataks Bond, Jong Islamiten Bond, Jong Ambon, dan PPPI. Walaupun pertemuan ini sudah agak maju dalam hal kesepahaman tentang usul fusi organisasi kepemudaan, tetapi hasilnya tetap belum mencapai kesepakatan. Meski demikian, ada hasil menggembirakan dengan didirikannya suatu perkumpukan kebangsaan yang disebut dengan Jong Indonesia. Berbagai upaya tersebut menjadi cikal Kongres Pemuda II yang akhirnya melahirkan ikrar Sumpah Pemuda.

Penulis: Ilham Daeng Makkelo
Instansi: Universitas Hasanuddin
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Endah Puspita Sari dan Yoga Fernando Rizqi, 2019. “Smith’s Nationalism Perspective in the Indonesian History Textbooks on the Youth Oath 1928 Narrative. Historika. Vol. 22, No.2 Oktober.

Hakh, Samuel Benyamin, 2018. “Peranan orang Kristen dalam Pusaran Politik di Indonesia (Suatu tinjauan historis-teologis). Jurnal Ilmiah Musik dan Agama. Vol.2, No.1.

Sardiman AM dan Amurwani Dwi Lestariningsih, 2017. Sejarah Indonesia Kelas XI Semester I. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.