Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia
Kongres Perempuan Indonesia I yang dilaksanakan pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Dalem Jayadipura Yogyakarta disebut sebagai tonggak sejarah pergerakan perempuan Indonesia yang dimotori oleh tiga orang perempuan, yaitu Ny. Soekonto, Ny. Ki Hajar Dewantoro, dan Ny. Sujatin Kartowijono (Pringgodigdo 1991: 110). Kongres tersebut dapat terselenggara berkat adanya dukungan dari berbagai organsasi perempuan saat itu, seperti Wanita Utomo, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyah, Wanita Mulyo, Serikat Islam, Jong Islamited Bond, Jong Java dan Wanita Taman Siswa (Muljana 2008: 310). Tujuan dari kongres tersebut adalah untuk menjalin hubungan antara berbagai perkumpulan perempuan Indonesia. Melalui kongres itu mereka juga mengupayakan agar dapat bersama-sama membicarakan masalah kewajiban, kebutuhan dan kemajuan perempuan (Panitia Pembuatan Buku, 2009: 75). Salah satu hasil dari Kongres Perempuan Indonesia I adalah dibentuknya Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). PPI yang didirikan pada tanggal 25 Desember 1928 berusaha mengadakan kongres setiap tahun untuk membahas kedudukan wanita Indonesia, dan menerbitkan surat kabar yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kepentingan kaum wanita (Kowani 1978: 35).
PPI mengadakan pertemuan di Yogyakarta pada Mei 1929, di mana isu perkawinan menjadi pokok pembicaraan. Selanjutnya, pada 28-31 Desember 1929 di Jakarta diadakan Kongres PPI II (Kowani 1978: 36). Pada PPI II terjadi perubahan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART), di mana disepakati bahwa yang menjadi anggota PPI adalah pusat-pusat organisasi wanita, bukan cabang-cabang (Anonim 1984: 272). Bentuk badan hukum dan namanya pun diubah menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII) (Kowani 1978: 30). Hal yang terpenting dalam perkembangan PPII ialah keputusan bahwa Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia berasaskan kebangsaan dan menyatakan diri sebagai bagian dari pergerakan kebangsaan Indonesia (Wieringa 2010: 139).
Sejak kemerdekaan Indonesia, organisasi perempuan menyelenggarakan Kongres Wanita Indonesia pada Desember 1945, dan mendirikan badan gabungan yang diberi nama Kowani dengan program pokoknya ialah pendidikan, sosial, dan ekonomi (Anonim 1984: 77-78). Kowani merupakan bagian dari Kongres Perempuan Indonesia yang memiliki peranan penting dalam menyatukan berbagai organisasi wanita pada saat itu, sehingga didirikanlah sebuah bangunan berupa monumen di Yogyakarta untuk mengenang perjuangan pergerakan wanita Indonesia oleh Yayasan Hari Ibu, yang pembangunannya diilhami oleh Badan Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Pada tanggal 22 Desember 1953, saat peletakan batu pertama, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo turut menghadiri acara tersebut. Monumen yang merupakan lambang persatuan perempuan di Indonesia itu berbentuk bangunan, dengan tujuan agar dapat digunakan sehari-hari untuk kiprah gerakan perempuan di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Peletakan batu pertama Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia dilakukan pada tanggal 22 Desember untuk mengingatkan kepada peristiwa Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta yang dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 1928 (De Locomotief 14 Desember 1953).
Penulis: Siska Nurazizah Lestari
Instansi: IKIP PGRI Wates, DIY
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A
Referensi
Anonim, “Gedung Wanita in Jogja Premier Legt de Eerste Steen op 22 December”, De Locomotif: Semarangsch Handels-en Advertentie-Blad, 12 Desember 1953.
Anonim. (1984). Perjuangan Wanita Indonesia Sepuluh Windu setelah Kartini 1904-1984. Jakarta: Departemen Penerangan RI.
Kongres Wanita Indonesia. (1987). Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Muljana, Slamet. (2008). Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan Jilid I. Yogyakarta: LKIS.
Panitia Pembuatan Buku. (2009). 80 Tahun Kowani Derap Langkah Pergerakan Organisasi Perempuan Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Wieringa, Saskia Eleonora. (2010). Penghancuran Gerakan Perempuan, Politik Seksual di Indonesia Pasca Kejatuhan PKI. Yogyakarta: Galang Press.