Kongres Wanita Indonesia I

From Ensiklopedia

Pada Desember 1928, organisasi perempuan Indonesia mengadakan kongres pertama di Yogyakarta. Kongres ini mewakili suara wanita dan sekaligus merupakan puncak akumulasi aktivitas publik terkait kampanye menentang pernikahan anak. Pada waktu itu pemikiran tersebut tumbuh di kalangan wanita Indonesia yang mengenyam pendidikan Barat. Pernikahan anak merupakan permasalahan yang menjadi keprihatinan para wanita pada waktu itu (Blackburn 2004: 67).

Gagasan untuk menyelenggarakan kongres wanita datang dari beberapa organisasi, antara lain Wanita Utomo yang diwakili oleh Ny. Sukonto, Wanita Taman Siswa diwakili Nyi Hadjar Dewantara, dan Puteri Indonesia Mataram yang diwakili oleh R.A. Suyatin. Mereka mengundang beberapa perkumpulan wanita di Yogyakarta untuk menggagas Kongres Wanita dengan dibantu Nn. Sunaryati sebagai juru tulis sekaligus panitia inti. Selanjutnya dibentuk sebuah komite yang mempersiapkan pertemuan organisasi-organisasi wanita Indonesia yang diberi nama Komite Kongres Perempuan Indonesia, dan menunjuk Ny. Sukonto dari organisasi Wanita Utomo sebagai ketua kongres.

Kongres Wanita pertama dilaksanakan pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, bertempat di kediaman R. M. Djojodipoero. Kongres tersebut berlangsung secara khidmat, seluruh peserta antusias mendengarkan pidato dan seruan untuk kemajuan gerakan wanita. Adapun pidato-pidato yang dikemukakan di dalam kongres tersebut disampaikan sejumlah tokoh antara lain sebagai berikut  (1) Ny. Sukonto sebagai ketua  memberikan Sambutan Pembukaan, (2) RA. Soedirman dari Putri Budi Sejati membawakan pidato berjudul  "Perkawinan dan Perceraian", (3) Ny. Siti Mundjiah dari Aisyiah membawakan pidato berjudul "Derajat Perempuan", (4) Nn. Siti Mugarumah dari Putri Indonesia membawakan pidato berjudul  "Perkawinan Anak-anak", (5) Siti Sundari dari Putri Indonesia membawakan pidato berjudul "Kewajiban dan Tjita-tjita Poetri Indonesia", (6) Tien Sastrowiryo membawakan pidato berjudul "Bagaimana Jalan Kaum Perempuan Waktu Ini dan Kelak", (7) Djarmi dari organisasi Darmo Laksmi membawakan pidato berjudul "lboe", (8) Siti Z. Goenawan dari Rukun Wanodya membawakan pidato berjudul "Salah Satu Wajibnya Orang Perempuan", (9) Ny. Ali Sastroamidjoyo membawakan pidato berjudul "Hal Keadaan Istri di Europah", (10) Entjik Siti Maryam dari Yong Java Meisyeskring Betawi membawakan pidato tentang peranan wanita, (11) Siti Hajinah dari Aisyiah membawakan pidato tentang "Persatuan Manusia", dan (12) Nyi Hadjar Dewantara dari Wanita Taman Siswa membawakan pidato berjudul "Keadaan Istri".

Selain dihadiri para wanita yang juga menjadi pembicara, kongres tersebut juga membuka diskusi yang dihadiri oleh kaum pria (Ohorella 1992: 19-22), serta berhasil mendirikan Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang bertujuan mengupayakan beasiswa untuk wanita pribumi yang berbakat tetapi tidak mampu, melakukan sosialisasi guna menentang pernikahan anak di bawah umur yang marak terjadi di desa-desa, memajukan gerakan kepanduan untuk perempuan, mendesak pemerintah untuk menyantuni janda dan yatim piatu bagi para abdi negara, mendorong pemerintah untuk menambah jumlah sekolah perempuan, serta mencantumkan syarat-syarat pernikahan di atas kertas (Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indië, 03 Januari1929).

Semua keputusan yang diambil di dalam kongres menjadi pedoman bagi perjuangan wanita bersama kaum pria untuk menggapai cita-cita kemerdekaan, persatuan serta kesatuan bangsa. Setelah Kongres Perempuan Indonesia I  kemudian disusul Kongres Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI). Pada Kongres PPPI tahun 1929, disepakati untuk mengubah nama menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII). Pada 1930 Kongres PPII diselenggarakan di Surabaya, kemudian pada 1932 dihelat di Solo (Surakarta), dan pada 1933 diselenggarakan di Jakarta (Ohorella 1992: 19-22). Pada Kongres Perempuan Indonesia III (1938) yang diadakan di Bandung diputuskan bahwa tanggal 22 Desember dikukuhkan sebagai tanggal penting dalam sejarah pergerakan perempuan dan diperingati setiap tahun sebagai hari ibu (de Stuers 2008: 134).

Penulis: Siska Nurazizah Lestari
Instansi: IKIP PGRI Wates, DIY
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A


Referensi

Vreede-De Stuers, Cora. (2008). Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan dan Pencapaian (Jakarta: Komunitas Bambu).

Blackburn, S. (2004). Women and the state in modern Indonesia. Cambridge University Press.

Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indië, 03-01-1929 Verbond van inheemsche vrouwen.

G.A. Ohorella,  Sri Sutjiatiningsih . Much taruddin Ibrahim. 1992. Peranan Wanita Indonesia Dalam Masa Pergerakan Nasional. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional Jakarta.