Korps Mobile Brigade

From Ensiklopedia

Korps Mobile Brigade (Mobbrig) merupakan unit di kepolisian Republik Indonesia yang kemudian lebih umum diketahui dengan singkatan Korps Brigade Mobil (Brimob) sejak 14 November 1961. Korps Mobile Brigade dibentuk oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir pada 14 November 1946 sebagai hasil reorganisasi atau kelanjutan Polisi Istimewa. Kedudukannnya sebagai bagian dari kepolisian republik Indonesia ditetapkan pada 1 Juli 1946 berdasarkan Ketetapan Pemerintah Nomor 11/SD. Asal-usul mobile brigade polisi juga tidak lepas dari unit polisi khusus (Tokubetsu Keisatsu Tai) masa Pendudukan Jepang yang dibentuk tahun 1944. Penempatan tugas di setiap daerah syu, setingkat karesidenan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, berjumlah 60 sampai 150 anggota dan kesatuan pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan lengkap yang diwariskan dari polisi Hindia Belanda.  Pasukan ini dapat digerakkan atau dikirim lintas daerah syu jikalau dibutuhkan (Oudang 1952: 46-47).

Polisi Istimewa dapat disebut kelanjutan dari Tokubetsu Keisatsu Tai karena memiliki kemiripan dan keanggotaannya dari kesatuan polisi masa Jepang. Polisi Istimewa juga ditempatkan di setiap karesidenan sebagai pasukan penggempur. Anggota pasukan terpilih dengan dilengkapi persenjataan dan latihan-latihan militer. Pada peristiwa yang terjadi di Surabaya setelah Jepang menyerah dan didengarnya informasi proklamasi kemerdekaan, pasukan Tokubetsu Keisatsu Tai tidak dibubarkan dan juga tidak dilucuti berbalik berani pada pasukan kempeitai  Jepang. Anggota Tokubetsu Keisatsu Tai pribumi (berkebangsaan Indonesia) secara simbolik mengibarkan bendera merang putih di markas kesatuan, bahkan berlanjut menahan orang Jepang dan membongkar senjata di gudang. Berdasarkan kesaksian Moehammad Jasin, jumlah pasukan Polisi Istiwa di Surabaya sebesar 150 anggota.   (De Vrije pers, 21 Juli 1950; Jasin 2010: 8-12; Yauwerissa 2013).

Tugas korps mobile brigade memberikan bantuan pada pemerintahan daerah dalam hal menjaga keamanan, ketentraman umum, dan menegakkan kedaulatan negara. Setiap karesidenan harus dibentuk unit kepolisian dan anggota diambil dari polisi daerah setempat (Oudang 1952: 94-95; Nieuwe courant, 7 Januari 1950). Pada masa Pendudukan Jepang, hanya ada satu jenis kepolisian. Namun, setelah kemerdekaan, kepolisian memiliki pusat-pusat secara regional, seperti Jakarta sebagai pusat untuk Jawa-Madura, Bukit Tinggi sebagai pusat untuk Sumatra, Makasar untuk Sulawesi dan wilayah Timur, dan Banjarmasin untuk Kalimantan.

Korps Mobile Brigade sebagai bagian dari perangkat negara berperan penting pada berbagai aksi ketika negara didera ancaman separatisme dan pemberontakan. Pasukan Mobile Brigade dikerahkan dalam perannya bersama tentara untuk meredakan gerakan melawan negara, seperti Peristiwa Madiun (September 1948), gerakan separatis DI/TII di Jawa Barat (Agustus 1949) dan yang serupa di luar Jawa (Kahar Muzakar, Daud Beureueh, Ibnu Hajar), Andi Azis (April 1950), pemberontakan APRA/Westerling (Januari 1950). Setiap kali terjadi gejolak dalam negeri, pasukan mobile brigade selalu dilibatkan yang selaras dengan tugas menstabilkan keamanan, ketertiban, mempertahankan kemerdekaan (De Vrije pers, 21 Juli 1950; Java bode, 22 Juli 1950).

Pasukan mobil brigade pada peristiwa Madiun (pemberontakan PKI) dikirimkan dan bergerak dari Nganjuk bersama divisi Sungkono. Kesatuan mobile brigade bergerak dari kota ke arah barat merebut desa-desa yang sebelumnya dikuasai pasukan pemberontak (Kahin 1995: 376; Danoekoesoemo 1983: 171). Peran pasukan mobile brigade lainnya adalah pada saat meredam dan menumpas aksi pembunuhan dan kudeta di Bandung oleh Raymond Westerling bersama pasukannya bekas tentara KNIL. Sehubungan dengan aksi  di Bandung,  250 orang anggota tentara dan mobile brigade dikirim dari Jakarta ke Bandung (Nijmeegsch dagblad, 30 Januari 1950). ini sekadar contoh tanpa mengesampingkan peristiwa lain yang melibatkan peran mobile brigade, karena setiap muncul aksi yang berhubungan dengan gangguan keamanan selalu melibatkan korps ini.

Tokoh korps ini yang layak untuk dicatatkan adalah Komisaris Moehammad Jasin memimpin korps sejak dibentuk hingga Juli 1950. Penyerahan komando Mobile Brigade Besar (MBB) diselenggarakan pada upacara di lapangan Tambaksari, Surabaya kepada komisaris Moehammad yang sebelumnya bertugas di Jawa Tengah. Tugas baru Komisaris Moehammad Jasin adalah menggabungkan dua mobile brigade di Jawa sekaligus merancang mobile brigade akan sepenuhnya berubah menjadi aparat polisi sipil. Sejak dibentuk sampai saat itu, korps mobile brigade memiliki misi militer murni dan sebagai pasukan terdepan selama perjuangan kemerdekaan (De Vrije pers, 21 Juli 1950; Java bode, 22 Juli 1950).

Penulis: Samidi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

De Vrije pers, 21 Juli 1950

Java bode, 22 Juli 1950

Nieuwe courant, 7 Januari 1950

Danoekoesoemo (1983). Sejarah perjoangan Polisi Surabaya 1945-1949. Surabaya: Panitya Pembuatan Buku Sejarah Perjoangan Polisi Istimewa Surabaya.

Kahin, George McTurnan (1995). Nasionalisme dan Revolusi Di Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret University bekerjasa dengan Pustaka Sinar Harapan.

Oudang, M. (1952). Perkembangan Kepolisian di Indonesia. Jakarta: Mahabarata

Yauwerissa, Lorenzo (2013). Pasukan Polisi Istimewa, Prajurit Istimewa Dalam Perjuangan Kemerdekaan Di Jawa Timur. Yogyakarta : Mata Padi Pressindo

Moehammad Jasin (2010). Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang: Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama