Majalah Al-Munir

From Ensiklopedia

Selain pendirian sejumlah madrasah dan organisasi modern, ciri lain dari pembaharuan Islam di Indonesia adalah munculnya majalah dan surat kabar sebagai media dakwah. Fenomena ini lahir atas semangat “kaum muda”—sebutan untuk kaum pembaharu— yang menimba ilmu di Makkah dan Timur Tengah yang sarat dengan budaya literasi. Kebiasaan ini kemudian mereka adopsi dan praktikkan saat pulang ke tanah air, salah satunya dengan membentuk Majalah al-Munir.

Dalam berbagai literatur, al-Munir tercatat sebagai majalah Islam pertama di Indonesia. Majalah ini didirikan oleh Haji Abdullah Ahmad pada tahun 1911 di Padang, Sumatera Barat (Burhanudin 2012). Dalam sumber lain dijelaskan bahwa majalah yang terbit setiap dua minggu sekali ini berdiri pada tahun 1910 (van Ronkel 1916).

Haji Abdullah Ahmad (1878-1933) sendiri ulama modernis yang berguru langsung kepada Syaikh Ahmad Khatib di Makkah al-Mukarramah pada 1895. Teman-teman seangkatannya yang sama-sama berasal dari Minangkabau dan juga nyantri kepada Syaikh Ahmad Khatib di antaranya Syaikh Muhammad Djamil Djambek (Bukit Tinggi), Haji Rasul atau Syaikh Abdul Karim Amrullah (Maninjau dan Padang Panjang) dan Syaikh Thaib Umar (Batusangkar) (Azra  2003). Daerah Sumatera Barat saat itu memang dikenal sebagai gerbang utama dalam hal pembaruan pemikiran Islam di Nusantara (Noer 1978).

Selain sebagai pemrakarsa, Haji Abdullah Ahmad juga bertindak sebagai Redaktur Majalah al-Munir. Jika dilihat dari bentuk dan semboyannya, Majalah al-Munir mirip dengan majalah yang terbit lebih dulu di Singapura, yakni al-Imam (Burhanudin 2012) pimpinan Syekh Taher Jalaludin yang juga merupakan guru Haji Abdullah Ahmad (Hamka 1982). Hal ini terjadi lantaran dia pernah terlibat langsung sebagai perwakilan Majalah al-Imam di Padang. Malah pada tahun 1908, Haji Abdullah Ahmad berkunjung ke Singapura untuk mempelajari keterampilan teknis majalah yang kemudian ia jadikan inspirasi terhadap pembentukan Majalah al-Munir (Burhanudin 2012).

Al-Munir didirikan sebagai majalah pembaharuan kaum muda Sumatera Barat yang dibuat untuk melanjutkan peran dan semangat yang terdapat dalam Majalah al-Imam yang berhenti terbit tahun 1908 (Azra 2015). Majalah yang menggunakan aksara Jawi ini menampilkan informasi seputar dunia Islam dengan rubrik mencakup forum tanya jawab soal Fiqih, Perkembangan Pemikiran Islam, Sejarah dan lain-lain (van Ronkel 1916).

Konten-konten Majalah al-Munir difokuskan kepada persoalan keagamaan umat Islam di Asia Tenggara dengan menekankan pemurnian dalam praktik ibadah. Amalan-amalan yang masih diikuti dengan unsur-unsur tradisi dan budaya menjadi sasaran kritik majalah ini (Burhanudin 2012). Bagi al-Munir, al-Quran, al-Hadis, dan tradisi sahabat-sahabat Nabi merupakan pondasi utama untuk menyelesaikan perbedaan dan perselisihan agama (al-Munir, 1913).

Menurut Hamka, Haji Abdullah Ahmad, pendiri al-Munir, adalah orang yang paling piawai dalam hal tulis menulis; Ia bisa dibilang sebagai jurnalis Islam pertama di Sumatera bahkan Indonesia. Sementara, dewan redaksi yang ahli di bidang persoalan agama antara lain Haji Abdul Karim Amrullah  dan Haji Muhammad Thaib Umar. Kedua sahabat Haji Abdullah ini kerap menguraikan soal-soal agama yang pelik untuk kemudian dimuat di dalam suatu rubrik Majalah al-Munir (Hamka 1982).

Di antara diskursus yang pernah mereka publikasikan ke khalayak ramai sehingga memicu kehebohan alam pikiran ulama pada saat itu adalah hukum melafalkan niat ketika hendak memulai shalat atau yang lebih dikenal dengan istilah “ushalli”. Dijelaskan bahwa amalan tersebut bukan berasal dari Nabi, melainkan hasil penafsiran dari para ulama sehingga dihukumi sebagai tindakan bid’ah (Hamka 1982).

Dalam beberapa literatur sejarah, Majalah al-Munir berhenti terbit pada tahun 1918 (Burhanudin 2012), namun Hamka menyatakan bahwa majalah yang juga dikelola ayahnya ini sudah tidak beroperasi sejak tahun 1915 atau hanya bertahan lima tahun. Hal ini, kata Hamka, disebabkan ongkos produksi tidak sepadan dengan uang yang masuk dari para pelanggan. Padahal, kepopuleran al-Munir dengan konten-konten yang mencerahan tersebut sudah tersiar ke beberapa penjuru tanah air seperti ke Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Malaya. Salah satu pelanggan Majalah al-Munir dari Pulau Jawa adalah KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Ketika lawatan ke Jawa tahun 1917, Haji Abdul Karim Amrullah bahkan secara khusus dijamu dan dijemput oleh KH. Ahmad Dahlan di Stasiun Tugu Yogyakarta karena dia mengetahui bahwa Haji Abdul Karim Amrullah adalah salah satu redaktur majalah al-Munir. Dia bahkan meminta izin kepada Haji Abdul Karim Amrullah untuk menyalin karangan-karangan majalah al-Munir ke dalam Bahasa Jawa dengan maksud diajarkan kembali kepada para muridnya (Hamka 1982).

Meski sempat terhenti beberapa saat, al-Munir tetap eksis sebagai sebuah nama percetakan yang banyak mencetak buku-buku karangan Haji Abdullah Ahmad seperti buku tentang tauhid yang berjudul ‘Ilmu Sejati’ dan buku karangan Haji Abdul Karim Amrullah tentang Ushul Fiqih dan lain-lain.

Pada tahun 1918, sejalan dengan berdirinya Perserikatan Sumatera Thawalib di Padang Panjang, malajah al-Munir kembali diterbitkan dengan nama yang sama tapi di belakangnya ditambah dengan kata al-Manar sehingga menjadi ‘Almunirul Manar’. Majalah neo al-Munir ini dipimpin oleh Zainuddin Labai Elyunusi yang bertindak sebagai Rais Tahrir, Abdulhamid Hakim Tuanku Mudo sebagai Muharrir (Pengarang) dan dibantu oleh beberapa koleganya seperti A.R Sutan Mansur, H. Datuk Batuah dan lain-lain. Majalah ini berjalan hingga tahun 1922 (Hamka 1982).

Penulis: Tati Rohayati
Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.


Referensi

Afifah, N. D. (2005). Menapak Jejak  Fatayat  NU:  Sejarah  Gerakan, Pengalaman dan Pemikiran. Jakarta: PP Fatayat.

Al-Munir. (1913). Padang.

Asmah Sjahruni, d. (1996). 50 Tahun Muslimat NU Berkhidmad untuk Agama dan Bangsa. Jakarta: Lakpesdam.

Azra, A. (2003). Surau: Pendidikan Islam dalam Transisi dan Modernisasi. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.

Azra, A. (2013). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad 17 dan 18. Jakarta: Prenada Media.

Azra, A. (2013). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII-XVIII. Jakarta: Prenada Media.

Azra, A. (2015). Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia: Institusi dan Gerakan. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kemendikbud.

Burhanudin, J. (2012). Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia. Jakarta: Mizan.

Dahlan, Z. (2022). Al Washliyah Studies: Catatan Menuju 1 Abad Al-Jam'iyatul Washliyah. Medan: Pusat Kajian Al Washliyah.

Fatayat, P. P. (1984). Sejarah Fatayat NU. Jakarta: PP Fatayat NU.

Fatayat, P. P. (2016). Hasil Kongres XV Fatayat Nahdlatul Ulama. Jakarta: Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama.

Hamka. (1982). Ayahku: Riwayat Hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatra. Jakarta: Umminda.

Hasanuddin, C. (1988). Al-Jamíyatul Washliyah, 1930-1942: Api dalam Sekam di Sumatera Timur. Bandung: Pustaka.

Huriani, Y. (2021). Agama dan Gender: Versi Ormas Islam Perempuan di Indonesia. Bandung: LeKKas.

Huriani, Y. (2021). Agama dan Gender: Versi Ormas Islam Perempuan di Indonesia. Bandung: LeKKas.

Ja'far. (2022). Citra Al-Washliyah: Histori, Moderasi dan Jihad untuk NKRI. Medan: Pusat Kajian Al-Washliyah.

Ja'far. (2022). Dialog Kealwashliyahan: Sketsa Gerakan Al-Washliyah di Pentas Lokal, Nasional dan Global. Medan: Pusat Kajian Al Washliyah.

Kemenag. (2017). Direktori Organisasi Kemsyarakatan Islam (Ormas Islam). Jakarta: Dirjen Bimas Islam.

Kemenag. (2018). Ensiklopedi Islam Nusantara Edisi Budaya. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Dirjen Pendidikan Islam Kemenag.

Muslimat, P. (1979). Sejarah Muslimat Nahdlatul Ulama. Jakarta: PP Muslimat NU.

Noer, D. (1978). Gerakan Muslim Modernis di Indonesia: 1900-1942. Inggris: Pers Universitas Oxford.

PBNU. (2016). Hasil-Hasil Muktamar ke-33 NU. Jakarta: Lembaga Ta'lif wan Nasyr PBNU.

Ridwan, N. K. (2020). Ensiklopedia Khittah NU: Dinamika Jam'iyyah. Yogyakarta: Diva Press.

Ronkel, P. V. (1916). Betreffende de Godsdienstige Verschinjnselen ter Sumatra's Westkust, Samengesteld Door den Ambtenaar Voor de Beoefening der Indische Talen. Batavia: Landsdrukkerij.

Rozali, M. (2016). Tradisi Keulamaan Al Jam'iyatul Washliyah. Medan: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Sulaiman, N. (1956). Peringatan 1/4 Abad Al-Djamiatul Washlijah. Medan: Pengurus Besar Al-Djamiatul Washlijah.

Syukriyah, L. (2016). Muslimat Nahdlatul Ulama di Indonesia (1946-1955). Avatara, 615.

Wilar, A. S. (2009). NU Perempuan: Kehhidupan dan Pemikiran Kaum Perempuan NU. Rembang: Pyramida Media Utama.

Wilar, A. S. (2009). NU Perempuan: Kehidupan dan Pemikiran Kaum Perempuan NU. Rembang: Pyramida Media Utama.

Wulandari, T. (2017). Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan. Bantul: Yayasan Pesan Trend Budaya Ilmu Giri.

Yusuf, M. (2000). Perempuan, Agama dan Pembangunan. Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan.