Nahdlatul Wathan

From Ensiklopedia

Nahdlatul Wathan adalah organisasi Islam yang memfokuskan gerakannya di bidang pendidikan, sosial dan dakwah. Organisasi tersebut berdiri di Nusa Tenggara Barat pada 1 Maret 1953, dengan dipelopori oleh Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Hingga tahun 1997, Nahdlatul Wathan tercatat telah mendirikan sebanyak 647 lembaga pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

Berdirinya organisasi Nahdlatul Wathan berawal dari Pesantren al-Mujahidin (1934) di Lombok, kemudian bertransformasi menjadi Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dan Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI). Keduanya merupakan madrasah yang memadukan sistem pendidikan klasikal dan modern, sehingga menarik animo masyarakat. Hingga tahun 1952/1953, NWDI dan NBDI telah memiliki 66 madrasah yang tersebar di NTB. Kondisi tersebut mendorong berdirinya suatu organisasi yang berfungsi untuk membina dan memelihara seluruh kegiatan sekolah. Maka terbentuklah Nahdlatul Wathan sebagai sebuah organisasi struktural dan resmi (Haramain 2019: 57-67; Wathoni 2021: 27-32; Nahdi 2018: 47).

Gerakan Nahdlatul Wathan, yang memiliki arti “kebangkitan tanah air”, bertujuan untuk memajukan bangsa Indonesia, khususnya daerah Nusa Tenggara Barat, agar bisa bangkit dari kekurangan dan keterbelakangan. Hadirnya Nahdlatul Wathan merupakan respons atas kondisi umat Muslim dan situasi politik nasional yang tidak stabil, terjadinya distorsi di berbagai bidang akibat penetrasi Barat lewat kolonialisme dan imperialisme (Syarif 2020: 50).

Makna penting yang terkandung dari Nahdlatul Wathan tidak hanya sekedar  mendirikan sekolah-sekolah dan mendidik para calon-calon ulama saja, melainkan memiliki makna mendalam, yaitu “kebangkitan bangsa” atau “kebangkitan nasionalisme” (Untung 2018: 132-133). Nahdlatul Wathan memilih meneruskan gerakan dakwah, sosial dan pendidikannya tanpa membalut dengan istilah tertentu sebagai penanda identitas mereka (Syahid 2019: 22). Dalam proses internalisasi nilai-nilai ke-Nahdlatul Wathan-an, pada praktiknya NW ini punya tradisi ritual seperti membaca hizib, tarekat hizib, wirid, buku wasiat, dan lagu-lagu yang disusun oleh TGH. Zainuddin Abdul Madjid (Yamin 2020: 144). Tipologi dakwah dari Nahdlatul Wathan melalui pendidikan formal dengan sistem madrasi klasikal/resmi, juga dengan media Majlis Taklim, serta melalui da’wah bi al-lisan atau pengajian umum (Haramain 2019: 67-73).

Nahdlatul Wathan  tidak terlibat dalam organisasi politik apapun pada fase awal berdirinya, melainkan kental dengan jiwa dan perjuangan kemerdekaan. Begitu juga memasuki era kemerdekaan, Nahdlatul Wathan konsisten menyebarkan dakwahnya melalui instrument Pendidikan (Nahdi 2018: 5). Namun, dalam perkembangannya organisasi ini tak bisa dilepaskan dari pengaruh partai politik karena beberapa tokohnya terjun dalam partai politik seperti Masyumi dan Parmusi (Nurdin dkk. 2020: 86-87).

Nahdlatul Wathan sejajar dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, meski dari segi praktik ritual keagamaan lebih dekat dengan NU, karena pendiri Nahdlatul Wathan sebelumnya adalah kader NU. Nahdlatul Wathan termasuk Islam tradisionalis dengan kecenderungan praktik Sunni yang toleran terhadap budaya lokal. Selain berbekal pada sumber hukum Islam seperti Qur’an dan Hadits, ijmak dan qiyas, anggotanya juga dibekali buku karangan langsung Tuan Guru Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai panduan hidup berupa buku wasiat dan tarekat hizib Nahdlatul Wathan (Syarif 2020: 188).

Kebangsaan dan keislaman adalah dua entitas sejajar yang tak dapat dipisahkan, yang pertama sebagai ajaran, yang kedua sebagai wadah atau konteks yang menjamin ajaran Islam berjalan dengan baik. Melalui organisasi ini TGKH Muhammad Zainudin Abdul Madjid menunjukkan bentuk dan upaya penyatuan kesadaran masyarakat Islam Nusantara dalam kebangsaan Indonesia (Nahdi 2018:45-46).

Penulis: Akhmad Yusuf
Instansi: Fakultas Adab Dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.


Referensi

Abidin Nurdin dkk., Gerakan Sosial Keagamaan di Indonesia. Aceh: Madani Press, 2020.

An Najmi, Muhammad Izzul Islam. Pluralitas Dalam Bingkai Nasionalisme “Telaah Atas Pemikiran & Perjuangan KH. Abdul Wahab Hasbullah”. Sukabumi: CV Jejak (Jejak Publisher), 2020.

Haramain, Muhammad. Dakwah Moderasi Tuan Guru: Kajian Pemikiran dan Gerakan Dakwah Tuan Guru KH. Muhammad Zainuddin Abd. Madjid. Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press, 2019.

Klinken, Gerry van dan Henk Schulte Nordholt., ed. Politik lokal di Indonesia. Jakarta: KITLV-Jakarta, 2007.

Latif, Yudi. Genealogi Inteligensia: Pengetahuan & Kekuasaan Inteligensia Muslim Indonesia Abad XX. Jakarta: Kencana, 2013.

Latif, Yudi. Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Jakarta: Mizan, 2005.

Nahdi, Khirjan. Pendidikan dan Modernisasi Peradaban. Yogyakarta: Cakrawala, 2018.

Nahdi, Khirjan., Muh. Fahrurrozi, dan Aswasulasikin. Konstruksi Kebangsaan dalam Sejarah Nahdlatul Wathan (Verstehen & Understanding Khazanah Lokal Bermatra Nasional). Yogyakarta: Penerbit Cakrawala, 2018.

Supriyanto, dkk., Islam and Local Wisdom: Religious Expression in Southeast Asia: Islam dan Kearifan Lokal: Ekpresi Keberagamaan di Asia Tenggara. Yogyakarta.: Deepublish, 2018.

Syahid, Achmad. Islam Nusantara: Relasi Agama-Budaya dan Tendensi Kuasa Ulama, Depok: Rajawali Pers, 2019.

Syarif, M. Zainul Hasani. Agama dan Perubahan Sosial: Signifikansi Pendidikan Islam Sebagai Stabilisator-Dinamisator Kehidupan. Jakarta: Publica Institute Jakarta, 2020.

Untung, Moh. Slamet. Sejarah Sosial Pesantren Menurut Prof. KH. Saifuddin Zuhri, Pekalongan: IAIN Pekalongan, 2018.

Wathoni, Lalu Muhammad Nurul. Tuan Guru Haji Lalu Anas Hasyri : Kharisma dan kontribusinya mengembangkan Nadhlatul Wathan. Lombok: Bale Institute, 2021.

Yamin, Ade dkk. Islam Indonesia Dialektika Agama, Budaya, dan Gender, Yogyakarta: LKiS, 2020.

Zuhdi, Susanto., dan Nursam. ed. Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, Nation Information, Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.