Partai Katolik
Partai Katolik berakar dari Katholike Javanen Vereeniging voor Politieke Actie (Paguyuban Katolik Jawa untuk Aksi Politik) yang dibentuk pada tanggal 16 Juni 1923 di Bantul (Steenbrink 2007: 387-388). Paguyuban politik ini kemudian beralih dengan nama yang lebih populer Pakempalan Politik Katolik Djawa (PPKD). Pembentukan organisasi ini diinisiasi oleh adanya korespondensi antara empat orang Jawa Katolik, Raden Mas J. Soejadi Djajapoetra, F. Soetrisno, C. Pranoto, dan Ignatius Joseph Kasimo Endrawahjana, dengan seorang pastor Katolik Jan van Rijkervorsel di Weltevreden. Selanjutnya pastor ini bersama Leo van Rijkervorsel dengan dukungan dari seorang pemilik pabrik gula di Bantul Julius Schmutzer mengundang 12 orang Jawa Katolik untuk membentuk organisasi politik tersebut. Sejak tahun 1923 pendirian partai politik Jawa tersebut mendapatkan restu dari Indische Katolieke Partij (IKP) sebuah perkumpulan Katolik Belanda.
Pada tanggal 22 Februari 1925, kalangan Katolik Indonesia memiliki partai politik yang mandiri (Kementerian Penerangan Republik Indonesia 1951: 91-92). Nama PPKD kemudian berubah menjadi PPKI, Persatuan Politik Katholik Indonesia, yang cabang-cabangnya terdapat di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Partai ini menerbitkan sebuah mingguan bernama Suara Katholik. Dua orang pengurus partai Katolik tersebut pernah menjadi anggota Volksraad, Soejadi pada tahun 1924-1927 dan Kasimo pada tahun 1931 hingga berakhirnya penjajahan Belanda. Pada akhir tahun 1920an, PPKD enggan bergabung dengan gerakan nasionalisme karena beranggapan bahwa kaum nasionalis pada masa itu berada di bawah bayang-bayang Moscow yang ateis dan komunis.
Namun di tahun 1936, Kasimo memberikan suara dukungannya pada Petisi Soetardjo yang menuntut Indonesia berparlemen. Dalam masa kekuasaan Jepang, seluruh partai politik termasuk PPKI dilarang. Mengikuti seruan pemerintah yang termaktub di dalam Maklumat Pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 3 November 1945 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, pada tanggal 8 Desember 1945 kelompok Katolik Indonesia mengadakan kongres untuk mendirikan Partai Katholik Republik Indonesia, PKRI. Pada tanggal 11 Juli 1948, kantor pengurus besar partai ini pindah dari Surakarta ke ibukota Indonesia saat itu, Yogyakarta. Ketika ibukota dikuasai oleh Belanda, PKRI bergerak di bawah tanah. Pada tanggal 17 Desember 1949, Kongres Umat Katolik seluruh Indonesia menyatukan seluruh kekuatan poltik Katolik ke dalam sebuah partai kesatuan dengan nama Partai Katolik.
Dalam kongres berikutnya yang dilakukan pada tanggal 4-6 Agustus 1950 diputuskan bahwa kedudukan partai dipindah ke Jakarta. Beberapa tokoh Partai Katolik pernah menduduki jabatan dalam kabinet, di antaranya I.J. Kasimo sebagai Menteri Persediaan Makanan Rakyat (P.M.R.), F.S. Harijadi sebagai Menteri Sosial, Ir. Soewarto sebagai Menteri Pertanian (Kementerian Penerangan Republik Indonesia 1951: 92, 107). Dalam Pemilihan Umum tahun 1955, Partai Katolik Indonesia mendapatkan 2% suara atau 6 kursi di parlemen (Ricklefs 2001:304). Pemilihan Umum tahun 1971 menandai akhir dari Partai Katolik karena para anggota partai ini terpisah masuk ke dalam tiga partai di masa itu (Nasution 2011: 325-326).
Penulis: Johny Alfian Khusyairi
Instansi: Universitas Airlangga
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum
Referensi
Kementerian Penerangan Republik Indonesia. 1951. Kepartaian di Indonesia, Jakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia.
Nasution, Adnan Buyung. 2011. "Kasimo tidak pernah lari dari resiko perjuangan",
dalam J.B. Soedarmanta, Biografi I.J. Kasimo, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hlm. 315-326.
Ricklefs, M. C. 2001. A history of modern Indonesia since c. 1200, Hampshire: Palgrave.
Steenbrink, Karel. 2007. bekerjasama dengan Paule Maas. Catholics in Indonesia,
1808-1942, a documented history, volume 2, the spectacular growth of a self-confident minority, 1903- 1942, Leiden: KITLV Press.