Pembangunan Delapan Tahun

From Ensiklopedia
Pencangkulan Pertama oleh Presiden Sukarno, Menandai Dimulainya Pembangunan Nasional Semesta Berencana oleh Pemerintah. Sumber: Sekretariat Negara, 30 Tahun Indonesia Merdeka, Jakarta: Sekretariat Negara, 1977, hal. 529


Pembangunan Delapan Tahun adalah nama rancangan kebijakan ekonomi pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin. Rancangan ini disusun oleh Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang dibentuk Presiden Sukarno pada 15 Agustus 1959 dengan tugas utama "mempersiapkan rancangan undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana" (Poesponegero, 1984: 322). Depernas dipimpin Mr. Muhammad Yamin, yang ketika itu juga menjabat sebagai Wakil Menteri Pertama. Anggotanya terdiri dari 80 orang wakil golongan masyarakat dan daerah dan dalam waktu kurang-lebih satu tahun dewan itu berhasil merampungkan tugasnya. Bulan Agustus 1960 Presiden Sukarno melalui Dewan Perancang Nasional (Depernas) mengumumkan "Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional tahapan Tahun 1961-1969". Rancangan itu disetujui MPRS melalui TAP No. 2/MPRS/1960 (Poesponegoro, 1984: 322).   

Dengan disetujuinya rancangan itu, maka pada 1 Januari 1961 di Jakarta, Presiden Sukarno meresmikan dimulainya Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Pembangunan meliputi berbagai proyek yang tersebar di seluruh Indonesia, terutama di bidang industri dan prasarana. Di bidang industri, misalnya, titik berat pembangunan diletakkan kepada pembangunan industri berat dan industri kimia dasar, antara lain mulai dengan membangun pabrik superfosfat di Cilacap (Jawa Tengah), pabrik peleburan baja di Cilegon (Jawa Barat), serta pabrik semen, pabrik gula, dan pabrik kertas di berbagai tempat di Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan (Sekretariat Negara, 1977: 416).

Rencana pembangunan tersebut dibagi menjadi 17 bagian, 8 jilid, dan 1945 pasal untuk melambangkan tanggal proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Ricklefs (2008: 554) menyebut rencana pembangunan tersebut sebagai kebijaksanaan ekonomi yang "bersifat tragis dan lucu". Rencana pembangunan tersebut bahkan lebih jauh dianggap semacam kebijakan ekonomi yang tidak berdasar dan tidak masuk akal, atau hanya "omong-kosong  ritual besar " ala politik mercusuar Sukarno. Sementara bagi Wie (2002: 385-6), rencana pembangunan ini berisi kumpulan beberapa proyek yang dimaksudkan untuk "menyenangkan setiap orang tanpa prioritas yang jelas". Sehingga dokumen rancangan ini lebih bersifat dokumen politik ketimbang rencana kerja ekonomi, yang menggariskan kebutuhan masyarakat yang diharapkan tercapai dengan rencana tersebut.

Legge (2001: 377) mengatakan rancangan ini disusun dengan perhitungan untuk melemahkan sektor ekonomi swasta dan mendorong pertumbuhan kapitalisme birokrasi baru. Sebab di antara isinya adalah uraian tentang program-program pembangunan yang akan dijalankan pemerintah, yang menghendaki jumlah dana yang luar biasa besarnya. Padahal di saat yang sama negara tengah kekurangan dana yang serius akibat merosotnya anggaran dan penghasilan ekspor. Disebutkan dalam dokumen rencana pembangunan itu kalau dana-dana untuk keperluan modal diharapkan datang dari sumber-sumber luar, namun anehnya rencana itu sendiri tidak berisi petunjuk yang jelas bagaimana program-program itu harus dibiayai.

Dalam pelaksanaannya, Pembangunan Nasional Semesta Berencana ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Bukan saja karena terdapat banyak kelemahan dalam penyusunan rencana, tetapi juga karena terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan. Penyimpangan-penyimpangan itu terdapat baik dalam aspek-aspek pembiayaan maupun aspek-aspek fisiknya (Sekretariat Negara, 1977: 416). Selain itu, kegagalan ini juga banyak disebabkan oleh inflasi yang meningkat cepat disebabkan pengeluaran besar negara untuk kampanye militer dalam rangka merebut Irian Barat pada tahun 1962-1963 dan diikuti pula kampanye 'Ganyang Malaysia' tahun 1962-1965 (Wie, 2002: 386). Lagi pula, ketika upaya pemerintah mengatur ekonomi sedang meningkat lewat rencana pembangunan itu, korupsi justru malah meningkat, sebab di saat harga-harga naik akibat inflasi, gaji pegawai yang rendah telah mendorong penyogokan, penyalahgunaan alat-alat milik pemerintah, dan kejahatan lainnya yang menjadi bagian dari cara hidup ekonomi Indonesia masa itu (Legge, 2001: 377). Sementara pada saat yang sama dibangun berbagai proyek mercusuar, banyak proyek pembangunan untuk kepentingan ekonomi rakyat terbengkalai karena perencanaan yang tidak matang, persiapan yang keliru atau karena tidak dilaksanakan sungguh-sungguh, serta ditambah lagi oleh sikap memusuhi modal serta bantuan luar negeri (Sekretariat Negara, 1977: 521). Semua itu membuat Pembangunan Delapan Tahun yang sudah dirancang tidak dapat terlaksana dengan baik sampai masa kekuasaan Presiden Sukarno berakhir.

Penulis: Dedi Arsa
Instansi: IAIN Bukittinggi
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan


Referensi

Legge, John D., 2001. Sukarno, Biografi Politik, Jakarta: Sinar Harapan.

Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (editor), 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Balai Pustaka.

Rickelfs, M.C., 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi.

Sekretariat Negara, 1977. 30 Tahun Indonesia Merdeka, Jakarta: Sekretariat Negara.

Wie, Thee Kian, 2002. "Kebijakan Ekonomi di Indonesia Selama Periode 1950-1965, Khususnya terhadap Penanaman Modal Asing", J. Thomas Lindblad (editor), Fondasi Historis Ekonomi Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar & Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM.