Peristiwa Maukar (Penembakan Istana Bogor)

From Ensiklopedia

Peristiwa Maukar atau penembakan Istana Bogor terjadi pada 9 Maret 1960 oleh Daniel Alexander Maukar, salah satu pilot terbaik Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Maukar menembaki Istana Bogor dari pesawat tempur Mig-17 F Fresco buatan Rusia yang dipilotinya. Peristiwa penembakan ini merupakan suatu bentuk ancaman kepada Presiden Sukarno yang dinilai oleh beberapa kalangan telah melaksanakan sistem pembangunan dan ekonomi secara tidak adil atau merata (Berita Harian, 24 Juni 1960).  

Peristiwa Maukar terjadi pada dekade 1950-1960 yang penuh pergolakan. Pada periode tersebut banyak muncul tuntutan otonomi daerah yang berujung pada pemberontakan. Berkaitan dengan ketidakpuasan beberapa kalangan, Presiden Sukarno bahkan beberapa kali menjadi target pembunuhan, salah satunya adalah pelemparan granat di Cikini yang memakan banyak korban di kalangan anak-anak sekolah Perguruan Cikini. Peristiwa penembakan Istana Bogor dan beberapa tempat penting lainnya, yang dilakukan oleh Maukar, bermula dari ajakan salah seorang anggota Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) bernama Sam Karundeng, sehingga peristiwa Maukar ini diduga kuat terkait dengan gerakan Permesta.

Maukar yang menembaki istana Bogor dan Presiden Sukarno dari jet tempur itu akhirnya dijatuhi hukuman mati oleh jaksa militer di Pengadilan Militer Angkatan Udara di Jakarta (De Volkskrant, 29 Juni 1960). Angkatan Udara membentuk pengadilan beranggotakan lima orang yang diketuai oleh Letnan Kolonel Notowidagdo untuk mengadili Maukar yang saat itu berusia 28 tahun (De Volkskrant, 04 April 1960). Di dalam pledoinya pada persidangan Mahkamah Militer, Maukar menyatakan bahwa penembakan Istana Presiden di Bogor merupakan suatu "gerakan perdamaian" dan tidak ditujukan untuk menyerang presiden secara langsung (Berita Harian, 6 Juli 1960).

Vonis pengadilan akhirnya menyatakan bahwa Maukar bersalah telah melakukan penembakan Istana Bogor dan dianggap sebagai bagian dari gerakan PRRI/Permesta. Ia divonis hukuman mati. Eksekusi Maukar seharusnya dilakukan pada 16 Juli 1960, tetapi hukuman mati itu tidak jadi dilaksanakan. Maukar justru dibebaskan setelah mendapat amnesti untuk para pemberontak PRRI/Permesta dari Presiden Sukarno (Matanasi 2009: 454). Hal itu juga berkaitan dengan amnesti yang dijanjikan kepada para pemberontak di Sumatra dan Sulawesi oleh A. H. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia, jika mereka menyerah sebelum 1 Juni 1960. Janji tersebut tertuang dalam pamflet yang disebar di beberapa wilayah pertahanan para pemberontak (De Volkskrant, 04 April 1960).

Maukar ditengarai bertindak atas inisiatifnya sendiri. Muncul dugaan bahwa ia adalah bagian dari komplotan yang berusaha membunuh Presiden Sukarno. Alat bukti berupa pesawat dan perangkat senjata yang digunakan oleh Maukar ditemukan dalam keadaan utuh. Beberapa pihak menyayangkan tindakan Maukar, mengingat Maukar adalah pilot jet tempur terbaik kedua di Angkatan Udara Indonesia (Twentsch Dagblad Tubantia,10 Maret 1960).

Penulis: Siska Nurazizah Lestari
Instansi: IKIP PGRI Wates, DIY
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A


Referensi

De Volkskrant, 29 Juni 1960

“Gen. Nasoetion Biedt Rebellen Amnestie”, De Volkskrant, 04 April 1960.

“Indonesische Piloot Zal voor Militair Hof Terechtstaan”, Twentsch Dagblad Tubantia, 10 Maret 1960.

Matanasi, P. & Hartanto, A. D. (2009). Pemberontak Tak (Selalu) Salah: Seratus Pembangkangan di Nusantara. Yogyakarta: I: Boekoe.

“Maukar: Serangan untok 'damai'” , Berita Harian, 6 Juli 1960.

“Pemimpin Manguni Saksi”, Berita Harian 24 Juni 1960.