Soenting Melajoe
Soenting Melajoe adalah surat kabar perempuan pertama di Indonesia. Kata 'soenting' pada nama suratkabar itu berarti 'hiasan' yang biasa dipakai di kepala perempuan-perempuan Melayu terhormat. Soenting Melajoe adalah sebuah surat kabar yang diperuntukkan bagi perempuan di seluruh tanah Melayu (Fitriyanti 2001: 71; Ricklefs 2008: 367 ). Surat kabar berbahasa Melayu ini mulai terbit di Padang pada 10 Juli 1912, awalnya sekali dalam delapan hari kemudian sekali seminggu. Di bagian tengah header surat kabar terdapat motonya yang berbunyi "Surat Kabar Perempuan di Alam Minangkabau" (Fitriyanti 2001: 71).
Penggagasnya adalah Datoek Soetan Maharadja, seorang tokoh pers terkenal dan pembela adat Minangkabau paling gencar pada masanya. Namun, sebagai surat kabar wanita, pengelola utamanya dua perempuan Minangkabau ternama: Roehana Koedoes dan Zubaidah Ratna Djuita. Roehana, yang kemudian terkenal sebagai pelopor pendidikan perempuan di Minangkabau, duduk sebagai pemimpin redaksi. Ia mengendalikan surat kabar itu dari di Koto Gadang di mana dia bermukim/tinggal. Sementara Zubaidah yang tinggal di Padang berperan sebagai pembantu redaksi.
Haluan Soenting Melajoe ialah menyuarakan ide-ide kemajuan bagi alam Minangkabau, khususnya bagi perempuan untuk tidak tertinggal dari laki-laki. Sebagai corong kaum adat, jalan menuju kesetaraan bagi surat kabar ini ialah melalui "penerapan tradisi/adat Minangkabau yang sebenarnya" dalam kehidupan perempuan. Dengan haluan itu, artikel-artikel yang disajikan dalam surat kabar ini rata-rata sama dengan topik-topik yang disajikan dalam surat kabar lain yang menyuarakan suara kaum tradisional/adat, tetapi dengan perhatian lebih kepada permasalahan nasib perempuan (Darwis 2013: 114). Schrieke (1973: 56) mengatakan surat kabar ini '"agak lunak dari Datoe’ Soetan Maharadja" dalam “menafsirkan hasrat akan kemerdekaan dari kaum muda sebagai suatu kecenderungan ke arah pergaulan yang tak terbatas." Kemerdekaan itu sedapat mungkin mesti dibatasi oleh aturan-aturan adat, dalam hal ini adat-tradisi Minangkabau.
Karena mewakili suara kaum adat, surat kabar ini gigih menentang pembaharuan di sekolah-sekolah, khususnya terhadap sistem-sistem yang dianggap melanggar tradisi Minangkabau. Surat kabar ini disebut rajin mengeluarkan artikel-artikel yang menyerang metode-metode pendidikan modern yang sedang giat-giatnya dipropagandakan kepada anak-anak perempuan Minangkabau saat itu (Darwis 2013: 114). Oleh sebab itu, tidak heran jika sebagian besar pembaca surat kabar ini ialah wanita-wanita dewasa Minangkabau.
Selain tulisan berupa artikel, surat kabar ini juga menyiarkan syair yang berisikan imbauan kepada perempuan di mana saja berada untuk terus mengembangkan diri agar berdaya upaya (Hedler 2008: 257). Surat kabar ini beredar di hampir seluruh daerah di Minangkabau dan Sumatra, serta juga Pulau Jawa. Sirkulasinya beredar bersamaan dengan surat kabar Oetoesan Melajoe. Penyumbang tulisan datang dari berbagai daerah. Mula-mula penulisnya rata-rata perempuan, tetapi beberapa laki-laki yang menyokong kemajuan bagi perempuan juga turut menyumbang tulisan (Fitriyanti 2001: 72; Harahap 1926: 83).
Pada akhir 1910-an, perempuan-perempuan menjadi tidak puas dengan Soenting Melajoe dan berpindah kepada kegiatan-kegiatan yang lebih konfrontasional dan terpolitisisasi (Hedler 2008: 290). Surat kabar ini bertahan aktif selama hampir sepuluh tahun, baru berhenti terbit pada tahun 1921 karena masing-masing redaksinya sibuk dengan menerbitkan surat kabar lain yang lebih progresif (Fitriyanti 2001: 79). Selain itu, penyebab lainnya juga karena perpindahan pemimpin redaksinya, Roehana Koedoes, ke kota Medan setahun sebelumnya. Sejak berhenti terbit, suratkabar ini tidak pernah muncul lagi.
Penulis: Dedi Arsa
Instansi: IAIN Bukittinggi
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan
Referensi
Darwis, YuliandreS 2013. Sejarah Perkembangan Pers Minangkabau (1859-1945), Jakarta: Gramedia.
Fitriyanti, 2001. Roehana Koeddoes Perempuan Sumatera Barat, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan bekerjasama dengan Rio Tinto.
Hadler, Jeffrey, 2008. Muslims and Matriarchs: Cultural Resilience in Indonesia Through Jihad and Colonialism, Ithaca, New York: Cornell. University Press.
Harahap, Parada, 1926. Dari Pantai Kepantai: Perdjalanan ke-Soematra, Weltevreden: Bintang Hindia.
Rahzen, Taufik (ed.), 2007. 1907-2007 Seabad Pers Kebangsaan, Jakarta: I:Boekoe.
Rickelfs, M.C., 2006. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi.
Schrieke, B.J.O., 1973. Pergolakan Agama di Sumatra Barat: Sebuah Sumbangan Bibliografi, Jakarta: Bhratara, 1973.